Hentikan Perundungan, Dunia Anak Harus Menjadi Tanggung Jawab Bersama
Presiden meminta segala jenis perundungan dicegah dan dihentikan. Dunia anak adalah tanggung jawab semua pihak.
Oleh
CORNELIUS HELMY HERLAMBANG, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
DOKUMENTASI POLRES LUMAJANG
Ilustrasi kekerasan anak
TASIKMALAYA, KOMPAS — Dunia anak-anak harus menjadi tanggung jawab semua kalangan masyarakat. Perhatian orangtua hingga kehadiran lembaga perlindungan anak diharapkan ikut memastikan kehidupan anak di setiap daerah terjamin aman dan layak.
Hal itu dikatakan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Sabtu (23/7/2022), saat menyatakan keprihatinannya terhadap dugaan perundungan berujung kematian di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Korban dalam kasus ini adalah F (11), bocah laki-laki dari Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya. F dipaksa melakukan tindakan asusila kepada kucing oleh teman-temannya.
”Saya menyampaikan belasungkawa mendalam atas kejadian di Tasikmalaya. Ini adalah tanggung jawab kita semuanya. Para orangtua, pendidik, sekolah, hingga masyarakat, kita semua, harus menjaga bersama-sama agar anak memiliki dunia bermain yang bercerita. Jangan sampai terjadi lagi perundungan,” ujar Presiden di sela Peringatan Hari Anak Nasional Tahun 2022 di Bogor.
Kondisi rumah F (11), anak yang diduga menjadi korban perundungan di Kecamatan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (22/7/2022). F tinggal di rumah semipermanen dan terletak di paling ujung perkampungan. Bocah laki laki ini diduga mendapatkan perundungan setelah video dia dipaksa melakukan tindakan asusila kepada hewan beredar di media sosial.
Di Tasikmalaya, Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum juga meminta perundungan dihentikan. Dia juga berharap orangtua selalu meluangkan waktu bersama anaknya. Harapannya, orangtua bisa lebih mengerti kondisi anak.
”Minimal sekali 20 menit, orangtua bermain bersama anak. Jangan sampai karena kesibukan kerja, kita berangkat anak belum bangun pagi, lalu pulang anak udah tidur,” ujarnya setelah bertemu dengan orangtua F.
Selain itu, Uu juga mendorong setiap daerah membentuk lembaga perlindungan anak, seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID). Hal itu bertujuan memastikan anak-anak di daerah mendapatkan perlindungan serta menyelesaikan berbagai masalah terkait anak dengan baik.
”Meskipun tidak wajib, lembaga ini diperlukan. Ibarat sedia payung sebelum hujan. Belum semua kabupaten dan kota di Jabar memiliki KPAID,” ujarnya. Saat ini, dari 27 kota/kabupaten, KPAID baru ada di 19 daerah.
Sementara itu, di Kota Bandung, semua pihak bertanggung jawab atas kualitas gizi anak di sekitarnya. Saat ini, tercatat ribuan anak di Kota Bandung menderita tengkes atau stunting.
Data Pemerintah Kota Bandung menyebutkan, ada 7.568 anak balita tengkes hingga tahun 2021. Jumlah itu disebut lebih kecil ketimbang tahun 2020 sebesar 9.567 anak balita.
Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mengatakan, tengkes dipicu banyak hal. Ia mencontohkan, masih ada keluarga yang terlampau sibuk sehingga melupakan gizi anak.
Oleh karena itu, ia mengatakan, penguatan komitemen membangun keluarga sehat harus ditingkatkan. Sejauh ini, katanya, Pemkot Bandung terus mendorong peran keluarga ikut mencegah tengkes lewat beragam program.
Adapun beberapa program yang dilakukan, seperti Bandung Tanggap Stunting dengan Pangan Aman dan Sehat (Bandung Taginas), untuk mendata dan memberikan pangan yang sehat hingga buruan SAE yang mengajak warga menanam tanaman pangan di depan rumah.