Penetrasi internet dan media sosial melibas jarak kota dan desa. Dari satu desa di tengah kebun sawit di Langkat, kanal Youtube Mamaz Karyo meraup hingga Rp 500 juta per bulan. Puluhan warga desa menjadi pekerjanya.
Oleh
NIKSON SINAGA
·6 menit baca
Kreator konten menjadi profesi yang tidak hanya didominasi orang kota, tetapi juga warga desa. Fenomena ini didukung kemudahan akses internet yang kini kian kencang merambah hingga ke pelosok yang beberapa tahun silam tak terjamah teknologi informasi, apalagi meriahnya dunia digital.
Dalam satu kawasan aglomerasi, seperti di Kota Medan dan sekitarnya di Sumatera Utara, saat ini dampak masifnya penetrasi internet dan media sosial makin terlihat nyata. Kemajuan teknologi informasi melibas kendala jarak, memunculkan potensi ekonomi, serta menjadi ajang pemberdayaan yang tidak hanya membantu perekonomian warga desa, tetapi juga turut dinikmati masyarakat di kawasan aglomerasinya, bahkan secara nasional.
Dari sebuah desa kecil di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, saluran Youtube Mamaz Karyo bisa meraup penghasilan hingga Rp 500 juta per bulan. Ia membangun masjid, padepokan, dan mempekerjakan puluhan aktor dari desanya.
Sunaryo alias Mamaz Karyo (47) baru saja selesai shooting siaran langsung untuk Youtube di Desa Suka Mulia, Kecamatan Secanggang, Langkat, Rabu (20/7/2022). Pemilik nama asli Sunaryo itu beristirahat di kompleks megah yang tidak hanya terdiri dari rumah, tetapi juga padepokan, balai pengobatan, masjid, dan museum barang-barang purbakala. ”Saya membangun ini dari hasil mengisi konten di saluran Youtube sejak tahun 2019,” kata Mamaz.
Mamaz bukan Youtuber yang lahir dari kota besar. Untuk sampai ke desanya, harus ditempuh perjalanan darat sekitar 60 kilometer dari Kota Medan ke arah Stabat, ibu kota Langkat. Dari Stabat, melipir sejauh sekitar 10 kilometer ke arah Secanggang. Rumah Mamaz baru bisa dicapai setelah melewati jalan berbatu di tengah area perkebunan sawit yang sudah tua.
Tersembunyi di balik pepohonan sawit, kompleks rumah megah Mamaz tampil mencolok berbeda dari rumah warga lain di sepanjang jalan yang sebagian besar adalah rumah sederhana. Sebagian besar warga di sana adalah pekerja di perkebunan atau petani.
Masuk ke rumah Mamaz harus melewati penjaga dan portal. Kompas menemuinya di ruang pengeditan video. Beberapa pekerjanya sedang sibuk mengedit dan mengunggah video di tiga komputer. Puluhan baterai yang sedang diisi ulang dan lampu sorot tergeletak di atas meja.
Mamaz menyebut, ia tidak menyangka bisa menjadi Youtuber dengan subscriber jutaan orang. Sudah bertahun-tahun ia menjadi guru spiritual, membuka balai pengobatan, dan padepokan. Ketika itu, ia merupakan guru spiritual di padepokan dan balai pengobatan. Ia terpikir membuat saluran Youtube atas saran beberapa temannya.
“Di awal rekaman untuk Youtube pada 2018, saya shooting hanya dengan sebuah ponsel tanpa peralatan apa pun atau bantuan siapa pun. Saya hanya letakkan ponsel dan memulai adegan. Saya pun mengedit sendiri dan langsung diunggah ke Youtube,” kata Mamaz.
Konten-konten Mamaz yang diminati penonton ternyata konten bertema alam gaib. Beberapa konten video Mamaz yang cukup populer seperti ”Mengundang Nyi Roro Kidul”, ”Dukun Santet Sombong”, dan ”Tandingan Dukun Santet Berilmu Tinggi”.
Mamaz pun tidak menduga tayangan-tayangan yang dibuatnya ditonton oleh 1 juta hingga 3,5 juta orang. Subscriber Youtube-nya pun saat ini sudah 1,33 juta.
Di layar komputernya, Mamaz menunjukkan grafik pendapatannya di Youtube yang pernah mencapai belasan juta rupiah per hari. Jika penonton sedang sepi, pendapatan paling rendah sekitar Rp 2 juta per hari.
Dengan penghasilan itu, Mamaz membangun masjid, padepokan, dan balai pengobatan. Saat ini, Mamaz mengelola 13 saluran Youtube. ”Namun, semua saluran Youtube saya bernaung di bawah pohon besar Mamaz Karyo,” katanya.
Setiap saluran Youtube punya tim yang minimal terdiri dari staf admin dan aktor. Mereka didukung oleh tim pengedit video. ”Saya mempekerjakan sekitar 40 orang. Saya bayar mereka dari Rp 2,5 juta sampai Rp 4 juta per orang per bulan. Itu di luar aktor-aktor tambahan yang kami bayar Rp 200.000 per hari,” kata Mamaz.
Hampir semua pekerja Mamaz adalah warga Desa Sukamulia dan desa sekitarnya. Pernah ia harus mengeluarkan Rp 60 juta dalam satu bulan untuk aktor tambahan karena harus membuat banyak konten dengan banyak sekali aktor tambahan.
Hampir semua pekerja Mamaz adalah warga Desa Sukamulia dan desa sekitarnya.
Mamaz menargetkan harus mengisi tiga video setiap hari di setiap saluran Youtube-nya. Beberapa di antaranya merupakan saluran edukasi. Namun, saluran edukasi ternyata tidak diminati penonton. ”Orang kalau sudah memegang HP memang maunya hiburan, bukan mau edukasi,” kata Mamaz.
Sore itu, bersama pekerjanya, Mamaz berdiskusi tentang alur cerita yang akan dibangun untuk shooting malam harinya. Mereka bertukar pikiran tentang karakter masing-masing tokoh yang akan mereka bangun.
Kreator konten
Pekerjaan menjadi kreator konten di media sosial juga bisa mendapat cuan dari promosi berbagai produk atau endorse. Yolla Dita (28), warga Kota Binjai, sudah lima tahun bergelut sebagai kreator konten yang mengulas produk kecantikan, gaya hidup, tutorial memasak, dan keseharian lainnya.
Yolla memulai profesi sebagai kreator konten saat dia masih menjadi mahasiswa. Ketika itu ia iseng membuat tutorial make-up dan mengulas beberapa produk kecantikan. Ternyata, konten-kontennya cukup diminati warganet. Sejumlah produsen produk menumpang mempromosikan produknya di kanal Youtube Yolla, tentu semua ada hitungan biayanya.
”Ternyata lumayan juga pendapatannya. Dari situ, saya serius menjadi kreator konten sampai sekarang. Gambarannya, saya bisa beli rumah dan mobil dari hasil menjadi kreator konten,” kata Yolla.
Setelah menikah dan mempunyai anak, topik yang diulas Yolla pun menjadi lebih luas. Ia, misalnya, mengulas produk-produk anak dan keseharian seorang ibu. Konten pendidikan selalu ia selipkan mengingat ia pun berprofesi sebagai pengajar di Universitas Islam Negeri Sumut.
”Justru keseharian saya sebagai seorang dosen dan ibu bisa menjadi topik konten yang sangat menarik,” kata Yolla.
Menurut Yolla, kreator konten di Sumut saat ini semakin banyak. Persaingan itu pun menciptakan persaingan sehat untuk menggali ide yang lebih baik dan menarik minat warganet. Untuk hasil rekaman yang lebih baik Yolla bekerja sama dengan videografer. Namun, untuk urusan pengeditan, ia menanganinya sendiri.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang juga staf Tax Centre Universitas Sumatera Utara, Indra Efendi Rangkuti, mengatakan, pegiat media sosial terus bertumbuh tidak hanya di Kota Medan, tetapi juga daerah-daerah satelitnya, seperti Langkat, Deli Serdang, dan Kota Binjai. Pendapatan yang cukup menjanjikan juga menjadi daya tarik untuk menggeluti profesi kreator konten.
”Media sosial dan dunia digital memang menciptakan fenomena yang tidak kita duga sebelumnya. Banyak hal-hal baru terjadi karena kemunculan media sosial,” kata Indra.
Meskipun demi penonton dan akhirnya membawa kesejahteraan, Indra mengatakan, konten media sosial harus senantiasa menjaga etika berkomunikasi di ruang publik. Ia pun mendorong agar konten-konten yang bersifat menghibur sekaligus mendidik bisa dimunculkan di ruang publik. Dengan begitu, media sosial tidak hanya menjadi ladang yang menghasilkan cuan, tetapi juga menyelipkan pencerahan hingga ke desa-desa.