Agar Tak Lebih Banyak Warga Desa Mengkang Jadi Ompong
Ada tepat 200 desa di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Jika semua perangkat desa dikumpulkan di satu ruangan, cukup mudah menemukan yang berasal dari Desa Mengkang: cari saja yang giginya ompong.
Ada tepat 200 desa di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Apabila semua sangadi alias kepala desa dikumpulkan di dalam satu ruangan bersama jajaran perangkatnya, Taslim Modeong (52) yakin, tak akan sulit menemukan siapa saja yang berasal dari Desa Mengkang. ”Cari saja yang giginya ompong, pasti dari Mengkang,” ujarnya berkelakar.
Ditemui pada Minggu (17/7/2022) pagi yang mendung di Balai Desa Mengkang, Taslim tak segan menjadikan dirinya sendiri contoh. Setelah hampir satu dasawarsa tergabung dalam pemerintahan desa hingga kini menjabat kepala Dusun I, ia sudah kehilangan dua gigi seri dari rahang atasnya.
Bukan gara-gara tak menjaga kesehatan gigi, melainkan karena jalan di Desa Mengkang yang begitu terjal, tak ubahnya bentangan batu-batu besar di sepanjang permukiman warga. Itulah yang menjungkalkan sepeda motor Taslim suatu hari ketika ia sedang repot wira-wiri menyelesaikan urusan desa beberapa tahun lalu.
Taslim pun jatuh dan ”mencium” kerasnya bebatuan. ”Gigi saya copot karena kecelakaan. Sebagai pemerintah desa, memang ada tugas-tugas yang harus dilaksanakan segera, sampai-sampai kita lupa diri dan ngebut di jalan desa yang seperti ini,” ujarnya.
Jalan di Desa Mengkang sebenarnya tak bisa disebut rusak atau hancur, sebab kondisinya memang tak pernah baik dan layak. Sejak pendirian desa secara definitif pada 2007, kata Taslim, warga memang tak pernah menikmati kemulusan jalan aspal.
”Bahkan, dari saya kecil ketika Mengkang masih perkebunan sampai sekarang, belum pernah ada perubahan. Saya dan masyarakat mengharapkan sekali bantuan dari instansi terkait di pemerintahan. Mengkang ini NKRI juga, jadi tolong dibantu,” katanya.
Desa Mengkang terletak di Kecamatan Lolayan, tepatnya dataran selatan Kabupaten Bolaang Mongondow dan berbatasan langsung dengan kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Jaraknya dari Kotamobagu, pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Bolaang Mongondow Raya, hanya sekitar 26 kilometer atau 45 menit perjalanan dengan mobil ke arah barat daya.
Sebelumnya, antara dekade 1950-an dan 2007, desa itu merupakan perkebunan milik warga Desa Kopandakan di sisi utara. Kelapa, jagung, kakao, dan padi yang tumbuh subur menjadikan Mengkang sumber penghidupan mereka. Tak heran banyak pekebun yang menjadikannya rumah kedua dengan mendirikan pondok di kebun untuk ditinggali.
Setengah abad kemudian, kebun itu memainkan peran vital dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Marsidi Kadengkang (65), sangadi (kepala desa) Mengkang periode 2007-2018, mengatakan, antara 2005 dan 2007, perkebunan itu perlahan diubah menjadi desa demi memuluskan pemekaran Kabupaten Bolaang Mongondow menjadi empat kabupaten dan satu kota.
Tujuan besarnya tak lain adalah meningkatkan kesejahteraan dan layanan publik kepada masyarakat. ”Waktu itu jumlah desa masih kurang dari syarat pemekaran. Makanya, bupati saat itu, Marlina Moha Siahaan, menyuruh saya bikin desa baru. Kebetulan, sudah banyak orang yang tinggal di sana,” tutur Marsidi, Rabu (13/7/2022), di Desa Kopandakan I, Kotamobagu.
Setelah dicanangkan sebagai desa persiapan pada 2006, Mengkang akhirnya resmi menjadi desa pada 2007. Ratusan orang yang tadinya tinggal di Kopandakan pun hijrah ke sana. Kini, desa itu didiami 57 keluarga beranggotakan 187 orang yang sudah resmi tercatat sebagai warga Desa Mengkang serta 30-an keluarga yang masih berdomisili di tempat lain.
Namun, pengaspalan jalan tak pernah masuk ke sana hingga hari ini. Bahkan, setengah dari jalan sepanjang 5 kilometer yang menghubungkan Mengkang dengan desa terdekat, yakni Mopusi, tak berbeda hancurnya. Sebuah jembatan kecil yang sudah ambruk pun tak pernah direvitalisasi sehingga pengendara terpaksa melewati sebuah sungai kecil.
Jarak antara Desa Mengkang dan Mopusi yang sesungguhnya relatif pendek jadi terasa sangat jauh. Pengendara harus melaju perlahan dan penuh kehati-hatian agar tak terjerembap. Butuh sekitar 30 menit untuk melaluinya. Akibatnya, Desa Mengkang yang sesungguhnya tak berada di pelosok terasa sangat terpencil.
Rizky Kobandaha (23), warga Dusun II Desa Mengkang, mengatakan, berangkat ke sekolah menjadi perjuangan tersendiri baginya dan orangtuanya semasa SMP. Ia tak punya pilihan karena SMP Negeri Satu Atap di Mengkang telah lama ditutup sehingga semua siswanya disatukan di SMPN 4 Lolayan di Desa Mopusi.
Alhasil, ia sering terlambat ke sekolah karena orangtuanya mengutamakan selamat. ”Kalau naik kendaraan memang mesti pelan-pelan, tidak boleh ngebut. Pasti jatuh lewat jalan rusak begini,” ujar pemuda yang sehari-hari berkebun itu.
Mudah-mudahan jalan ini cepat diperbaiki.
Kondisi jalan itu juga membuat biaya logistik di Mengkang menjadi mahal. Iswanto (42), seorang sopir yang menggunakan mobil pikap untuk membuka angkutan serba guna di rute Mengkang-Kopandakan, terpaksa menetapkan tarif Rp 15.000 per orang untuk sekali jalan satu arah.
”Kalau (jalan) bagus, paling cuma Rp 10.000-Rp 12.000,” ujar Iswanto yang menjadi satu dari segelintir orang yang mau membuka jasa angkutan di desa itu. Saingan utamanya hanya angkutan perintis desa.
Tarif tersebut juga ia perlukan untuk mengatasi kerusakan pada kendaraan yang sangat jamak terjadi, terutama di bagian laher alias bantalan roda pada sumbu. ”Mudah-mudahan jalan ini cepat diperbaiki, karena banyak masyarakat yang pakai jalan ini, bukan orang Mengkang saja,” tambahnya.
Musyawarah tak berbuah
Pemerintah desa sebenarnya tidak tinggal diam. Jalan di gang-gang desa telah dipaving dengan pembiayaan dana desa. Namun, jalan utama tetap terjal berbatu karena ruas tersebut merupakan kewenangan pemkab.
Kepala Urusan Pemerintahan Desa Mengkang Sutami Kunsi (46) mengatakan, masalah ini selalu dibawa dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa, kecamatan, hingga kabupaten setiap tahun, tetapi tak pernah membuahkan hasil positif.
Baca juga: Jalan Akses Suaka Maleo Tambun Rusak Parah
Ditambah lagi, jalan akses 5 kilometer antara Mopusi dan Mengkang tak bisa segera dibuat karena masalah pembebasan lahan. Perkebunan kelapa di kanan dan kiri membuat lebar jalan tak memenuhi syarat minimal, yaitu 8 meter.
Maka, Sutami hanya bisa prihatin karena warga berhadapan dengan risiko kecelakaan setiap hari. Sebagai perangkat desa, ia juga sudah pernah mengalami kecelakaan.
Di samping itu, kondisi jalan itu membuat perekonomian agraris desa selalu lesu. ”Di Desa Mengkang ini penduduknya kurang, tetapi masyarakat penggarap (kebun) banyak. Penghasilan dari pertanian saya rasa luar biasa, tetapi jalannya belum memadai,” ujar Sutami, merujuk pada 38 hektar sawah dan 400-an hektar perkebunan di Mengkang.
Sangadi Desa Mengkang Lam Makalalag (56) pun tak segan menyebut desa yang ia pimpin belum sepenuhnya merdeka. ”Kemerdekaan terakhir yang kami nantikan adalah jalan. Air bersih dan listrik sudah ada, tinggal jalan. Mungkin karena persoalan dana, baru sebagian yang bisa direalisasikan pemkab,” ujar Lam.
Dana. Kami kekurangan dana.
Di lain pihak, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bolaang Mongondow Channy Wayong mengatakan, hanya ada satu masalah yang menghambat pembangunan jalan di Mengkang. “Dana. Kami kekurangan dana,” ujarnya lugas.
Sebagai gambaran, anggaran belanja dalam APBD Bolaang Mongondow tahun ini sekitar Rp 1,1 triliun. Namun, hanya 10 persen yang bisa dianggarkan untuk segala jenis infrastruktur. Sebanyak 60 persen dialokasikan untuk belanja pegawai, 20 persen untuk pendidikan, dan 10 persen kesehatan.
Pada saat yang sama, terdapat 584 ruas jalan sepanjang 707,04 kilometer yang menjadi tanggung jawab pemkab. Karena itu, tahun ini hanya 31 ruas jalan dengan total panjang sekitar 15 km yang bisa digarap pemkab. Ruas jalan Mopusi-Mengkang salah satunya, tetapi hanya terbatas pada pemeliharaan jalan yang sudah ada dengan dana Rp 909,24 juta.
Channy pun menegaskan, Mengkang bukan satu-satunya desa yang menderita jalan rusak. ”Capaian jalan kabupaten kami yang mantap itu baru 69 persen, artinya jalan bagus atau rusak ringan. Jadi, ini permasalahan yang luas, enggak di situ (Mengkang) aja,” katanya.
Baca juga: Saking Kayanya, Warga Desa Mengkang Tak Pernah Menutup Keran Air
Dalam keadaan ini, Dinas PUPR Bolaang Mongondow tetap meneruskan pembuatan dan pemeliharaan jalan sekalipun cakupan di satu ruas hanya di kisaran 400-700 meter. Pihaknya pun bersiasat mencari bantuan dari Pemprov Sulut hingga pemerintah pusat. ”Kabupaten enggak bisa dibangun dengan APBD saja,” katanya.
Channy berharap, pembangunan di Bolaang Mongondow segera ditopang investasi swasta. Apabila Kawasan Industri Mongondow di Kecamatan Lolak jadi dan mulai beroperasi, ia yakin pendapatan daerah meningkat sehingga infrastruktur tak lagi terbengkalai.
Sementara menunggu itu semua terwujud, Taslim dan semua warga Desa Mengkang tetap berhati-hati kala berkendara di jalan. Jangan sampai ada lagi yang berangkat dengan gigi utuh, kemudian ompong saat pulang.