Insiden Penolakan Difabel Naik KRL Yogyakarta-Solo Mesti Jadi Pelajaran
Seorang penyandang difabel pengguna kursi roda ditolak petugas saat akan menaiki Kereta Rel Listrik Yogyakarta–Solo. Insiden itu mesti dijadikan pelajaran agar pelayanan transportasi umum lebih ramah bagi difabel.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Perjalanan KRL Solo-Yogyakarta dari Stasiun Solobalapan, Surakarta, Jawa Tengah, menuju Stasiun Yogyakarta, DIY, Senin (14/3/2022).
SURAKARTA, KOMPAS – Seorang penyandang difabel pengguna kursi roda ditolak petugas saat akan menaiki Kereta Rel Listrik (KRL) Yogyakarta-Solo, di Stasiun Solobalapan, Kota Surakarta, Jawa Tengah. PT Kereta Commuter Indonesia telah meminta maaf kepada penyandang difabel tersebut. Peristiwa itu mesti dijadikan pelajaran agar pelayanan transportasi umum lebih ramah bagi warga berkebutuhan khusus.
Peristiwa tersebut terungkap dari unggahan video akun media sosial Instagram @mlampahsolo, yang diunggah pada 25 Juli 2022. Dalam video itu, dua petugas menanyai seorang penyandang difabel pengguna kursi roda bernama Ilham. Petugas menjelaskan, Ilham tak bisa naik kereta karena jenis kursi rodanya berbeda. Kursi roda itu berukuran lebih panjang dibandingkan kursi roda pada umumnya karena penggeraknya kayuhan kaki.
Namun, penolakan itu menjadi aneh karena Ilham berangkat menuju Kota Surakarta dengan kursi roda yang sama dengan KRL Yogyakarta–Solo tersebut. Dalam keterangan tertulis, PT KCI menyebutkan, Ilham naik kereta dari Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta. Di sana, ia justru mendapat bantuan petugas.
”Kemarin (Senin, 1/8/2022), kami sudah bertemu dan menyampaikan permohonan maaf kepada teman disabilitas yang ada di video tersebut. Alhamdulilah, beliau bersedia menemui kami,” kata Senior Manager Area VI Yogyakarta PT KCI Adly Hakim Nasution, seusai audiensi dengan Tim Advokasi Difabel Kota Surakarta, di Kota Surakarta, Selasa (2/8/2022).
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Penumpang menunggu kedatangan KRL Solo-Yogyakarta, di Stasiun Solobalapan, Kota Surakarta, Jateng, Senin (14/3/2022).
Atas peristiwa tersebut, Adly mengaku pihaknya telah banyak belajar. Terdapat banyak ragam disabilitas yang pemenuhan kebutuhannya berbeda-beda juga. Pihaknya menyatakan bakal mengembangkan pelayanan yang semakin ramah lagi bagi para penyandang disabilitas. Petugas lapangan juga bakal diberi pemahaman lebih untuk memberikan pelayanan maksimal bagi kelompok tersebut.
”Peristiwa kemarin kami sesalkan bersama dan jadi bahan perbaikan. Juga hal-hal pengembangan fasilitas pelayanan stasiun akan kami lakukan. Yang terpenting, meningkatkan soft skill dan pemahaman kami agar petugas bisa lebih sensitif dan proaktif dalam melayani pengguna kami dari disabilitas,” kata Adly.
Sebenarnya, jelas Adly, KRL sudah mempunyai standar prosedur operasional tertentu yang harus dipenuhi. Pembinaan pun diberikan secara rutin kepada petugas setiap bulan. Namun, materi pembinaannya lebih pada hal-hal yang bersifat umum, seperti perubahan layanan kereta. Menurut dia, pemahaman mengenai sensitivitas pada penyandang disabilitas memerlukan pelatihan khusus.
Lebih lanjut, Adly menyampaikan, pihaknya terbuka akan masukan dari penyandang disabilitas. Sejak awal membuka layanan KRL Yogyakarta–Solo, masyarakat dilibatkan dalam uji coba layanannya. Cara itu dipilih agar pelayanan kereta bisa benar-benar menyesuaikan kebutuhan masyarakat.
”Ini supaya memperoleh feedback. Apa saja yang perlu di-improve dan ditingkatkan. Itu bisa kita ambil pelajaran untuk diadopsi peraturannya. Kadang sebagai operator, kami lebih menyediakan yang sesuai standarnya,” ujar Adly.
Ketua Harian Tim Advokasi Difabel Surakarta Sri Sudarti menegaskan, operator kereta wajib menyediakan standar prosedur operasional dalam menjalankan layanannya. Standar operasional tersebut mesti memenuhi semua kalangan masyarakat, tak terkecuali para penyandang difabel.
Di sisi lain, lanjut Sudarti, pembuatan standar operasional saja tidak cukup. Aturan pelayanan yang sudah ada harus diterapkan secara penuh. Para petugas juga perlu didorong agar lebih peka dengan penumpang difabel lewat pembinaan yang intens. Sebab, dari video yang beredar, menurut dia, petugas menyampaikan informasi kepada penumpang difabel secara tidak sensitif.
”Memang, kami meminta agar secara intens ada pelatihan sensitivitas atau kepekaan bagi semua petugas. Para petugas itu, kan, diacak jadwal jaganya. Kalau pelatihan intens, saya kira petugas akan paham,” ungkap Sudarti.