Ketika Kapolri Berjumpa Kiai dan Santri di Buntet Pesantren
Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengunjungi Pondok Buntet Pesantren di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kapolri mengingatkan ancaman radikalisme hingga perpecahan akibat pemilu.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·5 menit baca
Radikalisme hingga perpecahan pada kontestasi 2024 mengancam persatuan bangsa. Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pun mengajak santri hingga kiai di Pondok Buntet Pesantren di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, untuk terus berjuang menjaga keutuhan negeri ini.
Langit sudah gelap di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Selasa (26/7/2022). Namun, ribuan orang masih memadati lapangan Pondok Buntet Pesantren. Para santri, bu nyai, kiai, dan Kapolri bersila. Polisi berpangkat bintang berbaur dengan warga yang sarungan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Tidak sedikit yang rela berdiri berjam-jam karena tak kebagian tempat. Bahkan, beberapa di antaranya duduk di atas jalan desa beralas karpet sembari menonton dari layar tancap. Ada juga yang berdiri di atas sepeda motor. Pedagang kaki lima tumpah ruah, berharap berkah hadirin.
Beginilah suasana acara ”Doa Polri untuk Negeri, Pesantren Kawal NKRI” dalam rangka Haul Almarhumin, Sesepuh, dan Warga Pondok Buntet Pesantren. Meski dijaga personel bersenjata laras panjang dan rompi antipeluru, kegiatan itu berlangsung cair dan diselingi tawa.
”Yang menjadi aneh malam hari ini, ibu-ibu nyai pada hadir. Padahal, kalau di rumah, pada batuk semua itu. (Mereka) saking pengin tahu Kapolri. Katanya, ganteng. Tapi, gantengnya enggak kalah dengan saya,” ujar sesepuh Pondok Buntet Pesantren KH Adib Rofiuddin.
Kapolri Sigit yang duduk di samping KH Adib pun tersenyum sembari menundukkan kepala. Para hadirin juga tertawa dan bertepuk tangan. Namun, suasana sontak berganti ketika ”Indonesia Raya”, mars Nahlatul Ulama ”Syubbanul Wathon”, serta salawat berlirik perjuangan menggema.
”Indonesia kebangsaan kami. Indonesia kebanggaan kami. Indonesia jantung hati kami. Akan ku bela sampai mati” demikian cuplikan selawat berpadu lirik tentang NKRI. Lautan massa mengibarkan bendera kecil Merah Putih di tangan mereka. Tabuhan gendang turut mengiringi.
Khoirul Umam (22), salah seorang santri, semangat memukul rebana, seakan membunyikan genderang perang perlawanan terhadap apa pun yang mengancam NKRI. ”Di sini, cinta Tanah Air dan toleransi itu diajarin di sekolah. Jadi, sudah biasa. Buntet asyik,” kata warga Bekasi ini.
Di Buntet, cinta Tanah Air termasuk dalam mata pelajaran ke-NU-an. Berasal dari berbagai daerah dan berbeda usia, ribuan santri di Buntet belajar saling menghargai. ”Di rampak genjring saja anggotanya 250 orang. Tapi, santai aja,” ucap Umam yang masuk dalam grup rebana itu.
Saat haul, Buntet ramai dikunjungi banyak orang dari berbagai latar belakang. Bahkan, hampir setiap haul, barongsai yang merupakan budaya Tionghoa dipentaskan bersamaan dengan khitanan massal di Buntet. Masyarakat pun selalu menanti pertunjukan tersebut.
”Jadi, kalau enggak ada barongsai, masyarakatnya kecewa. Kita pernah satu kali terkendala menghadirkan barongsai. Itu kena protes warga,” ujar Akhmad Rofahan, pengajar di Buntet yang juga pernah menjadi panitia haul.
Pancasila
Bagi Kapolri Sigit, Pondok Buntet Pesantren merupakan contoh praksis menjaga Pancasila di tengah ancaman radikalisme. ”Ideologi Pancasila itu kesepakatan yang final, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Banyak (kelompok) berkembang yang mau meninggalkan Pancasila,” ujarnya.
Baru-baru ini, muncul kelompok Khilafatul Muslimin yang dinilai anti-Pancasila. Polisi pun menangkap pemimpinnya. Polisi juga meringkus 178 anggota Jamaah Islamiyah sepanjang 2021. Putusan pengadilan menetapkan organisasi ini terlarang karena ingin mengganti dasar negara.
Radikalisme, paham yang menghendaki perubahan atau perombakan besar-besaran, mendasar, bahkan dengan kekerasan, juga sudah mewujud di Indonesia, termasuk di Cirebon. Pada April 2011, misalnya, bom meledak di Masjid Adz-Zikro, Markas Kepolisian Resor Cirebon Kota.
Oleh karena itu, Kapolri meminta berbagai pihak di Cirebon agar terus menjaga Pancasila seperti yang terucap dalam Deklarasi Pesantren Kawal NKRI malam itu. ”Kami mohon bantuan agar kaki dan tangan kami yang tidak menjangkau (warga) bisa disentuh oleh ulama,” ujarnya.
Menurut Kapolri, nilai menjaga persatuan meski berbeda suku dan agama dalam Pancasila membuat negeri ini tidak jatuh dalam konflik berkepanjangan seperti beberapa negara di Timur Tengah. ”Kekuatan ini tidak dimiliki seluruh negara dan hanya ada di NKRI,” ungkapnya.
Kapolri juga mengingatkan agar masyarakat tidak terbelah akibat kontestasi Pemilu 2024. ”Indonesia dulu dipandang ramah. Tapi, sudah berubah gara-gara Pemilu 2019. Banyak hate speech (ujaran kebencian), politik pecah belah. Itu masih kita rasakan sekarang,” ungkapnya.
Ia mencontohkan, seorang teman dan keluarga akhirnya tidak saling sapa setelah pemilu. Media sosial disesaki hoaks, ujaran kebencian, dan upaya menjatuhkan kelompok lainnya. Indahnya keberagaman berganti muramnya permusuhan. Polarisasi itu, lanjutnya, tak boleh terulang.
Kapolri meminta seluruh elemen bangsa mewariskan persatuan untuk generasi muda sehingga Indonesia 2045 mencapai masa emas. Masyarakatnya pun bakal sejahtera. ”Tapi, kalau dimulai dengan perpecahan. Yang ada malah kehancuran. Ini yang harus selalu diingatkan,” katanya.
KH Adib juga mengakui, ”aroma” pemilu mulai terasa. Selepas Lebaran bulan Mei lalu, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto datang ke Buntet. Awal Juli, giliran Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Ketua DPR RI Puan Maharani.
”Kemarin, utusannya Pak Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem datang). Mungkin minggu depan lagi Muhaimin (Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa), dan siapa lagi lah pokoknya,” ujar KH Adib. Berbagai silaturahmi itu, lanjutnya, tidak terkait dengan politik praktis 2024.
KH Adib menuturkan, kedatangan para elite politik itu untuk membahas persatuan bangsa. Kepada Puan Maharani, misalnya, ia menitipkan ketenteraman dan kesejahteraan rakyat. Ia juga berharap anak Megawati Soekarnoputri itu dapat amanah menjalankan tugasnya.
Di tengah ancaman radikalisme hingga perpecahan, Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Buntet Pesantren KH Salman Al-Farisi menilai kedekatan pesantren dan polisi bisa menjaga keutuhan bangsa. ”Kedatangan Pak Kapolri malam ini jadi bukti,” ucapnya.
Buntet, pesantren yang dirintis Mbah Muqoyyim sekitar tahun 1750, juga kukuh mengedepankan cinta Tanah Air. Pada 10 November 1945, atas perintah Kiai Abbas, sesepuh Buntet kala itu, para santri ikut berjuang ke Surabaya demi mempertahankan kemerdekaan republik ini.
Jika puluhan tahun lalu, santri hingga kiai di Buntet bersama polisi melawan penjajah, kini mereka harus menghadapi masalah tak kalah pelik. Pemilu 2024 bakal menjadi ujian bagi kedua elemen bangsa ini untuk menjaga keutuhan bangsa dan mencegah perpecahan.