Tiga Orang Laporkan Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UHO, Kampus Didesak Jatuhkan Sanksi Berat
Dua mahasiswi dan seorang anggota staf melaporkan kasus kekerasan seksual oleh seorang guru besar di Universitas Halu Oleo. Pihak kampus didesak menjatuhkan sanksi berat dan memberikan pendampingan ke korban.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Laporan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang guru besar di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara, terus bertambah. Pihak kampus didesak menjatuhkan sanksi berat dan memberikan pendampingan kepada korban. Namun, sidang etik yang dilakukan oleh pihak kampus hanya merekomendasikan sanksi sedang.
Kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi di lingkup Kampus UHO mulai terungkap sejak adanya laporan pada pekan lalu. Seorang mahasiswi melaporkan seorang guru besar atas tindakan kekerasan seksual ke pihak kampus, dan telah meneruskan laporan ke pihak kepolisian. Kekerasan seksual yang dialami ini terjadi di kediaman dosen tersebut saat mahasiswi dipanggil untuk mengerjakan tugas.
Wakil Rektor III UHO Nur Arafah menyampaikan, setelah laporan seorang mahasiswi tersebut, saat ini total ada tiga laporan yang telah diterima. Dua laporan tambahan adalah satu laporan tertulis dari mahasiswi lain dan satu laporan lisan dari seorang anggota staf.
Jadi total sejauh ini laporannya ada dua yang tertulis dan satu laporan lisan. Semuanya untuk orang yang sama dan kejadian yang sepertinya serupa. Untuk laporan pertama kampus telah bergerak cepat dengan melakukan sidang etik beberapa hari lalu.
”Jadi total sejauh ini laporannya ada dua yang tertulis dan satu laporan lisan. Semuanya untuk orang yang sama dan kejadian yang sepertinya serupa. Untuk laporan pertama kampus telah bergerak cepat dengan melakukan sidang etik beberapa hari lalu,” ujar Nur Arafah seusai menerima aksi mahasiswa atas kejadian ini, di rektorat UHO, Jumat (29/7/2022).
Sejauh ini, ia melanjutkan, pihak kampus telah mengambil sejumlah langkah penanganan dugaan pelecehan seksual yang terjadi. Mulai dari mengunjungi korban hingga menawarkan bantuan pendampingan psikologis.
Hanya saja, tim pendamping belum juga bekerja hingga saat ini. Arafah beralasan, pihak keluarga belum memberikan persetujuan untuk didatangi oleh pendamping atau psikolog kampus. Saat ditanya terkait pendamping yang telah disiapkan, ia menjawab ada banyak dosen psikologi di UHO tanpa menyebutkan pihak yang telah ditunjuk sebagai pendamping.
Selain itu, ia menambahkan, pihak kampus juga telah melakukan sidang etik terhadap oknum dosen tersebut beberapa hari sebelumnya. Hasil sidang etik telah diberikan ke Rektor UHO yang akan memberikan putusan nantinya.
Ketua Dewan Kode Etik dan Disiplin UHO La Iru menyampaikan, sidang etik yang telah dilakukan menyatakan adanya pelanggaran yang ditemukan. Pelanggaran etik tersebut khususnya terkait sejumlah hal, salah satunya adalah memanggil mahasiswa ke rumah.
”Kami berpatokan pada SOP dan kami hanya menilai kode etik dan disiplinnya. Di situ ditemukan pelanggaran. Bahwa dosen tersebut memanggil ke rumah untuk mengerjakan tugas kampus. Untuk ranah pelecehan seksual, dewan etik beralasan tidak mau memberikan penilaian karena bukan ranah kami dan saat ini telah berproses di kepolisian,” kata La Iru.
Saat didesak mengapa tindakan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan tidak menjadi pertimbangan, La Iru beralasan hal tersebut adalah ranah pidana dan bukan bagian dari etik. Ia tidak mampu menjawab saat ditanya dasar aturan ataupun standar yang berlaku.
”Tunggu Senin saja. Akan ada penjelasannya semua,” ucapnya.
Pada Jumat siang, puluhan mahasiswa dari Koalisi Anti-Kekerasan Seksual melakukan aksi di rektorat UHO. Mereka menuntut agar pihak kampus mengambil langkah tepat serta selalu berpihak kepada korban.
Ecy Pitriani Sulastri, salah satu koordinator aksi, menyampaikan, aliansi mahasiswa ini mendesak agar Rektor UHO mengambil langkah tegas terhadap oknum yang terbukti melanggar aturan. Sebab, tindakan oknum dosen yang notabene juga guru besar tersebut telah mencederai marwah kampus yang merupakan tempat untuk belajar dan melindungi mahasiswa.
”Kami juga mendesak agar kampus memberikan pendampingan dan pemulihan kondisi psikologis korban. Pihak kampus juga dituntut segea membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang belum ada sampai saat ini,” katanya.
Pengacara terlapor, Fatahillah, mengungkapkan, sejauh ini kliennya yang menjadi terlapor dari aduan ini menyangkal adanya perbuatan yang dilaporkan oleh mahasiswi tersebut. Dalam pemeriksaan kepolisian, hal yang sama telah disampaikan kepada para penyidik yang mengambil keterangan.
Ia menceritakan, dalam kejadian yang dilaporkan tersebut, pelapor tidak hanya berdua dengan sang dosen. Akan tetapi, ada rekan pelapor yang juga datang. Dalam perjalanannya, rekan pelapor tersebut diminta keluar membeli makan oleh sang dosen.
”Itu jarak antara rekan pelapor keluar dan klien kami hanya beberapa saat. Dan, kalau melihat lokasi rumahnya, tidak mungkin hal tersebut terjadi di situ. Jadi, klien kami menyangkal adanya kejadian tersebut. Tapi, kami serahkan semua ke pihak kepolisian tentunya,” tambahnya.
Atas laporan ini, Fatahillah melanjutkan, pihaknya akan melakukan laporan balik terhadap sejumlah pihak. Pelaporan ke kepolisian akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan.
”Siapa saja tentu bisa melapor jika merasa ada dugaan pidana. Tapi, tentu ada konsekuensi juga dari laporan itu bahwa terlapor bisa melapor balik,” tutupnya.