Tambang emas ilegal di Sulteng akan dibenahi melalui pembentukan tim gabungan lintas instansi. Tambang emas ilegal diharapkan dikelola secara resmi agar bisa bermanfaat untuk negara dan masyarakat.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
KOMPAS/DOKUMENTASI BIDANG HUMAS POLDA SULTENG
Terlihat alat berat yang disembunyikan yang dipakai untuk penambangan emas tanpa izin di perbatasan Kabupaten Buol dan Tolitoli, Sulteng, Minggu (10/7/2022). Alat berat tersebut saat ini disita Polda Sulteng. Pelaku penambangan emas ilegal mengoperasikan banyak alat berat.
PALU, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah membentuk tim untuk membenahi pertambangan emas tanpa izin atau ilegal yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota. Ke depan, selain dikelola korporasi, skema pengelolaan tambang lainnya adalah melalui pertambangan rakyat.
”Gubernur Sulteng akan membentuk tim beranggotakan unsur Kepolisian Daerah Sulteng, Kejaksaan Tinggi Sulteng, dan unsur pemerintah daerah. Arahnya dibenahi atau ditutup semua yang tak ada izinnya,” kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulteng Rachmansyah Ismail di Palu, Sulteng, Jumat (15/7/2022).
Keberadaan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Sulteng kembali terkuak setelah tim Polda Sulteng merazia lokasi tambang ilegal di perbatasan Kabupaten Buol dan Tolitoli, Minggu (10/7/2022).
Tim menyita enam alat berat berupa ekskavator yang disembunyikan di beberapa tempat jauh dari lokasi tambang. Belakangan, tim Kepolisian Resor Buol juga menyita sejumlah alat berat lain yang diduga dipakai untuk menambang.
PETI tersebut berada di wilayah Kecamatan Kokobuka, Buol, dan Kecamatan Basidondo, Tolitoli. Tambang diperkirakan sudah beroperasi setahun terakhir.
Tambang berletak di pinggir Sungai Tabong. Sungai tersebut mengalir membentuk cabang ke wilayah Buol dan Tolitoli. Di tepi hulu sungai juga terdapat permukiman warga. Adapun lokasi tambang ilegal berada di kawasan hutan.
Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat Polda Sulteng Komisaris Sugeng Lestari menyatakan, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulteng telah memeriksa empat orang sebagai saksi terkait tambang itu. ”Mereka masih berstatus saksi karena cuma pekerja,” ujarnya.
Terkait informasi dari keempat orang tersebut yang mengarah ke pemodal PETI, Sugeng menyatakan penyidik belum mendapatkan informasi. Ia memastikan kepolisian berkomitmen untuk mengungkap pelaku atau pemodal di balik PETI di Buol-Tolitoli tersebut.
Kembali aktif
Selain lokasi yang baru saja dirazia itu, PETI tersebar di kabupaten/kota lain di Sulteng, seperti Kota Palu, Parigi Moutong, Sigi, Poso, dan Banggai. Panambangan dilakukan warga sekitar. Selama ini PETI tersebut memang ditutup melalui operasi gabungan, tetapi berselang setelahnya PETI kembali aktif.
Tak jarang PETI tersebut menjadi malapetaka bagi warga, terutama menjadi penyebab bencana longsor. Peristiwa terakhir terjadi menjelang akhir Februari 2021, longsor terjadi di PETI Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong. Musibah itu menewaskan tiga petambang.
DOKUMENTASI BASARNAS KANTOR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PALU
Sejumlah regu pencarian berada di lokasi tambang emas ilegal yang longsor di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, Sulteng, Rabu (24/2/2021).
Rachmansyah menyatakan, pengelolaan PETI ke depan bisa melalui skema pertambangan rakyat. Di Sulteng sejauh ini terdapat tiga kabupaten yang telah memiliki wilayah pertambangan rakyat (WPR) yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Ketiga wilayah itu adalah Tolitoli, Parigi Moutong, dan Banggai. ”Nanti operasinya di lapangan akan diproses, termasuk pembentukan badan hukum melalui koperasi untuk mengelola tambang tersebut,” ujarnya.
Namun, di Sulteng belum ada pertambangan emas rakyat yang resmi atau legal. Selama ini, lokasi PETI dianggap ”pertambangan rakyat”.
Rachmansyah mengakui PETI tak memberikan keuntungan kepada negara. PETI merugikan karena tak ada pemasukan bagi negara. Karena itu, PETI harus dibenahi atau ditutup untuk dijajaki kemungkinan pengelolaan yang legal.
PETI tak memberikan keuntungan kepada negara.
Ketika ditanya apakah skema pengelolaan oleh korporasi juga terbuka atas PETI tersebut, Rachmansyah hanya menjawab bahwa skema pertambangan rakyat lebih dulu diambil.
Sejumlah lokasi yang diduga mengandung emas di Sulteng telah dikelola perusahaan, seperti di Kota Palu dan Parigi Moutong. Di Parigi Moutong, kehadiran perusahaan tambang emas itu menimbulkan gejolak dengan adanya demonstrasi warga penolak tambang.
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu memperlihatkan tuntutan dalam aksi damai di depan Kantor Gubernur Sulteng di Palu, Senin (14/2/2022). Mereka menuntut pencabutan izin pertambangan dan pengusutan tuntas atas tewas ditembaknya Erfaldi (21), peserta unjuk rasa penolakan tambang emas dalam aksi di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Sabtu (12/2/2022).
Demonstrasi berbuntut tewasnya salah satu demonstran saat aparat berupaya menertibkan massa di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sabtu (12/2/2022). Korban ditembak polisi yang bertugas pada saat aksi berlangsung. Polisi itu kini ditahan di Polda Sulteng.
Dalam beberapa kesempatan, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perwakilan Sulteng Dedi Askary meminta pemerintah menata lokasi tambang ilegal di Sulteng. PETI bisa dikelola secara legal oleh korporasi dengan tetap memperhatikan partisipasi warga agar sumber daya alam tersebut berdampak baik untuk pemasukan negara serta memberikan keadilan bagi masyarakat setempat. Kemungkinan lainnya PETI dikelola warga dalam skema tambang rakyat.