BP2MI dan Polisi Gagalkan Rencana Pengiriman 11 Perempuan Asal Lombok ke Arab Saudi
Rencana pengiriman secara nonprosedural 11 perempuan asal Lombok, NTB, ke Arab Saudi berhasil digagalkan. Menurut rencana, mereka akan ditempatkan di Arab Saudi sebagai asisten rumah tangga.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP2MI bersama Kepolisian Daerah Jawa Timur berhasil menggagalkan pengirim 11 warga yang akan bekerja ke luar negeri secara nonprosedural. Mereka, menurut rencana, dikirim ke Arab Saudi sebagai asisten rumah tangga.
Kepala Unit Pelaksana Teknis BP2MI Nusa Tenggara Barat Abri Danar Prabawa, di Mataram, Rabu (13/7/2022), mengatakan, pengungkapan itu dilakukan pada Selasa (12/7/2022) di sebuah rumah penampungan di Surabaya, Jawa Timur.
Abri mengatakan, pengungkapan itu bermula dari laporan keluarga atau suami salah satu calon PMI pada Senin (11/7/2022). ”Ia melaporkan jika istrinya dijanjikan bekerja sebagai penata laksana rumah tangga atau asisten rumah tangga ke Arab Saudi. Sebelum berangkat, istrinya ditampung di Surabaya,” kata Abri.
Berdasarkan laporan itu, UPT BP2MI NTB berkoordinasi dengan UPT BP2MI Jawa Timur. Setelah itu, UPT BP2MI Jawa Timur bersama Polda Jatim menelusuri lokasi penampungan. ”Rumah penampungan berhasil ditemukan dan di sana ada 11 CPMI yang semuanya perempuan,” kata Abri.
Abri menambahkan, CPMI itu selanjutnya diperiksa dan diketahui semuanya berasal dari NTB. Tujuh orang berasal dari Lombok Tengah, satu orang dari Lombok Timur, dua orang dari Lombok Barat, dan satu orang dari Kota Mataram.
”Saat ini mereka masih dalam proses pemeriksaan lanjut. Termasuk untuk memburu calonya. Kami nanti akan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi NTB untuk pemulangan dan pembinaan mereka,” kata Abri.
Abri berharap para CPMI tersebut bisa bekerja sama selama pemeriksaan, yakni menyampaikan secara jelas sehingga pihak kepolisian punya dasar untuk memproses hukum kejadian tersebut.
Rumah penampungan berhasil ditemukan dan di sana ada 11 CPMI yang semuanya perempuan. (Abri Danar)
Abri menambahkan, dalam dua bulan terakhir sudah tiga kali mereka menggagalkan keberangkatan CPMI perempuan asal NTB. Oleh karena itu, ia berharap hal ini menjadi perhatian bersama semua pemangku kepentingan terkait.
Celah
Abri mengatakan, sejak 2015, Pemerintah Indonesia telah memoratorium pengiriman pekerja migran ke Timur Tengah untuk sektor domestik atau asisten rumah tangga.
Meski demikian, masih ada celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengirim PMI secara nonprosedural. Celah tersebut, yakni negara-negara di Timur Tengah tidak memoratorium penerimaan asisten rumah tangga.
Selain itu, kata Abri, berangkat ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah, menjadi favorit bagi sebagian masyarakat, terutama sebagai pekerja domestik atau asistem rumah tangga.
Padahal, menurut Abri, kasus terhadap PMI di Timur Tengah cukup tinggi. Mulai dari permasalahan gaji yang tidak dibayar hingga mengalami tindakan yang tidak manusiawi.
”Tetapi, tetap saja berangkat karena ada oknum-oknum yang memfasilitasinya. Hal itu yang harus kita berantas,” ujarnya.
Abri menambahkan, inisiatif keluarga untuk melapor patut diapresiasi. Oleh karena itu, ia berharap masyarakat tidak sungkan untuk melapor ke BP2MI.
Selain berkoordinasi untuk pemulangan, pembinaan juga akan dilakukan terhadap CPMI tersebut sehingga mereka menggunakan jalur prosedural.
”Peluang bekerja di luar negeri terbuka lebar. Tetapi, mereka harus dilindungi, juga harus punya keterampilan. Saat ini, PMI asal NTB lebih dominan bekerja di sektor minim keterampilan, seperti asisten rumah tangga, kebun, hingga buruh bangunan,” kata Abri.
Hingga saat ini, PMI nonprosedural masih menjadi salah satu persoalan besar di NTB. Data UPT BP2MI NTB, pada 2020 ada 4.379 PMI nonprosedural yang dipulangkan. Lalu, pada 2021, meningkat menjadi 11.974 orang. Sementara pada 2022, hingga Juli ini mencapai 2.472 orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB I Gede Putu Aryadi sebelumnya mengatakan, pemerintah terus mendorong agar penempatan PMI berpedoman pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungn PMI. Hal itu untuk mencegah penempatan nonprosedural serta memastikan PMI memiliki kompetensi sesuai pekerja.
Oleh karena itu, ia mengajak asoasi dan perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) serta balai latihan kerja untuk menyiapkan PMI dengan sebaik-baiknya. Termasuk memberantas ulah calo atau mafia yang masih mencoba merekrut CPMI secara nonprosedural.
Mekanisme perekrutan CPMI yang akan dilatih dilakukan oleh P3MI. Selanjutnya, mereka akan dilatih di BLK binaan BPVP Lombok Timur atau di BPVP Lombok Timur langsung.
Koordinator Pusat Bantuan Hukum Buruh Migran NTB Muhammad Saleh mengatakan, persoalan PMI nonprosedural akan sulit dicegah jika tidak ada penegakan hukum yang kuat. Terutama memburu dalang besar di balik pengiriman PMI nonprosedural. Selama ini, yang diburu hanya calo-calo kecil.
Di samping itu, ruang-ruang bagi masyarakat untuk mengakses informasi terkait PMI juga harus dibuka lebar. Hal tersebut menuntut peningkatan kapasitas sumber daya manusia di pemerintah. Jika tidak, akan ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh para calo atau tekong.