Izin Ponpes Shiddiqiyyah Batal Dicabut, Kemenag Bertugas Membina dan Mengawasi
Pendampingan terhadap santri dan pengajar juga akan diberikan untuk memulihkan kondisi psikis mereka setelah peristiwa penangkapan salah satu pengasuh pesantren yang menjadi tersangka kekerasan seksual.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
RUNIK SRI ASTUTI
Polisi berjaga di pintu masuk Pesantren Shiddiqiyah, Jombang, Kamis (7/7/2022). Ratusan personel dikerahkan untuk menangkap pelaku kekerasan seksual terhadap santri MSA yang merupakan putra pengasuh pondok.
SIDOARJO, KOMPAS — Kementerian Agama berjanji membina dan mengawasi secara intensif Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur, setelah izin operasionalnya dikembalikan. Pendampingan terhadap santri dan pengajar juga akan diberikan untuk memulihkan kondisi psikis mereka setelah peristiwa penangkapan salah satu pengasuh pesantren yang menjadi tersangka kekerasan seksual.
Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim Muhammad As’adul Anam mengatakan, kondisi pesantren Shiddiqiyyah saat ini kembali normal. Kegiatan operasional pesantren dan pendidikan berlangsung seperti biasa. Kegiatan belajar-mengajar untuk tahun ajaran baru direncanakan dimulai Senin (18/7/2022).
Menurut Anam, alasan mengembalikan izin operasional pesantren dan lembaga pendidikan Shiddiqiyyah antara lain karena pihak yang melakukan kekerasan seksual terhadap santri sudah ditangkap. Selain itu, para pihak yang menghalang-halangi pemeriksaan dan upaya penangkapan terhadap tersangka juga sudah ditangkap.
”Kasus ini dilakukan oleh oknum. Bukan merupakan buah dari kebijakan pesantren atau organisasi Shiddiqiyyah,” ujar Anam, Rabu (13/7/2022).
Polisi berjaga di pintu masuk Pesantren Shiddiqiyah, Jombang, Kamis (7/7/2022). Ratusan personel dikerahkan untuk menangkap pelaku kekerasan seksual terhadap santri MSA yang merupakan putra pengasuh pondok.
Dia mengatakan, pesantren Shiddiqiyyah harus mengembalikan hak-hak para santri. Selain itu, lembaga pendidikan harus menghormati santri yang ingin menarik diri dari pesantren karena hal itu merupakan kewenangan orangtua atau wali murid.
Mencuatnya kasus kekerasan seksual terhadap santri dan penangkapan pelaku kejahatan yang berlangsung selama berjam-jam sangat berpengaruh terhadap kondisi psikis para santri.
Anam menambahkan, saat ini seluruh hak yang terkait dengan izin operasional dan proses pembelajaran di pesantren telah dikembalikan kepada lembaga pendidikan Shiddiqiyyah. Kemenag Jatim wajib membina dan mengawasi terkait hal-hal yang menjadi kewenangan pesantren dan hak-hak para santri agar terpenuhi dengan baik.
KOMPAS
Kementerian Agama batal mencabut izin operasional Pondok Pesantren Shiddiqiyyah di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Hal ini disampaikan Menteri Agama ad interim Muhadjir Effendy, pada Senin (11/7/2022).
Pembinaan yang dilakukan oleh Kemenag antara lain meluruskan pemahaman para santri agar mereka tidak mengultuskan pimpinan atau pengasuh pesantren. Santri harus memahami setiap manusia bisa memiliki kesalahan termasuk pimpinan pesantren sehingga mereka harus selalu berpikir jernih dalam menyikapi sebuah persoalan.
Berdasarkan data Kemenag Jatim, Ponpes Shiddiqiyyah memiliki 1.164 santri dan peserta didik. Dari jumlah tersebut, sebanyak 309 orang merupakan siswa yang menempuh pendidikan setara sekolah dasar, 465 orang menempuh jenjang pendidikan setara sekolah menengah pertama, dan 224 orang menempuh pendidikan setara sekolah menengah atas.
Selain itu terdapat 166 orang yang mendalami ilmu agama atau mengikuti pendidikan khusus pesantren. Total sebanyak 1.164 siswa dan santri tersebut tinggal atau bermukim di Ponpes Shiddiqiyyah. Sebanyak 21 santri dilaporkan mengundurkan diri hingga saat ini. Mereka berencana melanjutkan pendidikan ke pesantren lain.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polda Jatim menerima laporan dari lima santri yang menjadi korban kekerasan seksual oleh salah satu pimpinan pesantren. Pelaku MSA (42) menjabat sebagai Wakil Rektor Ponpes Shiddiqiyyah.
Kasus kekerasan seksual terhadap santri ini terjadi sejak 2017 dan dilaporkan ke Polres Jombang pada 2018. Namun, penyidikan terhadap kasus tersebut dihentikan. Santri lain yang menjadi korban kemudian melapor pada 2019. Dari laporan tersebut, polisi menetapkan MSA sebagai tersangka.
Namun, pelaku tidak pernah memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Pada 2022 berkas perkara kekerasan seksual dengan tersangka MSAT dinyatakan sempurna dan dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jatim untuk segera diajukan ke pengadilan. Untuk kepentingan penyerahan berkas perkara inilah, polisi memburu pelaku.
KOMPAS
MSA, tersangka kasus pencabulan di pondok pesantren di Jombang, ditahan di sel isolasi Rumah Tahanan Medaeng Kelas 1 Surabaya, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jumat (8/7/2022).
Perburuan itu berakhir pada Kamis (7/7/2022) pukul 23.00 saat pelaku ditangkap di dalam pesantren yang luasnya mencapai 5 hektar. Upaya penangkapan diwarnai perlawanan dan penghadangan oleh para santri dan simpatisan. Sebanyak 323 orang ditangkap polisi dan lima orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan menghalangi penangkapan pelaku kekerasan seksual.
Sementara itu, proses penanganan perkara kekerasan seksual dengan tersangka MSA memasuki persiapan sidang di pengadilan. Humas Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Agung Gede Pranata mengatakan, sidang perdana dijadwalkan berlangsung Senin (18/7/2022). Sidang akan dilakukan secara tertutup karena merupakan kasus kekerasan seksual.
Kepala Kejaksaan Negeri Jombang Tengku Firdaus mengatakan, persidangan sengaja digelar di PN Surabaya dengan pertimbangan menjaga situasi keamanan tetap kondusif. Persidangan di Surabaya ini berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Kejaksaan Negeri Jombang, Polresta Jombang, dan PN Jombang ke Mahkamah Agung.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Tersangka MSA (42) saat akan kembali dibawa ke ruang tahanan seusai rilis kasus kekerasan seksual atas santri di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (8/7/2022).
Permohonan itu dikabulkan dengan dikeluarkannya amar putusan MA Nomor 170/ KMA/SK/V/2022 tertanggal 31 Mei 2022. Isinya menunjuk PN Surabaya untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama terdakwa M Subchi.
Menghadapi persidangan tersebut, Kejati Jatim telah menyiapkan tim jaksa penuntut umum yang beranggotakan 10 jaksa. Tersangka bakal dikenai dakwaan berlapis, yakni Pasal 285 KUHP juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman pidana selama 12 tahun penjara. Dakwaan kedua adalah Pasal 289 KUHP juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara. Adapun dakwaan ketiga adalah Pasal 294 Ayat 2 KUHP juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara.