Enam Bulan Terakhir, 17 Terdakwa Kasus Narkoba di Aceh Divonis Mati
Sepanjang Januari-Juni 2022, Pengadilan Tinggi Banda Aceh menjatuhkan hukuman mati kepada 17 terdakwa kasus tindak pidana narkotika. Kondisi menunjukkan kasus narkotika di Aceh tak kunjung mereda.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sepanjang Januari-Juni 2022, Pengadilan Tinggi Banda Aceh menjatuhkan hukuman mati kepada 17 terdakwa kasus tindak pidana narkotika. Selama ini, kasus penyalahgunaan narkotika di Aceh tidak kunjung mereda meski berbagai upaya pencegahan terus dilakukan.
Taqwaddin dari Humas Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Selasa (19/7/2022), mengatakan, sebanyak 17 terdakwa itu mengajukan banding ke pengadilan tinggi karena tidak menerima putusan hakim di pengadilan negeri. Upaya banding dilakukan karena para terdakwa berusaha untuk mencari keringanan hukuman.
Namun, pada sebagian kasus, hakim pengadilan tinggi justru memperberat hukuman dengan menjatuhkan hukuman mati. ”Ada tiga perkara yang vonis di pengadilan pertama dihukum penjara seumur hidup, tetapi diperberat menjadi hukuman mati (di pengadilan tinggi),” kata Taqwaddin.
Adapun dalam 14 perkara lainnya, para terdakwa telah dijatuhkan hukuman mati sejak di pengadilan pertama. Dalam 14 perkara itu, putusan hakim pengadilan tinggi memperkuat putusan hakim pengadilan pertama sehingga banding para terdakwa ditolak.
Sebanyak 17 perkara tersebut berasal dari empat pengadilan negeri (PN) di Aceh, yakni PN Banda Aceh, PN Jantho di Aceh Besar, PN Idi di Aceh Timur, serta PN Meulaboh di Aceh Barat.
Menurut Taqwaddin, para terdakwa yang dihukum mati itu merupakan bandar dan pengedar narkoba. Khusus untuk pengedar, mereka dijatuhi hukuman mati karena telah mengedarkan narkotika kelas satu dalam jumlah di atas 1 kilogram.
”Ini menunjukkan betapa maraknya peredaran narkoba di Aceh. Padahal, ini baru semester satu, tetapi sudah 17 perkara yang terdakwanya dihukum mati. Nanti hingga Desember 2022 tentu bisa bertambah lagi,” kata Taqwaddin.
Sekretaris Daerah Aceh Taqwallah mengatakan, peredaran narkoba di Aceh memang sangat meresahkan. Bahkan, dia menyebut, peredaran narkoba di Aceh sudah masuk dalam status sangat darurat. Kondisi itu dikhawatirkan membuat generasi muda Aceh terjerat dalam dunia narkotika.
”Perlu penanganan intensif dari semua pihak. Kita sangat khawatir akan lahir generasi yang hancur, yang akan menjadi ganjalan berat untuk pembangunan di daerah ini,” kata Taqwallah.
Taqwallah menuturkan, dalam jangka panjang, peredaran narkoba itu bisa berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia di Aceh. Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak di Aceh untuk terlibat melawan penyalahgunaan narkoba. Dalam perang melawan narkoba itu, keluarga diharapkan menjadi benteng pertama untuk menyelamatkan generasi muda.
Sebelumnya, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh Heru Pranoto mengatakan, tantangan memerangi penyalahgunaan narkoba sangat berat. Sebab, jaringan pengedar narkoba itu terkoneksi antarnegara hingga ke desa.
Oleh karena itu, BNN Provinsi Aceh terus berupaya melakukan penindakan terkait peredaran narkoba. ”Bandar-bandar menjadi sasaran penindakan,” kata Heru.
Selain penindakan, Heru menambahkan, upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba juga terus dilakukan. Oleh karena itu, BNN Provinsi Aceh banyak melakukan kampanye antinarkoba bersama komunitas milenial, pelajar, perguruan tinggi, pemerintah desa, swasta, dan pemerintah.