Masih Buron, Kopral Dua Muslimin Terancam Dipecat
Kopral Dua Muslimin yang menjadi dalang penembakan terhadap istrinya di Kota Semarang, Jawa Tengah, terancam dipecat. Muslimin yang menghilang setelah penembakan itu masih diburu petugas gabungan.
SEMARANG, KOMPAS — Kopral Dua Muslimin yang menjadi otak percobaan pembunuhan terhadap istrinya di Kota Semarang, Jawa Tengah, masih terus diburu oleh tim gabungan dari Detasemen Polisi Militer dan Polri. Jika terbukti bersalah, Muslimin yang kabur setelah memerintahkan penembakan itu terancam dipecat.
Penembakan itu terjadi kepada istri Muslimin, Rina Wulandari (34), di depan rumah mereka di Kelurahan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Senin (18/7/2022) siang. Saat ditembak, Rina sedang berkendara sepulang dari menjemput anak pertamanya di sebuah sekolah dasar di wilayah Banyumanik.
Rina ditembak oleh orang suruhan suaminya di bagian perut. Ia selamat, tetapi menderita luka berat pada bagian perut kiri. Kini, Rina sedang menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang.
Setelah penembakan, Muslimin melarikan diri. Hingga kini, prajurit yang sehari-hari berdinas di Batalyon Artileri Pertahanan Udara 15/Dahana Bhaladika Yudha, Semarang, itu belum diketahui keberadaanya. Sejak Selasa (19/7/2022), Muslimin dinyatakan tidak hadir tanpa izin atau THTI.
”Yang bersangkutan (Muslimin) belum tertangkap dan kami akan fokus untuk kejar sampai dapat sehingga dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Jika terbukti bersalah, yang bersangkutan pasti akan dipecat,” kata Komandan Komando Distrik Militer 0733/Semarang Letnan Kolonel (Inf) Honi Havana seusai konferensi pers di Kantor Polrestabes Semarang, Rabu (27/7/2022).
Baca juga : Janjikan Ratusan Juta ke Penembak Istrinya, Asal Harta Kopda Muslimin Ditelusuri
Berdasarkan pemeriksaan polisi, para tersangka mengaku tega berbuat keji karena dijanjikan upah yang menggiurkan oleh Muslimin, yakni uang tunai Rp 200 juta. Apabila tembakan itu berhasil membuat Rina meninggal, para pelaku akan mendapatkan bonus berupa satu mobil Toyota Yaris senilai Rp 200 juta.
Asal-usul uang ratusan juta yang digunakan Muslimin untuk membayar para pembunuh bayaran itu pun dipertanyakan sejumlah pihak. Sebab, jumlah uang itu dinilai sangat besar untuk ukuran tentara dengan pangkat kopral dua seperti Muslimin.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Anggota Tentara Nasional Indonesia, gaji pokok anggota TNI dengan pangkat kopral dua berkisar Rp 1.802.600 sampai Rp 2.783.900 per bulan. Jumlah itu belum termasuk tunjangan kinerja dan tunjangan lain-lain.
Jika terbukti bersalah, yang bersangkutan pasti akan dipecat (Komandan Komando Distrik Militer 0733/Semarang Letnan Kolonel (Inf) Honi Havana).
Saat dikonformasi, Honi mengaku tidak tahu-menahu terkait asal-usul uang yang dipakai Muslimin. Namun, Honi memastikan, setelah Muslimin ditemukan, penyelidikan juga akan difokuskan pada asal uang tersebut.
Honi juga tak mau banyak berkomentar saat ditanya terkait rekam jejak Muslimin di lingkungan TNI. Menurut dia, hal itu sedang ditelusuri. ”Sedang proses,” ujarnya singkat.
Perkenalan
Dalam konferensi pers, Rabu siang, lima tersangka yang terdiri dari eksekutor, joki yang memboncengkan eksekutor, dua pengawas lingkungan, dan pemasok senjata api dihadirkan. Mereka adalah Sugiono (34), Ponco (26), Supriyono (45), Agus (43), dan Dwi (37). Dari lima orang itu, hanya dua orang yang mengaku kenal dengan Muslimin, yaitu Agus dan Sugiono.
”Saya kenal dengan Bang Mus (Muslimin) sudah lama. Kenal sebagai teman mabuk dan nongkrong. Pacar saya juga kerja di tempat Bang Mus, jualan pulsa sama jualan nomor,” ucap Sugiono.
Ketika ditanya lebih lanjut, Sugiono memastikan bahwa nomor yang ia maksud adalah nomor togel. ”Benar, dia (Muslimin) jualan nomor togel,” tuturnya.
Sekitar sebulan sebelum penembakan, Muslimin bercerita kepada Sugiono bahwa ia ingin membunuh Rina. Muslimin meminta Sugiono yang membunuh Rina. Namun, Sugiono sempat menolak. Sugiono lalu menawarkan Muslimin untuk meminta bantuan kepada seorang temannya, yakni Agus.
Baca juga : Jadi Otak Penembakan, Tentara di Semarang Empat Kali Berupaya Bunuh Istrinya
Setelah diberi tahu Sugiono terkait keinginan Muslimin membunuh istrinya, Agus tertarik untuk ikut membantu. Agus yang sehari-hari tinggal di Magetan, Jawa Timur, itu kemudian datang ke rumah Muslimin untuk mendiskusikan rencana tersebut. Menurut Agus, diskusi terkait rencana itu dilakukan dengan cara bisik-bisik di salah satu ruangan di rumah Muslimin.
”Awalnya, saya menyarankan agar istrinya jangan langsung dibunuh, tetapi dibikin sakit pakai air kecubung. Lalu, Muslimin meminta saya mencari air kecubung. Namun, sudah tiga kali percobaan rencana itu gagal, Muslimin takut ketahuan istrinya,” ujar Agus.
Karena rencananya tak kunjung berhasil, Agus berniat kembali ke Magetan. Ia lantas meminta upah kepada Muslimin. Dari Muslimin, Agus menerima uang Rp 2 juta.
Ketika sampai di Magetan, Agus kembali dihubungi Sugiono. Saat itu, Agus diinstruksikan mencari senjata api. Awalnya, senjata api itu sebagai sarana untuk pura-pura merampok rumah Muslimin sekaligus membunuh Rina. Namun, rencana itu berubah menjadi penembakan.
Sugiono yang kala itu memegang senjata diminta Muslimin untuk menembak Rina. Berdasarkan instruksi Muslimin saat itu, Sugiono harus menembak Rina pada bagian kepala saat Rina dalam perjalanan berangkat menjemput anaknya dari sekolah. Perintah itu gagal dilaksanakan lantaran Sugiono yang berboncengan dengan Ponco kehilangan jejak.
Namun, beberapa saat kemudian, Rina dan anaknya terlihat di ujung gang menuju rumahnya. Supriyono dan Agus yang bertugas mengawasi lingkungan melapor kepada Sugiono dan Ponco. Tak pikir panjang, Ponco dan Sugiono yang mengendarai sepeda motor lalu memepet sepeda motor Rina. Setelah itu, Sugiono melepaskan tembakan sebanyak satu kali.
Muslimin yang turut mengawasi penembakan kemudian menelepon Sugiono. Ia marah karena Rina ternyata masih hidup. Muslimin kembali menginstruksikan agar Sugiono menembak mati Rina. Namun, tembakan kedua meleset karena Rina menghindar seraya memeluk anaknya yang baru dijemputnya itu.
”Setelah penembakan, kami kabur, tetapi kemudian saya ditelepon oleh Agus untuk mengambil uang di minimarket samping rumah sakit tempat istrinya (Muslimin) dirawat. Di sana, saya diberi uang tunai sejumlah Rp 120 juta oleh Muslimin. Katanya untuk bekal kabur dulu,” kata Sugiono.
Uang dari mertua
Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar mengatakan, uang sebesar Rp 120 juta itu didapatkan Muslimin dari ibu mertuanya atau ibu kandung Rina. Muslimin meminta uang tersebut dengan alasan untuk biaya pengobatan istrinya.
”Seusai kejadian itu, Muslimin meminta supaya salah satu orang yang sehari-hari bertugas memberi makan burung peliharaannya untuk meminta uang Rp 120 juta kepada mertua Muslimin. Alasannya untuk membayar biaya pengobatan istrinya, padahal uang itu untuk diberikan kepada para eksekutor,” tutur Irwan.
Muslimin lalu kembali meminta orang tersebut untuk meminta uang sebesar Rp 90 juta kepada ibu Rina. Ia beralasan, uang Rp 120 juta yang diberikan di awal tadi kurang. Namun, uang Rp 90 juta tersebut tidak dibayarkan ke rumah sakit untuk pengobatan istrinya, tetapi dibawa kabur.
Muslimin yang turut mengawasi proses penembakan kemudian menelepon Sugiono. Ia marah karena Rina ternyata masih hidup. Muslimin kembali menginstruksikan agar Sugiono menembak mati Rina.
Saat ayahnya menghilang dan ibunya dirawat akibat luka tembak, ketiga anak Muslimin dan Rina dirawat oleh orangtua Rina. Semuanya disebut dalam kondisi sehat, tetapi anak pertama Rina dan Muslimin yang turut menyaksikan penembakan itu masih trauma dan ketakuan untuk pergi ke sekolah. Hal itu memantik perhatian Pemerintah Kota Semarang untuk ikut membantu.
”Nantinya psikolog dari Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Seruni Kota Semarang yang akan mendampingi langsung. Selain itu, ada juga dari Dinas Pendidikan Kota Semarang untuk mengurus izin dan bisa memberikan rasa aman bagi anak di sekolahnya,” kata Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi.
PPT Seruni merupakan lembaga yang secara khusus dibentuk Pemerintah Kota Semarang untuk memfasilitasi pendampingan dan konseling kepada perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan. Selain PPT Seruni, tim dari Unit Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak Polrestabes Semarang juga akan membantu pemulihan trauma anak-anak korban.