Tiga WNA Terduga Spionase di Sebatik Tak Mengantongi Izin Tinggal yang Sesuai
Tiga warga negara asing diduga melakukan kegiatan spionase. Terdapat sekitar 15 foto markas militer di perbatasan yang diambil salah satu WNA tanpa izin atau diam-diam.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Dugaan spionase oleh tiga warga negara asing di Pulau Sebatik, perbatasan Kalimantan Utara-Malaysia, masih terus didalami. Selain itu, pihak imigrasi menilai mereka menyalahgunakan izin tinggal.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan Washington Saut Dompak menjelaskan, pihaknya sudah melakukan gelar perkara dengan penyidik kejaksaan. Dari sisi keimigrasian, ketiga WNA itu menyalahgunakan izin tinggal di Indonesia. Mereka hanya mengantongi izin wisata.
Mereka terdiri dari dua warga Malaysia, yakni Leo Bin Simon (39) dan Ho Jin Kiat (40), yang hanya mengantongi dokumen bebas visa kunjungan singkat. Adapun Jidong Bai (45), warga negara China, menggunakan visa kunjungan khusus wisata.
Padahal, dari pemeriksaan dan bukti foto-foto di gawai para WNA, mereka tengah melakukan survei pembangunan jembatan yang akan melintang dari Tawau, Malaysia, ke Pulau Sebatik wilayah Indonesia dan Pulau Sebatik bagian Malaysia. Untuk diketahui, Pulau Sebatik terbagi dua kekuasaan, yakni sebagian milik Indonesia dan sisanya dikuasai Malaysia.
”Seharusnya mereka ini perlu pendampingan dari pemerintah daerah atau pemerintah pusat untuk menyurvei. Sebab, kasus ini berbicara dua negara. Seharusnya visanya berupa visa kunjungan yang dijamin oleh pemda atau pihak BUMN agar mereka dapat melakukan kegiatan, bukan visa yang diambil secara gratis atau visa wisata,” tutur Washington saat dihubungi, Selasa (26/7/2022).
Mereka diduga melanggar Tindak Pidana Keimigrasian Pasal 122 Huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal itu berbunyi ”setiap orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya...”.
Jika terbukti, mereka terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 500 juta. Saat ini, pihak imigrasi sedang melengkapi dokumen untuk menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) untuk selanjutnya melimpahkan proses hukum ke kejaksaan.
Dugaan spionase
Semula, para WNA itu mengunjungi Pulau Sebatik bagian Indonesia dengan ditemani tiga warga negara Indonesia, yaitu seorang sopir dan dua penunjuk arah, Rabu (20/7). Dugaan spionase muncul tatkala mereka diperiksa oleh Satgas Marinir Ambalat XXVIII yang bertugas di pos perbatasan.
Komandan Kompi Satgas Marinir Ambalat XXVIII Kapten Marinir Andreas Parsaulian Manalu mengatakan, dari data yang ia himpun, para WNA itu sudah melewati pemeriksaan dokumen dan masuk ke Indonesia dari Malaysia melalui Pos Lintas Batas Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan. Kunjungan warga asing ke Sebatik sebenarnya lumrah saja. Namun, masuk dan memotret markas militer tanpa izin adalah kegiatan melanggar hukum.
Foto-foto Pos Satgas Marinir dan Pos TNI AL yang diambil secara sembunyi-sembunyi menjadi bukti adanya dugaan spionase.
Oleh karena itu, para WNA itu langsung diperiksa. Andreas menyebutkan, terdapat sekitar 15 foto markas militer di perbatasan yang diambil oleh salah satu WNA tersebut tanpa izin atau diam-diam.
”Mengambil dokumentasi atau foto di kompleks militer tanpa izin, apalagi WNA, itu yang menjadi dasar kami untuk menahan mereka. Foto-foto Pos Satgas Marinir dan Pos TNI AL yang diambil secara sembunyi-sembunyi menjadi bukti adanya dugaan spionase,” tutur Andreas.
Ketiga WNA itu saat ini ditahan di Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan selama 30 hari sambil terus diperiksa. Dugaan spionase oleh ketiganya masih terus didalami untuk mencari bukti-bukti lain. Kantor Imigrasi Kelas II Nunukan terus berkoordinasi dengan intelijen untuk menelisik dugaan spionase, termasuk mencari tahu apakah foto-foto pos militer yang diambil oleh para WNA itu sudah dikirim ke pihak lain.
”Kami sudah intens berkomunikasi dengan Densus 88 mengenai dugaan spionase. Kami juga tak putus koordinasi dengan TNI, BIN, ataupun instansi intelijen lain,” ujar Washington.
Adapun tiga warga Indonesia yang menemani para WNA tak ditahan. Mereka diharuskan untuk wajib lapor sambil terus dipantau pergerakan dan aktivitasnya.