Delapan Spesies Baru Palem Kipas Ditemukan di Pulau Papua
Tiga peneliti menemukan delapan spesies baru tanaman palem kipas dari Tanah Papua. Palem-paleman merupakan suku tumbuhan peringkat kedua di dunia yang paling bermanfaat bagi umat manusia.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Sebanyak delapan spesies tanaman palem kipas baru ditemukan di Papua, Papua Barat, dan Papua Niugini. Potensi besar palem kipas sebagai sumber ekonomi warga masih sangat terbuka dikembangkan dan dimanfaatkan.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah Papua Barat Charlie Heatubun saat dihubungi dari Jayapura, Sabtu (23/7/2022), mengatakan, penemuan ini hasil kolaborasinya dengan Anders Barfod dari Department of Biology Aarhus University, Denmark, dan William J Baker dari Royal Botanic Gardens Kew, Richmond, Surrey, Inggris.
Semua penemuan itu masuk dalam marga Licuala atau suku palem-paleman. Dengan penemuan ini, kini tercatat ada 25 spesies palem kipas.
Tercatat tujuh palem kipas ditemukan Charlie dan Anders. Palem itu diberi nama Licuala bakeri Barfod & Heatubun, Licuala bankae Barfod & Heatubun, Licuala coccinisedes Barfod & Heatubun, Licuala essigii Barfod & Heatubun, Licuala multibracteata Barfod & Heatubun, Licuala sandsiana Barfod & Heatubun,dan Licuala suprafolia Barfod & Heatubun. Tujuh spesies ini telah dipublikasikan dalam jurnal Phytotaxa volume 555 halaman 1-16 pada 19 Juli 2022.
Adapun satu spesies lainnya ditemukan Anders dan William, diberi nama Licuala heatubunii Barfod & WJ Baker. Spesies temuan Anders dan Wiliam ini dipublikasikan dalam jurnal Palms volume 66 halaman 69-71 edisi Juni 2022.
”Kebanyakan spesies baru palem kipas tersebut ditemukan di Papua Nuigini, seperti Milne Bay, Sungai Sepik, Pegunungan Bewani, Sungai Brown, dan Pulau Manus. Sementara di Tanah Papua, spesies baru palem kipas ditemukan di Teluk Wondama di Papua Barat dan Kampung Ayapo di Kabupaten Jayapura, Papua,” papar Charlie.
Charlie menambahkan, palem-paleman merupakan suku tumbuhan peringkat kedua di dunia yang paling bermanfaat bagi umat manusia, setelah rumput-rumputan. Dia mencontohkan sagu, kelapa, nibung, enau, rotan, dan nipah yang dimanfaatkan manusia untuk berbagai kebutuhan dalam kehidupan modern ataupun tradisional.
”Palem kipas memiliki ciri berupa perdu atau semak, dengan ukuran dari pendek sampai tinggi 2-5 meter dan diamater batang mencapai 7 sentimeter atau lebih. Biasanya tumbuh berumpun ataupun tunggal (soliter) dan kebanyakan tumbuh di dataran rendah sampai daerah pegunungan di hutan hujan tropis,” tutur Charlie, juga Guru Besar Botani Hutan Universitas Papua.
Ia menambahkan, palem berpotensi sebagai tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi. Sebab, banyak kolektor dari Eropa, Amerika Serikat, dan Australia berburu biji palem, khususnya yang berstatus endemik atau langka.
”Kami mendorong masyarakat adat agar memperbanyak anakan palem dan biji untuk dijual ke kolektor. Masyarakat juga bisa mengembangkan kawasan ekowisata palem yang juga menjadi pusat penelitian serta pendidikan bagi pelajar dan mahasiswa,” tambahnya.
Guru Besar Ilmu Biologi Universitas Indonesia Jatna Supriatna memaparkan, temuan spesies baru palem kipas sudah diprediksi. Di Papua terdapat 50 persen biodiversitas Indonesia. Temuan ini sangat penting dalam tonggak sejarah Indonesia yang sangat kaya keanekaragaman hayati.
”Biodiversitas di Papua melebihi pulau-pulau lainnya di Indonesia. Perlu ditingkatkan kegiatan eksplorasi untuk terus menemukan spesies baru sumber daya hayati dari Papua,” ujarnya.
Wakil Rektor III Universitas Papua Keliopas Krey gembira dan memberikan apresiasi bagi Charlie sebagai salah seorang yang ikut menemukan spesies baru tanaman palem kipas. Ia berharap penelitian di Tanah Papua terus rutin terlaksana. Masih banyak sumber daya hayati yang belum teridentifikasi dan dideskripsikan secara ilmiah.
”Kami berharap pemda setempat dapat memanfaatkan hasil riset yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Universitas Papua juga fokus mengembangkan sumber daya hayati yang dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat,” kata Keliopas.