Pariwisata yang terus bergeliat di Sulawesi Selatan menjadi harapan besar bagi warga dan industri pariwisata bagi kebangkitan sektor yang dua tahun ini turut terimbas pandemi. Wisatawan domestik masih jadi tumpuan.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·6 menit baca
Sektor pariwisata di Sulawesi Selatan beberapa bulan ini perlahan pulih. Wisatawan terus berdatangan ke destinasi-destinasi wisata prioritas seperti Toraja, Bira, dan Rammang-Rammang. Selain didominasi wisatawan domestik, kedatangan wisatawan Nusantara dan mancanegara seolah menjadi angin segar bagi bangkitnya industri pariwisata yang sempat mati suri dua tahun terakhir.
Setidaknya pemandangan di kawasan wisata Kampung Karst Rammang-Rammang, Maros, Selasa (2/8/2022), menggambarkan geliat tersebut. Sebelumnya saat momen Idul Fitri lalu, wisatawan dan pemudik juga menyerbu kawasan wisata Bira, Bulukumba. Di Toraja, gairah sektor pariwisata sudah mulai nampak akhir tahun lalu. Di Makassar, Festival F-8 juga siap dihelat awal September mendatang.
Selasa sore, Dermaga 2 Rammang-Rammang tampak padat pengunjung. Puluhan mahasiswa datang berombongan mengenakan jas almamater biru. Sejumlah kelompok lain berjumlah lima hingga sepuluh orang juga bergantian mengantre perahu di dermaga. Beberapa wisatawan mancanegara juga tampak naik dari perahu usai menyusuri Sungai Pute.
Rammang-Rammang adalah salah satu destinasi prioritas di Sulsel. Kawasan ini menawarkan keindahan gugusan bukit karst, goa-goa prasejarah, dan menyusuri sungai yang kiri kanannya dipadati tanaman bakau. Lokasinya yang hanya lebih 40 kilometer dari Makassar membuat Rammang-Rammang menjadi pilihan berwisata murah tetapi tak murahan.
Mulai ramai lebih sepuluh tahun terakhir, Rammang-Rammang akhirnya mengejar Toraja dan Bira sebagai destinasi favorit. Dari yang semula hanya menjadi tempat transit bagi wisatawan yang akan atau pulang berwisata ke Toraja dan Bira, kawasan ini akhirnya menjadi tujuan.
Hantaman pandemi dua tahun terakhir sempat membuat kawasan ini—sebagaimana banyak tempat lainnya—seolah mati suri. Kunjungan wisatawan bisa dihitung jari. Perahu-perahu wisata lebih banyak tertambat. Rumah-rumah warga yang kerap jadi tempat menginap, tak lagi kedatangan tamu. Pegiat wisata dan warga yang biasa mendapat penghasilan dari sektor wisata, kehilangan penghasilan.
”Jangankan wisatawan, keluarga saja tidak berkunjung. Saat-saat pandemi parah, saya betul-betul kehilangan penghasilan dari perahu. Beruntung masih ada lahan sedikit yang diolah untuk makan. Sekarang alhamdulillah sudah mulai ramai,” kata Daeng Serang (46), salah seorang pemilik perahu wisata.
Dia mengatakan, saat sebelum pandemi, hampir setiap hari atau setidaknya tiga kali sepekan dia membawa turis pergi dan pulang dari dermaga ke Kampung Berua atau sekadar menyusuri sungai. Saat ini seiring mulai pulihnya pariwisata, dia bisa membawa hingga tiga rombongan penumpang sepekan.
Perahu memang menjadi salah satu ikon Rammang-Rammang. Di kawasan ini wisatawan biasanya akan berperahu ke Kampung Berua, sebuah perkampungan dikelilingi bukit karst. Di sini lah wisatawan biasanya menginap. Sebagian yang tak menginap, biasanya hanya menyusuri sungai sembari menikmati pemandangan hutan karst. Sekali berperahu ongkosnya Rp 200.000 untuk berempat. Ini adalah jumlah penumpang minimal. Lebih banyak penumpang, ongkos perahu bida lebih murah, yakni Rp 400.000 per sepuluh orang dalam satu perahu. Rata-rata pendapatan pemilik perahu Rp 1 juta per minggu.
”Sekarang paling tidak saya membawa hingga tiga rombongan per minggu. Sudah lumayan dari pada tidak ada sama sekali. Ini pun karena banyak perahu yang beroperasi disini. Jika tidak, mungkin setiap hari saya membawa penumpang,” kata Serang.
M Ikhwan, Ketua Komunitas Wisata Rammang-Rammang, mengatakan, beberapa bulan terakhir, kawasan ini memang terus pulih. Jika sebelum pandemi jumlah kunjungan rata-tata 5.000 per bulan, saat ini terus naik ke angka 3.000 kunjungan per bulan. ”Untuk bulan ini sampai September, sudah banyak pesanan kamar dan homestay di rumah-rumah warga. Ada penginapan yang sudah dipesan habis sampai September nanti. Sebagian pesanan untuk wisatawan asing. Wisatawan domestik saja kami sudah bersyukur, apalagi jika wisatawan Nusantara dan mancanegara sudah mulai berdatangan. Warga dan pegiat wisata kini terus berbenah,” katanya.
Momen Lebaran
Sekretaris Dinas Pariwisata Sulsel Devo Khaddafi, Rabu (3/8/2022), mengatakan, momen lebaran lalu menjadi titik kebangkitan pariwisata di Sulsel secara umum. Walau akhir tahun lalu hingga awal tahun ini wisatawan mulai berdatangan, momen Lebaranlah yang seperti membuka pintu bagi sektor pariwisata.
”Sebelum Lebaran orang masih melihat-lihat situasi, masih menunggu. Namun, saat Lebaran, itu kemudian jadi momen orang untuk melihat bahwa sudah bisa berwisata. Sepanjang Mei sampai Agustus ini, kunjungan wisatawan memang cukup signifikan naiknya. Tahun lalu kunjungan hanya sekitar 1,5 juta. Tahun ini sampai Agustus sudah sekitar 1,8 juta,” kata Devo.
Memang saat momen Idul Fitri lalu tak hanya pemudik, banyak wisatawan yang memanfaatkan libur bersama untuk mengunjungi sejumlah destinasi wisata. Di Bulukumba, membeludaknya pengunjung sebelum dan pasca-Lebaran membuat sejumlah titik antara Makassar dan Bulukumba macet parah.
Hingga tiga hari pasca-Lebaran, waktu tempuh Makassar-Bulukumba yang normalnya 4-5 jam bertambah panjang hingga 20 jam. Di gerbang masuk Bira, antrean kendaraan mencapai 5 kilometer.
Sebelumnya saat momen akhir tahun, wisatawan juga sudah mulai berdatangan terutama ke Toraja. Saat itu walau belum seramai saat sebelum pandemi, Toraja mulai dikunjungi. Sebagian besar masih didominasi wisatawan domestik dan Nusantara.
”Perubahannya kelihatan dari wisatawan yang singgah membeli kopi untuk buah tangan. Setiap hari ada saja yang singgah walau belum sebanyak saat sebelum pandemi. Dulu sebelum pandemi sedikitnya saya roasting 10 kilogram kopi setiap hari. Begitu pandemi, pernah beberapa bulan tak ada produksi sama sekali. Saya berharap kondisi pariwisata terus membaik,” kata Sulaiman Miting, seorang pemilik usaha kopi rumahan di Rantepao, Toraja Utara.
Devo mengatakan, bergeliatnya sektor pariwisata tak membuat dinas pariwisata dan pegiat wisata lengah. Terlebih dengan pandemi yang belum benar-benar usai. Penerapan protokol kesehatan di tempat-tempat wisata tetap diperketat. Tak hanya kepada pemilik usaha, tetapi juga ke pengunjung.
”Yang patut disyukuri, wisatawan mancanegara mulai berdatangan. Memang itu bukan target utama kami melainkan masih pada wisatawan domestik karena selama ini merekalah yang menggeliatkan sektor wisata. Wisatawan domestik jumlahnya banyak dan perputaran uangnya cukup cepat dan signifikan. Namun, masuknya wisatawan mancanegara menjadi angin segar bagi sektor pariwisata bahwa bukan hanya pintu pariwisata yang terbuka, melainkan juga pengunjung dari luar negeri sudah mulai masuk. Syukurnya juga, aturan baru soal wajib booster untuk pelaku perjalanan tak berpengaruh signifikan pada jumlah kunjungan. Tidak berkurang banyak,” katanya.
Sebelumnya Ketua Asita Sulsel Didi Leonardo Manaba mengakui, industri pariwisata di Sulsel menjadi salah satu sektor yang sangat terpuruk selama pandemi. Sebagian besar usaha pariwisata tutup. Sebagian mencoba bertahan dengan beralih ke usaha lain, tetapi juga tak banyak menolong. Karena itu, pemulihan sektor wisata di antaranya bertumpu pada wisatawan domestik.
”Kami meminta dukungan pemerintah untuk membantu kami bangkit. Tentu kami tak sekadar menjual destinasi atau paket wisata, tetapi kami juga akan membangun kepercayaan bahwa saat ini kami semua berbenah dan beradaptasi. Untuk sementara, kami berharap pariwisata bisa bangkit melalui wisatawan domestik. Tentu dukungan pemerintah juga kami harapkan untuk memudahkan orang berwisata terutama terkait perjalanan dalam berwisata,” katanya.