Tambang Emas Tanpa Izin di Buol Diselidiki, Enam Alat Berat Disita
Penegak hukum diharapkan mengejar pemodal di balik beroperasinya tambang emas ilegal. Tambang ilegal juga diharapkan ditata agar bisa dikelola lebih prosedural serta bermanfaat untuk masyarakat dan negara.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah merazia pertambangan emas tanpa izin di perbatasan Kabupaten Buol dan Tolitoli. Polisi tidak berhasil menangkap para pelaku karena diduga informasi adanya razia bocor. Polisi menyita enam alat berat yang digunakan untuk penambangan.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto menyampaikan, untuk kepentingan penyelidikan, tim telah mendokumentasi pertambangan emas tanpa izin (PETI) tersebut dan mengambil koordinat lokasi. Alat berat dan barang-barang yang ditemukan di lokasi disita Polda Sulteng berkoordinasi dengan Kepolisian Resor Tolitoli.
”Selanjutnya akan dilakukan penyelidikan guna menentukan siapa-siapa pelaku yang terlibat pertambangan tanpa izin ini,” katanya di Palu, Sulteng, Senin (11/7/2022).
Tim Polda Sulteng terjun ke PETI tersebut pada Minggu (10/7/2022) dini hari berdasarkan informasi yang diperolah dari masyarakat dalam beberapa waktu belakangan. Saat berada di lokasi, tim hanya mendapati satu pekerja di kamp.
”Diduga informasi adanya tim Polda Sulteng terjun ke lokasi pertambangan tanpa izin telah diketahui sehingga banyak pekerja atau pelaku sudah tidak ada di tempat,” ujar Didik.
Ia menjelaskan, tim memang menemukan adanya penambangan di lokasi. Ada areal bukaan tambang yang berupa titik-titik (spot) terpisah, ada kamp untuk pekerja, dan peralatan terkait penambangan. Satu pekerja berada di lokasi pertambangan saat razia digelar.
Berdasarkan analisis dan informasi dari satu pekerja yang berada di lokasi PETI, tim menelusuri barang-barang lain terkait penambangan. Petugas selanjutnya menemukan enam alat berat jenis ekskavator yang digunakan untuk menambang.
Penindakan PETI tanpa menyasar siapa yang memodali berpotensi sia-sia (Taufik).
Empat alat berat ditemukan di lahan warga Desa Alisang, Kecamatan Basidondo, Tolitoli, berjarak sekitar 5 kilometer dari lokasi PETI. Dua ekskavator lainnya ditemukan di permukiman warga di Dusun Batuan, Desa Ogomatanang, Kecamatan Lampasio. Desa tersebut dekat dengan jalan Trans-Sulawesi poros Buol-Tolitoli.
Membentuk cabang
PETI tersebut berada di wilayah Kecamatan Kokobuka, Buol dan Kecamatan Basidondo, Tolitoli. Tambang berada di pinggir Sungai Tabong yang setelah lokasi tambang tersebut membentuk cabang masing-masing ke wilayah Buol dan Tolitoli. Lokasi tambang ilegal berada di kawasan hutan.
Di hilir sungai yang mengalir ke Buol dan Tolitoli terdapat banyak permukiman. Selama ini, dua sungai tersebut memicu banjir jika hujan lebat dan berdurasi lama mengguyur.
Lokasi tambang emas ilegal tersebut bisa diakses melalui Desa Salusu, Kecamatan Lampasio. Desa tersebut berjarak sekitar 90 kilometer dari lokasi PETI. PETI diperkirakan telah beroperasi dalam setahun terakhir.
Adanya alat berat memastikan sosok kuat yang membekingi PETI. ”Penindakan PETI tanpa menyasar siapa yang memodali berpotensi sia-sia,” ujarnya.
Hal lainnya, lanjut Taufik, kepolisian harus menggunakan banyak pasal untuk menjerat terduga pelaku, terutama pemodal. Selain pasal terkait penambangan tanpa izin, penyidik bisa memakai pasal lain yang relevan, misalnya regulasi terkait kehutanan. Dalam hal ini, terduga bisa dijerat dengan pasal perusakan hutan atau pengelolaan hutan tanpa izin pakai.
Dengan kedua pasal tersebut, jerat hukum untuk terduga atau tersangka lebih berat. Hal itu bisa menimbulkan efek jera.
PETI cukup banyak tersebar di Sulteng. Selain di Tolitoli dan Buol, tambang emas ilegal juga tersebar di Parigi Moutong, Poso, dan Banggai. Kebanyakan PETI dilakukan masyarakat sekitar lokasi tambang. Penertiban PETI selama ini terkesan tarik ulur karena banyaknya persoalan, termasuk adanya penolakan dari warga setempat.
Tak jarang PETI menimbulkan korban karena lokasi longsor. Terakhir, jelang akhir Februari 2021, longsor di PETI Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong, menewaskan tiga orang.
Ketua Komisi Nasional HAM Perwakilan Sulteng Dedi Askary meminta pemerintah menata lokasi tambang ilegal di Sulteng. PETI bisa dikelola secara legal oleh korporasi dengan tetap memperhatikan partisipasi warga.
Tujuannya agar sumber daya alam tersebut berdampak baik untuk pemasukan negara dan memberikan keadilan bagi masyarakat setempat. Kemungkinan lainnya PETI dikelola warga dalam skema tambang rakyat.