Dugaan Pemaksaan Jilbab, Kepsek dan Tiga Guru SMA di Bantul Dibebastugaskan
Kepala sekolah dan tiga guru di SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul, dibebastugaskan. Hal ini berkait dengan dugaan pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah tersebut yang mengakibatkan seorang siswi merasa tertekan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Daerah DI Yogyakarta memutuskan untuk membebastugaskan kepala sekolah dan tiga guru di SMA Negeri 1 Banguntapan, Kabupaten Bantul. Pembebastugasan itu berkait dengan dugaan pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah tersebut yang mengakibatkan seorang siswi merasa tertekan.
”Kepala sekolah dan tiga guru saya bebaskan dari jabatannya. Tidak boleh ngajar sambil nanti menunggu kepastian,” ujar Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Kamis (4/8/2022), di Yogyakarta.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswi di SMAN 1 Banguntapan diduga dipaksa memakai jilbab oleh gurunya. Siswi kelas 10 itu sempat dipanggil oleh beberapa guru lalu ditanyai kenapa tidak memakai jilbab. Siswi tersebut juga sempat dipakaikan jilbab oleh gurunya. Setelah peristiwa itu, sang siswi disebut merasa tertekan dan sempat mengurung diri di kamar selama beberapa hari.
Sultan menyatakan, pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri tidak bisa dibenarkan. Oleh karena itu, jika pemaksaan tersebut benar-benar terjadi, kepala sekolah dan guru yang terlibat bisa dikenai sanksi. ”Harus ditindak, sayaenggak mau pelanggaran-pelanggaran seperti itu didiamkan,” katanya.
Sultan juga menyebut, dalam persoalan ini, siswi yang tidak memakai jilbab itu sama sekali tidak bersalah. Oleh karena itu, siswi tersebut tidak bisa dipaksa untuk pindah ke sekolah lain. ”Kenapa yang pindah anaknya? Yang harus ditindak itu guru atau kepala sekolah yang memang memaksa itu,” ujar Raja Keraton Yogyakarta itu.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan, pembebastugasan dilakukan agar kepala sekolah dan tiga guru itu bisa fokus dan konsentrasi menjalani proses pemeriksaan dan klarifikasi yang dilakukan oleh berbagai pihak. Selain itu, pembebastugasan juga dilakukan agar kegiatan belajar-mengajar di SMAN 1 Banguntapan tidak terganggu.
”Supaya mereka bisa konsentrasi memberikan keterangan dan sambil menunggu proses, tiga guru dan kepala sekolah itu sementara dibebastugaskan dulu,” kata Kadarmanta.
Kadarmanta menambahkan, dalam kasus ini, ada indikasi pelanggaran disiplin pegawai. Oleh karena itu, Pemda DIY juga akan melakukan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran tersebut.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga DIY Didik Wardaya menyatakan, pembebastugasan itu berkait dengan dugaan pemaksaan pemakaian jilbab yang terjadi di SMAN 1 Banguntapan. Dia menyebut, pembebastugasan itu berlaku mulai Kamis ini.
”Dilakukan pembebasan sementara dari tugas dan jabatannya kepada kepala sekolah dan guru yang diduga terlibat dalam pemaksaan penggunaan kerudung,” ujar Didik dalam pernyataan tertulis.
Pemaksaan pemakaian jilbab di sekolah negeri tidak bisa dibenarkan. Oleh karena itu, jika pemaksaan tersebut benar-benar terjadi, kepala sekolah dan guru yang terlibat bisa dikenai sanksi.
Diberi kesempatan
Didik menyebut, siswi yang menjadi korban dugaan pemaksaan memakai jilbab itu tetap diberi kesempatan untuk bersekolah di SMAN 1 Banguntapan. Namun, apabila sang siswi menginginkan, dia bisa saja ditempatkan di sekolah lain. ”Hal ini tetap mempertimbangkan masukan dari orangtua dan psikolog pendamping,” tuturnya.
Didik memaparkan, Pemda DIY berkomitmen menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya agar kasus serupa tak terulang di kemudian hari. Dinas Dikpora DIY bersama Badan Diklat DIY juga akan memberikan pembinaan kepada para kepala sekolah dan guru supaya kejadian semacam itu tak terjadi kembali.
”Kepada semua sekolah di lingkungan Pemda DIY diimbau untuk menciptakan suasana dan ekosistem sekolah yang penuh toleransi sehingga menumbuhkan rasa nyaman dalam proses pembelajaran,” ungkap Didik.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala SMAN 1 Banguntapan Agung Istianto membantah adanya pemaksaan untuk memakai jilbab di sekolah tersebut. Dia menyebut, tidak ada kewajiban untuk mengenakan jilbab di SMAN 1 Banguntapan.
”Pada intinya, sekolah kami tidak seperti yang ada di pemberitaan. Jadi, sekolah kami tetap tidak mewajibkan yang namanya jilbab,” ujar Agung seusai menghadiri pertemuan di kantor Dinas Dikpora DIY, Senin (1/8/2022) sore.
Agung mengakui, memang ada guru Bimbingan Konseling (BK) yang memakaikan jilbab ke seorang siswi. Namun, dia mengklaim, tindakan itu bukan bentuk pemaksaan, tetapi untuk mengajarkan tutorial atau cara memakai jilbab. ”Itu hanya tutorial. Ketika itu ditanya siswinya pernah memakai jilbab ndak. Ternyata belum,” katanya.
Menurut Agung, sebelum memakaikan jilbab, guru tersebut sudah bertanya lebih dulu ke sang siswi. Dia menyebut, siswi itu juga setuju untuk dipakaikan jilbab. Setelah mendapat persetujuan sang siswi, guru BK lalu mencari jilbab yang ada di ruangannya. Jilbab itulah yang kemudian dipakaikan kepada siswi tersebut.
”Artinya, memang ada komunikasi antara guru BK dan siswinya. Dan siswinya mengangguk (tanda setuju),” tutur Agung.