Berkat Pembaca ”Kompas”, Mereka Kini Bisa Melihat Lebih Baik Lagi
Ratusan pasien katarak di Lombok Timur, NTB, kini bisa melihat lebih baik. Hal itu setelah mereka mendapat operasi katarak gratis dari bantuan pembaca harian ”Kompas”.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·6 menit baca
Ratusan warga pasien katarak di Lombok Timur bisa mendapatkan operasi secara gratis di Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumah Sakit Umum Daerah Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tidak hanya menuntaskan penantian panjang mereka, operasi itu juga kini membuat pasien yang didominasi warga lanjut usia itu, bisa mendapatkan kesempatan melihat lebih baik lagi.
Wildan (61) tampak lelah. Maka, ia memilih tidur di tengah riuh pasien lain dan keluarga masing-masing yang pada Minggu (31/7/2022) siang itu berkumpul di bawah tenda di belakang gedung UPTD RSUD Lombok Timur.
Sejak pagi, Wildan harus berkumpul di Puskemas Suela bersama 30 warga lain. Lalu mereka dibawa ke UPTD RSUD Lombok Timur untuk operasi. Begitu sampai, ia harus mengantre menunggu giliran untuk mengikuti pemeriksaan sebagai syarat mengikuti operasi.
Setelah dipastikan aman, Wildan didampingi petugas diantar ke ruang tunggu operasi oleh tim dari Rumah Sakit Mata Provinsi NTB. Setelah itu, dengan mata sebelah kiri ditutup perban, Wildan dibawa petugas ke luar dan berkumpul di area peninjauan bersama pasien lain yang sudah selesai operasi.
Tapi rasa lelah itu, menurut Wildan, terbayar oleh apa yang kini ia rasakan. Setelah setahun lebih, ia bisa melihat lebih jelas sekelilingnya. Termasuk Eli Ismayani (31), putrinya, yang datang menemaninya. ”Bapak dulu sopir truk. Tapi satu tahun setengah terkena katarak di kedua mata. Sejak saat itu, dia berhenti total menyetir. Keluarga juga melarang,” tutur Eli.
Selama menderita katarak, selain tidak bisa melihat dengan jelas, Wildan juga terus mengeluh sakit kepala. Keluarga juga tidak mampu membiayai operasi. Saat terpilih sebagai salah satu penerima bantuan operasi katarak gratis, Wildan sangat bersemangat.
”Bapak merasa senang juga terharu. Pokoknya campur aduk. Beliau sangat antusias. Lima hari terakhir, dia terus membahas operasi saking tidak sabarnya,” kata Eli, yang sehari-hari menjadi guru taman kanak-kanak.
Eli berharap, setelah operasi mata kiri, ayahnya juga bisa mendapat operasi gratis untuk mata kanan dalam waktu dekat sehingga ia bisa melihat kembali dengan normal. ”Kalau operasi sendiri, harganya terlalu mahal. Jadi berharap ada bantuan lagi dari pemerintah atau pihak terkait,” kata Eli.
Ratnasih (70) juga harus naik ambulans dan menempuh perjalanan sekitar 45 kilometer dari rumahnya di Labuan Lombok untuk operasi. Tetapi perjalanan itu, kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai petani tersebut, rela dia tempuh demi bisa melihat keluarganya lebih jelas.
Sejak enak tahun terakhir, Ratnasih menderita katarak pada kedua matanya. Mata kanannya sudah dioperasi beberapa tahu lalu. Ia sudah bisa melihat, tetapi tidak sepenuhnya karena mata kirinya masih katarak.
Keinginan besarnya untuk melihat normal membuat keluarga Ratnasih sempat berencana berobat ke Selong dengan biaya sendiri. Tetapi sebelum itu, ia mendapat panggilan dari Puskemas Labuan Lombok. Dari pemeriksaan, ia layak untuk mendapatkan operasi katarak gratis.
”Semoga setelah ini bisa melihat dan mengaji lebih jelas lagi,” kata Ratnasih.
Wildan dan Ratnasih adalah dua dari sedikitnya 300 warga Lombok Timur yang mendapatkan operasi katarak gratis di UPTD RSUD Lombok Timur pada 31 Juli-1 Agustus 2022. Kegiatan dalam rangka Peringatan Hari Anak Nasional 2022 diselenggarakan Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas bersama Kementerian Sosial didanai donasi pembaca harian Kompas.
Terkendala biaya
Sebagian besar warga yang mengikuti operasi mengaku tidak bisa operasi lebih cepat karena terkendala biaya. Dedy Iskandar (29) asal Kecamatan Sakra yang mendampingi ayahnya untuk operasi kedua mengatakan, operasi pertama dilakukan pada 2018.
”Saat itu operasi mata kiri. Pakai BPJS Kesehatan. Setelah itu, tidak bisa lagi operasi karena kami tidak sanggup membayar iuran bulanan BPJS Kesehatan. Sebagai petani, untuk sehari-hari saja susah,”kata Dedy.
Direktur Rumah Sakit Mata Provinsi NTB dr Sriana Wulansari mengatakan, berdasarkan Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) atau survei cepat untuk gangguan penglihatan di NTB pada 2014, diperoleh jika halangan terbesar masyarakat untuk operasi katarak adalah biaya.
”Tidak semua masyarakat mampu membayar BPJS (Kesehatan). Selain itu, sistem BPJS yakni rujukan berjenjang menyulitkan mereka. Termasuk ketidaktahuan yang melihat katarak sebagai hal biasa pada orang tua, padahal itu salah,” kata Wulan.
Kendala lain, kata Wulan, ada masyarakat takut. Tetapi pihaknya terus menyosialisasikan ke masyarakat bahwa operasi katarak sangat sederhana dan tidak perlu ditakuti.
”Sekarang, syukur masyarakat mulai mengetahui operasi katarak sangat sederhana. Sepanjang tidak ada penyakit lain, mereka bisa melihat kembali.Selain itu, operasi tidak perlu nginap. Datang operasi, sekitar lima belas menit pulang dan tetapi kami kontrol,” kata Wulan.
Oleh karena itu, Wulan sangat mengapresiasi bantuan dari berbagai pihak untuk melaksanakan operasi katarak gratis. Termasuk dari pembaca harian Kompas yang sudah beberapa kali bekerja sama dengan pihak Rumah Sakit Mata Provinsi NTB untuk operasi katarak gratis di wilayah tersebut.
”Kita berharap, hasil operasinya baik. Lalu masyarakat bisa beraktivitas, beribadah, dan mencari nafkah kembali,” kata Wulan.
Menurut Wulan, NTB termasuk wilayah dengan angka kebutaan yang cukup tinggi, yakni 4 persen dari total warga berusia 50 tahun ke atas di wilayah tersebut. Lebih tinggi dari angka nasional, yakni 3 persen.
Jika total penduduk NTB 5 juta orang, sekitar 15 persen atau 750.000 orang adalah warga usia di atas 50 tahun. Dari jumlah warga itu, sekitar 30 persen atau 30.000 orang mengalami kebutaan. Sebanyak 78 persen atau sekitar 23.000 dari total kebutaan itu karena katarak.
Di Indonesia, kata Wulan, usia 40 ke atas sudah bisa menderita katarak. Lebih awal dari negara lain. Hal itu karena Indonesia berada di garis khatulistiwa dengan kepulauan sehingga paparan sinar ultraviolet lebih tinggi.
”Katarak ini degenerasi. Tetapi bisa dimundurkan dengan cara mengurangi paparan sinar matahari, misalnya pakai kacamata atau topi untuk nelayan atau petani. Juga banyak mengonsumsi makanan sehat,” kata Wulan.
Wulan mengatakan, berbagai upaya terus dilakukan di NTB. Selain sosialisasi dan operasi gratis, juga terus menambah jumlah dokter mata di NTB yang saat ini berjumlah 25 orang. Selain itu, mereka juga sudah menuju subspesialis sehingga Rumah Sakit Mata Provinsi NTB bisa menangani semua kasus tanpa harus merujuk pasien keluar NTB.
Direktur Yayasan DKK Antonius Tomy Trinugroho, yang juga Wakil Redaktur Pelaksana Harian Kompas, mengatakan, DKK melihat NTB sebagai salah satu daerah dengan penderita katarak yang besar. Di samping itu, antusiasmenya juga tinggi.
”DKK sudah sering mengadakan operasi katarak dengan donasi dari pembaca harian Kompas. Harapannya, lewat kegiatan ini bisa membantu masyarakat yang mengalami gangguan penglihatan,” kata Tomy.
Menteri Sosial Tri Rismaharini, yang meninjau jalannya operasi katarak di Lombok Timur, mengatakan, operasi katarak sangat ditunggu oleh masyarakat. Tidak hanya di NTB, tetapi juga berbagai tempat di Indonesia. Oleh karena itu, Kementerian Sosial akan terus mengadakan operasi katarak gratis dengan menggandeng berbagai pihak.