Sekitar 80 Persen Tanah di Wadas Siap Diukur untuk Tambang Batu Andesit
Sekitar 80 persen dari 313 bidang tanah yang semula masih dipertahankan warga Desa Wadas kini siap diukur untuk lokasi penambangan batu andesit.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS — Sekitar 80 persen dari 313 bidang tanah di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, siap diukur untuk menjadi calon lokasi penambangan batu andesit. Sebelumnya, pada Februari lalu, proses pengukuran tidak bisa dilakukan karena keseluruhan tanah tersebut masih dipertahankan oleh warga pemiliknya yang menolak rencana penambangan.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo Andri Kristanto mengatakan, kondisi tersebut terjadi karena banyak warga yang semula menolak rencana penambangan, kini mulai berubah pikiran. Mereka ikhlas melepaskan tanah dan mulai mendaftar untuk proses pembebasan lahan.
”Sebagian dari warga yang semula menolak penambangan tersebut, bahkan ada yang ikut terlibat mengawal petugas kami untuk melakukan pengukuran tanah di lapangan pada Selasa (12/7/2022) dan hari ini,” ujarnya, Rabu (13/7/2022).
Perubahan sikap ini, menurut dia, dimungkinkan terjadi karena banyak dari mereka telah mengetahui dan mendapatkan informasi tentang besarnya nilai nominal uang ganti rugi yang diterima warga yang mendukung rencana penambangan. Dengan melihat perkembangan itu, dia optimistis akan semakin banyak warga yang mendukung pengukuran dan rencana penambangan batu andesit.
Pengukuran tanah tahap kedua akan dilaksanakan pada 12-15 Juli 2022. Situasi di sana relatif kondusif sehingga tidak ada pelibatan aparat keamanan untuk mengawal seluruh rangkaian proses pengukuran.
Areal penambangan batu andesit direncanakan memakai 617 bidang tanah. Dari jumlah tersebut, pada Februari 2022, terdata ada 304 bidang tanah yang siap diukur. Sisanya, 313 bidang, masih dipertahankan oleh warga yang menolak penambangan.
Hingga saat ini, sebanyak 233 warga pemilik dari 296 bidang tanah yang telah diukur mendapatkan total uang ganti rugi sekitar Rp 335 miliar.
Sementara itu, Ana (34), salah seorang warga dari kelompok kontra, mengatakan bahwa hingga saat ini dia dan keluarga masih bertahan pada sikap semula, yakni menolak rencana penambangan. Selain karena kesadaran ingin mempertahankan tanah warisan, dia pun enggan berubah pikiran karena melihat penetapan lahan yang direncanakan menjadi areal penambangan juga tidak jelas.
Menurut dia, sejumlah warga yang sudah berubah pikiran dan melakukan pemberkasan tiba-tiba mendapatkan informasi bahwa sebagian lahan tidak mendapatkan ganti rugi karena areal penambangan direncanakan berpindah lokasi.
”Pemetaan lokasi penambangan tidak jelas. Hal itu akhirnya makin menguatkan sikap saya untuk terus bertahan menolak penambangan karena proyek ini terkesan sebagai proyek yang mencurigakan,” ujarnya.
Ana mengaku kerap diintimidasi, baik melalui telepon maupun didatangi secara langsung, oleh sejumlah pihak, mulai dari polisi, TNI, hingga warga yang mendukung rencana penambangan. Sejumlah aparat bahkan ada yang mencoba membujuk dan meminta Ana untuk menjual tanahnya karena yang bersangkutan ingin memanfaatkannya untuk kepentingan pribadinya menanam durian. Tidak tahan menghadapi situasi tersebut, sejak sebulan lalu ia memilih menetap di rumah kerabat di Jakarta untuk menenangkan pikiran.
Ifan (34), warga Desa Wadas lainnya yang telah mendapatkan uang pembayaran ganti rugi tanah, mengatakan, warga yang mendukung rencana penambangan sama sekali tidak pernah melakukan intimdasi ataupun memengaruhi warga dari kelompok kontra.
”Sebaliknya, justru banyak warga yang menolak rencana penambangan, kemudian bertanya-tanya tentang nominal uang ganti rugi yang kami terima,” ujarnya.
Setelah bertanya, lanjut Ifan, warga tersebut kemudian tertarik untuk melepas tanahnya. Lebih dari 10 warga dari kelompok yang menolak penambangan kini telah berubah pikiran, melakukan proses pemberkasan dan menyatakan tanahnya siap diukur oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Purworejo.