RSUD Jombang Diminta Perbaiki Layanan, Polisi Usut Penyebab Kematian Bayi
RSUD Jombang diminta memperbaiki kualitas layanannya kepada masyarakat. Sementara itu, polisi terus menyelidiki kasus kematian bayi saat proses persalinan di rumah sakit itu.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
JOMBANG, KOMPAS — Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang diminta memperbaiki kualitas layanan kesehatan kepada masyarakat. Selama ini sudah banyak keluhan dari masyarakat, tetapi kurang mendapatkan respons baik. Sementara itu, polisi terus menyelidiki penyebab kematian bayi saat proses persalinan di rumah sakit tersebut.
Seorang bayi perempuan yang diberi nama Cahaya Rembulan meninggal dalam proses persalinan di RSUD Kabupaten Jombang, Jawa Timur, pada Kamis (28/7/2022) malam. Bayi ini merupakan putri dari pasangan Yopi Widianto (26) dan Rohma Roudlotul Jannah (29), warga Desa Plemahan, Jombang.
Rohma sebelumnya dibawa ke Puskesmas Sumobito saat merasa hendak melahirkan. Di tengah proses melahirkan, dia dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lanjutan. Sesampainya di rumah sakit, penanganan kelahiran tetap diupayakan secara normal.
Bayi Cahaya Rembulan akhirnya meninggal di dalam kandungan. Untuk mengeluarkan jenazah bayi, dilakukan operasi caesar. Yopi tidak terima dengan kematian bayinya. Dia menyesalkan kebijakan pihak rumah sakit yang tidak melakukan operasi caesar sejak awal sehingga menyebabkan bayinya tidak tertolong.
Yopi menilai sikap rumah sakit itu karena keluarganya merupakan pasien peserta Kartu Indonesia Sehat (KIS) BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Kejadian ini pun menjadi sorotan masyarakat. Selain itu, korban melaporkan pelayanan RSUD Jombang ke Polres Jombang karena menilai telah terjadi pelanggaran hukum.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jombang Ajun Komisaris Giadi Nugraha mengatakan, pihaknya masih menyelidiki dugaan pelanggaran hukum dalam kasus kematian bayi tersebut. Penyelidikan itu merupakan tindak lanjut dari laporan Yopi pada 1 Agustus lalu ke Polres Jombang.
”Proses penyelidikan sudah dimulai sejak kemarin dengan memeriksa sejumlah saksi, antara lain, pelapor dan korban, serta dokter dan bidan yang menangani persalinan,” ujar Giadi.
Menurut Giadi, proses pemeriksaan saksi-saksi terus berlanjut hingga penyidik mendapatkan seluruh keterangan yang diperlukan. Kasus kematian bayi dalam kandungan ini diduga melanggar Pasal 359 KUHP tentang kealpaan yang menyebabkan orang lain meninggal. Selain itu, melanggar Undang-Undang Kesehatan dan UU tentang Tenaga Kesehatan.
Penyidik akan berkomunikasi dengan organisasi profesi, baik Ikatan Dokter Indonesia maupun Ikatan Bidan Indonesia. Selain itu, penyidik juga akan meminta pendapat para ahli untuk menentukan apakah terdapat pelanggaran kode etik profesi kedokteran dan kebidanan dalam kasus tersebut.
Hasil penyelidikan kepolisian akan dituangkan dalam berita acara perkara yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Giadi mengatakan, pihaknya tidak akan menghentikan proses penyidikan meskipun ada kemungkinan pihak pelapor mencabut laporannya. Ini karena kasus tersebut tidak bersifat delik aduan.
Kepala Puskesmas Sumobito Hexawan Tjahya Widada mengatakan, pasien dirujuk ke RSUD karena mengalami preeklamsia (komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan gangguan fungsi organ) sehingga perlu penanganan secara intensif. Penanganan itu tidak bisa dilakukan di puskesmas karena terbatasnya fasilitas medis dan sumber daya manusia. Selain itu, pasien pernah mengalami keguguran saat kehamilan pertama dan memiliki riwayat penyakit diabetes.
”Rujukannya itu karena preeklamsia dan ada riwayat diabetes. Tidak ada berbunyi SC (operasi caesar). Jadi, penanganan persalinan ini tidak bisa dilakukan di puskesmas harus di rumah sakit,” ujar Hexawan.
Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan RSUD Jombang Vidia Buana kepada wartawan mengatakan, pihaknya telah berupaya maksimal dalam menangani pasien dengan mengerahkan tiga dokter spesialis kandungan. Namun, bayi tersebut akhirnya meninggal karena mengalami distosia bahu atau bagian bahunya tersangkut saat proses persalinan.
”Atas indikasi preeklamsia sehingga mengalami keracunan dalam proses persalinan sehingga diupayakan lahir secara normal. Kondisi bayi tidak bisa diselamatkan sehingga prioritas tim kesehatan adalah menyelamatkan kondisi ibu,” kata Vidia sebagaimana dikutip dari Kompas TV.
Wakil Ketua Komisi D DPRD Jombang Sentot Syarif mengatakan, kasus kematian bayi dalam kandungan saat proses melahirkan di RSUD Jombang harus menjadi momentum untuk mengevaluasi layanan kesehatan secara menyeluruh. Alasannya, sudah banyak keluhan masyarakat terhadap buruknya layanan yang diberikan oleh pengelola rumah sakit.
”Keluhan masyarakat itu disampaikan secara langsung kepada DPRD Jombang dan disampaikan melalui unggahan di media sosial. Pihak RSUD Jombang juga mengakui belum bisa memberikan pelayanan secara prima dan berjanji akan memperbaikinya,” ujar Sentot.
Dia menambahkan, pihaknya telah meminta Dinas Kesehatan Jombang untuk membina dan mengawasi kinerja pengelola RSUD Jombang agar kasus serupa tidak terulang. Sebagai rumah sakit daerah, mereka harus memberikan pelayanan prima kepada seluruh pengguna jasa, tanpa membedakan status sosial.