Warga Bajo Torosiaje di Gorontalo Kembali Kesulitan Air Bersih
Perkampungan Suku Bajo di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo kembali kesulitan air bersih. Bahkan, warga harus membeli air bersih dan menampung air hujan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
POHUWATO, KOMPAS — Warga perkampungan Suku Bajo di Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, kembali kesulitan air bersih dalam dua bulan terakhir. Selain menampung air hujan, warga juga terpaksa membeli air untuk memenuhi kebutuhan harian.
Kesulitan air bersih, antara lain, tampak di Dusun Sengkang dan Dusun Bahari, Jumat (15/7/2022). Sejumlah ibu-ibu membuka keran pipa perusahaan daerah air minum, namun air tak mengalir. Mereka juga menyiapkan tong besar untuk menampung air hujan atau membeli air.
Kedua dusun itu berada di bagian paling ujung Desa Torosiaje. Desa yang juga perkampungan Suku Bajo itu berada di atas laut. Lokasinya sekitar 600 meter dari daratan Popayato. Saluran pipa PDAM untuk mengalirkan air dari daratan telah terpasang di rumah terapung warga.
”Tapi, airnya tidak ada sama sekali. Sudah dua bulan. Sebelumnya ada, lancar. Sampai terbuang-buang airnya,” kata Lisa Mutama (30), warga Dusun Sengkang. Akibat krisis air bersih, ibu tiga anak ini terpaksa menyimpan air hujan semalam di tong. Air itu digunakan untuk mencuci.
”Airnya so (sudah) habis bacuci (mencuci),” kata Lisa sembari menjemur pakaian. Ia membuat saluran khusus di atap seng rumahnya agar air hujan jatuh tepat ke penampungan. Tempat penampungan air di musalah depan rumahnya juga kosong. Begitu pun tong air tetangganya.
Lisa juga harus membeli air bersih ke Dudewulo, desa tetangga. Waktu tempuhnya sekitar 20 menit menggunakan perahu nelayan. Ia membeli satu tong ukuran sekitar 60 liter seharga Rp 4.000. Setiap hari, ia membutuhkan minimal satu tong air bersih untuk masak dan mandi.
Jumlah itu belum termasuk biaya bensin dan rokok sekitar Rp 30.000 untuk mengambil air di desa lainnya. Warga juga harus menunggu air penuh, tergantung besar kecilnya debit air. ”Biasa juga (warga) tidak mandi karena tidak ada air. Kalau minum pakai air galon, beli,” ungkapnya.
Kesulitan air bersih juga dikeluhkan Dina Tumbo (39), warga Dusun Sengkang. Ia mendayung perahu yang mengangkut tiga tong. Ia membeli air dari warga di dusun lainnya seharga Rp 5.000 per drum ukuran 75 liter. Air di dusun yang lebih dekat ke daratan itu kadang mengalir.
Setiap pekan, Dina bisa menghabiskan hingga 9 tong air yang dibeli Rp 45.000. ”Padahal, waktu air lancar, saya bayar (PDAM) per bulan Rp 40.000. Capek begini, ambil air setiap hari, tidak masak,” katanya. Siang itu, Dina belum mendapatkan air bersih dari beberapa rumah warga.
Kepala Seksi Pemerintahan Desa Torosiaje Rizki Lamatenggo mengatakan, lebih dari 100 rumah kesulitan air bersih meskipun sudah ada saluran PDAM. Ini belum termasuk rumah yang airnya tidak lancar. Adapun jumlah rumah di desa itu mencapai 347 unit dengan penduduk 1.489 jiwa.
”Tidak tahu apa masalahnya. Setiap Bupati (Pohuwato Saipul A Mbuinga) datang ke sini, warga sudah sampaikan masalah air, air, dan air. Kami harap air (bersih) lancar lagi,” katanya.
Dalam arsip Kompas pada 21 Oktober 2013, krisis air bersih juga melanda Desa Torosiaje sekitar setahun. Pemkab sempat memasok air bersih sekitar 5.000 liter. Namun, jumlah itu belum cukup sehingga warga terpaksa membeli air.