Wisata Sungai di Malang yang Memesona
Selain memesona dan menjadi tujuan wisata menarik, destinasi wisata sungai di Malang juga membawa pesan dan tanggung jawab akan kelestarian lingkungan oleh warga yang tinggal di sekitarnya.
Sejumlah wisatawan asik berfoto di atas jembatan kaca yang menghubungkan Kampung Warna-warni di Kelurahan Jodipan dengan Kampung Tiga Dimensi (Tridi), di Kelurahan Kesatrian, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu (9/7/2022) sore.
Cuaca yang cerah membuat sinar lembayung mentari berpadu dengan aneka warna cat yang menghiasi rumah-rumah warga di bantaran sungai itu. Di bawahnya mengalir Sungai Brantas dengan debit yang tidak terlalu besar.
Sesekali, di sisi timur, deru kereta api melintas dari Stasiun Malang menuju Stasiun Malang Kota Lama ataupun sebaliknya. Sementara itu, di sisi lain, lalu lalang kendaraan tiada henti melewati Jembatan Brantas yang menyambung dengan Jalan Gatot Subroto.
”Asik suasananya, bagus. Ini pertama kalinya saya datang ke sini,” ujar Prihatin (50), salah satu wisatawan asal Tangerang, Banten, yang datang ke tempat itu bersama anaknya yang berusia remaja.
Prihatin sebenarnya datang ke Malang untuk menjengkuk sang anak yang tengah menuntut ilmu di Universitas Brawijaya. Namun, dia menyempatkan diri berkunjung ke Kampung Warna-warni. Sebelumnya, cerita soal destinasi wisata yang sempat kesohor itu hanya dia ketahui di media massa dan media sosial.
Alhasil, menginjakkan kaki di perkampungan itu seolah memberi kepuasan tersendiri. Ia merasakan atmosfer yang jauh berbeda dengan hanya sekadar mencermati aneka warna bangunan dari balik layar sentuh gawai berukuran 5-6 inci.
Prihatin bukan satu-satunya wisatawan domestik yang tertarik datang ke tempat itu. Awal pekan lalu, sekitar 1.000 siswa sekolah dari Bogor, Jawa Barat, juga berkunjung ke tempat ini. Mereka mengendarai 23 bus. Sehari kemudian, menyusul giliran rombongan 500 wisatawan dari daerah lain.
Baca juga: Dunia Pariwisata di Malang Terus Bergeliat
Kampung aneka warna ini memang populer dan menjadi ikon Kota Malang. Warna-warni cat cerah yang dipoleskan ke dinding dan atap rumah mengubah Jodipan yang sebelumnya kumuh menjadi bersih dan tertata. Kampung ini pun kemudian mengilhami munculnya kampung-kampung tematik lain di Malang, bahkan luar daerah.
Untuk mendukung agar kampung itu bisa menjadi destinasi yang menyenangkan, gang-gang kecil mirip labirin di dalamnya juga dihias dengan aneka seni instalasi warna-warna terang. Kios-kios penjaja makanan yang ada di dalam kampung juga tak lepas dari penataan.
Tak lupa, untuk menjaga keamanan, alat peringatan dini bencana (early warning sistem) dipasang di tepi sungai. Maklum, saat puncak musim hujan, debit air Sungai Brantas di kawasan ini biasanya meninggi akibat dari gelontoran air dari kawasan hulu di Kota Batu.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Kampung Warna-warni Agus Kodar menuturkan, kampungnya menjadi obyek wisata sejak 2016 yang sekaligus masa keemasan hingga menjelang pandemi. Setelah pandemi mereda, destinasi ini kembali ramai dikunjungi.
Pada hari kerja jumlah pengunjung mencapai 200 orang per hari dan 300 orang pada akhir pekan. ”Saat libur sekolah, jumlah wisatawan bisa mencapai 300 orang per hari, tetapi tidak pasti, terkadang melonjak tinggi. Waktu puncak kunjungan saat libur sekolah juga tidak tergantung akhir pekan,” tutur Agus.
Keberadaan lokasi wisata ini memang tak lepas dari peran sejumlah mahasiswa Program Studi Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Mereka memberi sentuhan kampung yang kumuh itu dengan aneka warna cat. Dengan melibatkan program pertanggungjawaban sosial perusahaan cat, mereka mewujudkan ide kreatif menyulap kampung tersebut.
Kampung Warna-warni dan Kampung Tridi bukan satu-satunya tempat wisata yang berada di aliran sungai di Malang. Masih di alur Sungai Brantas, muncul kampung tematik lain, seperti Kampung Biru Arema yang berada di seberang barat Jembatan Brantas (masuk Kelurahan Kidul Dalem). Ada juga Kampung Putih yang berada di Kelurahan Celaket—di sisi selatan RSUD Syaiful Anwar.
Ketua Forum Komunikasi Kampung Tematik Kota Malang Isa Wahyudi mengatakan, ada tujuh kampung tematik di Kota Malang yang berada di daerah sungai. Mereka muncul dalam waktu lima-enam tahun terakhir, yang paling tua Kampung Wisata Keramik Dinoyo dan Gerabah Penanggungan. Kampung-kampung itu memanfaatkan sungai sebagai halaman lingkungannya.
Dalam perkembangannya, seakan tak mau kalah, di wilayah Kabupaten Malang juga bermunculan obyek wisata yang memanfaatkan sungai dalam beberapa tahun terakhir. Sebut saja lokasi wisata baru di Desa Bendosari, Kecamatan Pujon (wilayah Malang barat) yang ada di pinggir sungai di jalur utama Malang-Kediri. Lokasi wisata ini melengkapi obyek wisata sungai penguji adrenalin yang sudah ada sebelumnya, yakni Pujon Rafting yang memanfaatkan alur Sungai Konto.
Sungai-sungai yang ada di sisi Malang timur, di kaki Gunung Semeru, juga tak luput dari incaran untuk dijadikan obyek wisata, seperti Boon Pring di Desa Sanankerto, Kecamatan Turen (memanfaatkan mata air, embung, dan konservasi aneka ragam jenis bambu) yang baru saja menerima penghargaan 5TH Asean Rural Development and Property Eradication, hingga obyek wisata di Desa Pandansari Lor, Kecamatan Jabung.
Baca juga: Pemberdayaan Ekonomi Ala Pujon Kidul
Di perbatasan Kabupaten dan Kota Malang juga ada Wisata Kali Cemplong yang memanfaatkan tanggul kali sepanjang 1,5 kilometer—yang diapit Sungai Bango—di Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, yang muncul dari aktivitas tidak disengaja akibat pandemi Covid-19.
”Dulu tanggul ini tidak bisa dilewati, penuh semak belukar. Begitu muncul Covid-19, ada aturan warga harus di rumah, tidak boleh ke mana-mana. Hal itu mendorong kami dari kelompok Kapiworo Bersatu membersihkan tempat ini. Jalannya kami kasih paving, tepian tanggulnya kami tanami bunga,” tutur Andik Supriono (51), salah satu penggagas sekaligus Ketua Kelompok Sadar Wisata Kali Cemplong.
Setahun setelah lokasi itu bersih dan tertata, menurut Andik, bermunculan warung kopi. Campur tangan mahasiswa beberapa perguruan tinggi melalui program kuliah kerja nyata juga ikut memoles tempat itu menjadi lebih menarik dan kekinian.
Wisata Cemplon pun banyak dikunjungi oleh mereka yang hobi berolahraga sepeda (gowes). Areanya juga ideal untuk kegiatan kepramukaan. Setiap pekan ada pentas seni kuda lumping yang menyedot cukup banyak pengunjung.
”Kalau Minggu pagi di sini sering menjadi lokasi senam ibu-ibu. Kadang ada live music, organ tunggal yang berlangsung sampai sore. Tempat parkir kendaraan penuh kalau Minggu,” ucap Andik yang mengaku semua didanai secara swadaya, tidak ada campur tangan pemerintah daerah.
Baca juga: Bunga-bunga yang Menyemarakkan Kota
Isa Wahyudi melihat ada kesadaran lingkungan mulai coba dibangun oleh masyarakat yang telanjur berada di daerah aliran sungai. Mereka membangun ketenangan, kenyamanan, serta keamanan terhadap kampungnya sendiri, dalam artian membangun kepedulian terhadap sungai itu.
Mereka mencoba mengubah pola pikir selama ini bahwa siapa pun yang bermukim di tepian sungai selalu dianggap masyarakat marjinal, terpinggirkan, dan kumuh. Mereka mencoba keluar dari stereotipe tersebut dengan membangun tanggung jawab.
”Ketika tinggal di pinggir sungai, lalu apa yang bisa dikerjakan. Mereka pun menghidupkan kampung dengan memberikan sentuhan sehingga jadi menarik sekaligus membangun lingkungan,” katanya.
Jika yang mereka kerjakan kemudian berdampak mendatangkan pemasukan ekonomi dari kegiatan wisata, menurut Isa, hal itu adalah bonus. ”Seperti Kampung Warna-warni saat dilihat view-nya bagus, kemudian yang lain ikut-ikutan (membuat kampung tematik) itu tidak apa-apa. Memberikan efek domino yang bagus,” kata Isa yang juga penggagas Kampung Budaya Polowijen.
Terkait munculnya banyak tempat wisata baru yang memanfaatkan sungai, menurut Isa, sebenarnya tidak masalah. Yang jadi persoalan jika keamanan dari sungai itu sendiri terganggu. Oleh karena itu, obyek wisata di sungai jangan sampai mengancam kelestarian sungai itu sendiri. Jika kelestarian sungai terabaikan, beban sungai tentu akan semakin bertambah.
”Ada beberapa persolan yang mesti diperhatikan, di antaranya kelestarian tidak berbuntut pencemaran, keamanan jika tiba-tiba debit sungai meningkat, dan jangan sampai merusak pemandangan sungai itu sendiri,” ujarnya.