Penghuni Lapas Anak Lampung Tewas, Keluarga Minta Kasus Diusut Tuntas
Seorang anak yang berhadapan dengan hukum meninggal diduga akibat dianiaya oleh teman-temannya di dalam sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung. Pihak keluarga minta kasus diusut.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — RF (17), penghuni Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Kelas II Bandar Lampung, tewas setelah dianiaya empat rekan satu selnya. Keluarga korban berharap kasus tersebut diusut tuntas.
RF meninggal setelah dirujuk ke Rumah Sakit Ahmad Yani, Kota Metro, Selasa (12/7/2022) pukul 17.00. Di tubuhnya ada luka lebam di wajah, tangan, punggung, hingga kaki. Jenazah korban dimakamkan di Bandar Lampung, Rabu (13/7/2022).
Andrian Saputra (30), kakak kandung korban, menuturkan, keluarga mendapat informasi RF sakit sejak Senin (11/7/2022). Sebelum dirujuk ke rumah sakit, kondisi RF disebut sudah cukup parah.
”Adik dibawa ke rumah sakit. Dia sudah tidak bisa bicara lagi. Badannya kaku,” kata Andrian di rumah duka di Bandar Lampung, Rabu.
Andrian menambahkan, pihak keluarga sudah bertemu dengan empat orang satu sel dengan RF. Semuanya mengakui memukul RF. ”Kami sudah melaporkan kasus ini ke polisi. Kami berharap polisi segera menindaklanjuti. Kami menuntut keadilan,” katanya.
Akan tetapi, ia kecewa dengan petugas Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bandar Lampung yang terkesan membiarkan kejadian ini. Sudah sakit sejak Sabtu (9/7/2022), petugas tidak segera membawa RF ke rumah sakit untuk menjalani perawatan. Petugas LPKA juga tidak mampu mencegah tindakan penganiayaan di sel tahanan.
Pelaksana Harian Kepala LPKA Kelas II Bandar Lampung Andhika Saputra membenarkan, RF sakit sejak Sabtu. Namun, saat itu kondisinya tidak begitu parah. Pihaknya memberikan perawatan bagi RF di poliklinik di dalam LPKA.
Pada Senin, keluarga korban datang ke LPKA untuk melihat kondisi korban. ”Korban dibawa ke rumah sakit Senin siang. Sebelumnya, keluarga sempat menemui empat anak yang diduga melakukan pemukulan,” katanya.
Menurut Andhika, pihaknya juga telah memeriksa empat rekan satu sel korban. Mereka adalah NP, DS, RB, dan IA. Semuanya seumuran dengan RF. ”Mereka mengakui pemukulan. Motifnya kesal kepada korban,” kata Andhika.
Ia mengatakan, petugas jaga tidak mengetahui pemukulan tersebut. Petugas piket tidak mendengar teriakan dari dalam sel kamar korban. Setiap hari, ada tujuh petugas jaga di dalam LPKA. Jumlah itu kurang dibandingkan jumlah penghuni lapas, 163 orang. Saat kejadian, ada satu petugas berjaga di dalam blok tahanan tempat korban ditahan.
Pihaknya juga telah menyelidiki dugaan keterlibatan petugas LPKA dalam kasus penganiayaan tersebut. Hingga saat ini, dia belum menemukan keterlibatan petugas LPKA. Namun, pihaknya mengalami kesulitan karena tidak ada kamera pengawas (CCTV) yang mengarah ke dalam sel tahanan tempat korban ditahan.
Andhika menjelaskan, korban baru menjalani pembinaan sekitar 40 hari di dalam LPKA. Sebelumnya korban divonis hukuman delapan bulan penjara karena kasus kenakalan remaja.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor di Kementerian Hukum dan HAM Lampung Farid Junaedi menuturkan, telah membentuk tim investigasi internal untuk mengusut kasus ini. Ia juga mendorong polisi mengusut tuntas jika terdapat unsur pidana dalam kasus penganiayaan tersebut.