Torosiaje Siapkan Peraturan Desa Terkait Pembatasan Penangkapan Gurita
Pemerintah Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, menyusun peraturan desa terkait perlindungan gurita. Gurita kecil tidak boleh ditangkap. Tempat habitatnya juga ditutup sementara.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Husain Onte, pengepul gurita, menimbang gurita yang ditangkap nelayan di Kampung Bajo Torosiaje, Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Jumat (15/7/2022). Husain bersama sejumlah pengepul lain menyepakati hanya membeli gurita dengan ukuran lebih dari 300 gram. Saat ini juga sedang digodok peraturan desa (perdes) yang mengatur tentang berat minimal gurita yang akan ditangkap.
POHUWATO, KOMPAS — Pemerintah Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, menyiapkan peraturan desa terkait pembatasan penangkapan gurita. Selain melarang penangkapan gurita kecil, regulasi itu bakal menutup sementara habitat biota laut itu.
Kepala Desa Torosiaje Uten Sairullah, Minggu (17/7/202), mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (Japesda) menyusun peraturan desa terkait perlindungan gurita. Pihaknya juga berkonsultasi dengan tenaga ahli Pemkab Pohuwato.
Gurita (Octopus sp) merupakan salah satu komoditas perikanan di Torosiaje, sekitar 250 kilometer dari pusat Kota Gorontalo. Seperti perkampungan suku Bajo lainnya, rumah warga di daerah itu dibangun terapung di atas laut. Lokasinya sekitar 700 meter dari daratan dan harus diakses dengan perahu.
Berdasarkan pendataan Pemdes Torosiaje dan Japesda pada Oktober 2021 hingga April 2022, nelayan setempat menangkap 14.894 gurita atau setara sekitar 13 ton. Nelayan mendapatkan biota laut itu dari 15 pulau di sekitar Torosiaje. Mereka juga melaut hingga perairan Sulawesi Tengah.
Aktivitas warga di Kampung Bajo Torosiaje, Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Jumat (15/7/2022). Sebagian besar warga di Torosiaje merupakan nelayan. Selain ikan, warga juga menangkap gurita dan teripang.
Nelayan lalu menjual gurita kepada pengepul dengan harga variatif, Rp 30.000-Rp 75.000 per kilogram, tergantung ukurannya. Harga tersebut lebih mahal dibandingkan sejumlah ikan yang bisa di bawah Rp 30.000 per kg. Gurita bahkan menjadi komoditas ekspor.
Akan tetapi, populasi gurita rentan terancam karena nelayan juga menjaring gurita kecil. ”Padahal, masa hidup gurita itu sebentar, sekitar 18 bulan. Setelah itu, mati. Makanya, perdes nanti membatasi penangkapan gurita hanya di atas 300 gram. Kalau di bawah itu enggak boleh,” kata Uten.
Perdes juga bakal mengatur terkait penutupan sejumlah area penangkapan selama tiga bulan agar gurita terus tumbuh. ”Kami berpikir, penutupan suatu lokasi bukan mengurangi atau menghalangi penghasilan nelayan karena masih ada tempat lain mencari gurita,” ucap Uten.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Gurita tangkapan nelayan yang dijual ke pengepul di Kampung Bajo Torosiaje, Popayato, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo, Jumat (15/7/2022). Sejumlah pengepul di Torosiaje menyepakati hanya membeli gurita dengan ukuran lebih dari 300 gram. Saat ini juga sedang digodok peraturan desa (perdes) yang mengatur tentang berat minimal gurita yang akan ditangkap.
Menurut dia, pemdes, badan permusyawaratan desa, dan nelayan telah sepakat membuat perdes terkait pembatasan penangkapan gurita. ”Sanksi untuk pelanggar sedang disusun oleh nelayan juga. Menurut rencana, perdes selesai bulan Oktober nanti dan ada masa uji coba,” ujarnya.
Yanto Sompah, enumerator (petugas pendataan) Japesda di Torosiaje, mengatakan, kelompok pengawas telah dibentuk agar memastikan perdes berjalan sesuai ketentuan. Kelompok tersebut rencananya terdiri atas perwakilan pemdes, japesda, aparat keamanan, hingga tokoh masyarakat.
Pihaknya juga terus mendata tangkapan nelayan sekaligus mengecek ada tidaknya gurita ukuran 300 gram di pengepul. ”Dari delapan pengepul, sebagian besar sudah menolak gurita tangkapan nelayan di bawah 4 ons. Kami terus menyosialisasikan rencana perdes ini,” katanya.