Kasus Pornografi Anak di Medsos, Polda DIY Temukan 3.800 Foto dan Video
Polda DIY mengungkap kasus penyebaran materi pornografi anak melalui media sosial. Dalam kasus itu, polisi menemukan sekitar 3.800 video dan foto yang disebarkan melalui grup medsos dan aplikasi percakapan.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Kepolisian Daerah DI Yogyakarta mengungkap kasus penyebaran materi pornografi anak melalui media sosial. Dalam kasus itu, polisi menemukan sekitar 3.800 video dan foto yang disebarkan melalui grup medsos dan aplikasi percakapan. Polisi pun memburu 10 orang yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Komisaris Besar Roberto Gomgom Manorang Pasaribu menyatakan, kasus itu berawal dari laporan warga Desa Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DIY, 21 Juni 2022. Laporan itu menyebut, ada tiga anak perempuan berusia 10 tahun yang dihubungi seseorang tak dikenal melalui video call (panggilan video).
Dalam panggilan video itu, pelaku menunjukkan alat kelaminnya kepada anak-anak tersebut. ”Ketika dihubungi, ternyata diajak melihat alat kelamin dari pelaku melalui video call. Anak-anak itu langsung mematikan panggilan kemudian mengadu pada orangtua,” ujar Roberto dalam konferensi pers, Senin (11/7/2022), di Markas Polda DIY, Kabupaten Sleman, DIY.
Setelah kejadian tersebut, orangtua dan guru anak-anak itu kemudian melapor kepada petugas Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Desa Argosari. Laporan itu kemudian diteruskan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda DIY.
Penyidik Ditreskrimsus Polda DIY pun langsung menyelidiki dan berhasil mengetahui lokasi pelaku. Petugas kemudian menangkap pelaku, yakni seorang laki-laki berinisial FAS (27), pada 22 Juni 2022 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Berdasarkan penyidikan polisi, pelaku mendapatkan nomor para korban dari grup Whatsapp.
Di dalam grup tersebut, dibagikan nomor-nomor Whatsapp milik anak-anak dengan tujuan menjadi sasaran panggilan video. ”Pelaku bergabung dengan beberapa grup aplikasi Whatsapp. Dia bisa bergabung ke grup itu setelah sebelumnya bergabung di grup Facebook,” ujar Roberto.
Setelah mendapatkan nomor milik anak yang menjadi sasaran, pelaku mengajak korban bercakap-cakap melalui Whatsapp. Dalam percakapan itu, pelaku mengaku sebagai remaja kelas 1 SMP untuk menjalin kedekatan dengan para korban.
”Pelaku mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas. Dalam kejahatan terhadap anak, hal ini dikenal dengan istilah grooming, yakni bagaimana pelaku membuat korban menjadi nyaman sehingga bisa berhubungan,” kata Roberto.
Setelah percakapan itu, pelaku kemudian melakukan panggilan video kepada para korban untuk menunjukkan alat kelaminnya. Menurut Roberto, berdasarkan pengakuan pelaku, dia sudah melakukan perbuatan semacam itu kepada empat anak sejak Mei 2022.
Dari hasil pemeriksaan, pelaku menjalankan aksinya karena dorongan seksual yang dipicu oleh aktivitas menonton film porno. ”Perbuatan itu dilakukan karena hasrat seksual. Jadi, dia mengalami suatu kepuasan tertentu ketika melakukan perbuatan tersebut,” kata Roberto.
Pelaku berinisial FAS itu dijerat dengan Pasal 45 Ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 52 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pelaku juga dijerat dengan Pasal 29 juncto Pasal 4 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Ancaman hukuman untuk pelaku adalah 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 6 miliar.
Pengembangan
Roberto menambahkan, dari pengembangan penyidikan terhadap FAS, polisi menemukan 10 grup Whatsapp yang menjadi tempat penyebaran materi pornografi anak dan nomor kontak anak-anak. Setiap grup itu rata-rata memiliki 250 anggota. ”Di grup-grup itu, isinya sharing (berbagi) video, foto, dan nomor telepon target yang semua rata-rata usia anak,” ucapnya.
Pelaku mengaku sebagai teman sebaya atau kakak kelas.
Roberto juga menyebut, dari 10 grup Whatsapp itu, ada sebuah grup yang memiliki dua anggota dengan nomor telepon dari negara lain. Dua anggota dengan nomor telepon asing itu ikut aktif menyebarkan foto dan video anak-anak.
”Ini sedang kami dalami apakah ini merupakan nomor telepon yang dimiliki orang asing ataukah orang Indonesia yang menggunakan nomor telepon asing untuk akun Whatsapp-nya,” ucap Roberto.
Selain itu, polisi juga menemukan sebuah grup Facebook dengan 91.000 anggota yang berisi nomor-nomor kontak anak sebagai target. Grup tersebut bersifat tertutup sehingga hanya anggota grup itu yang bisa melihat isi percakapan di sana.
Roberto menyatakan, dari berbagai grup tersebut, polisi menemukan 3.800 video dan foto. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan polisi, ada sekitar 60 gambar yang diduga merupakan produksi baru dan belum pernah beredar sebelumnya. Polisi pun melakukan tindak lanjut dengan mengejar sejumlah orang yang diduga terkait dengan kasus tersebut.
”Saat ini, target kami ada sekitar 10 pelaku yang sedang kami kejar. Ada di wilayah Kalimantan, Jawa, sampai dengan di daerah Sumatera. Jadi, anggota kami sedang menyebar. Mungkin satu dua hari ini semua bisa terungkap kelompok besarnya,” kata Roberto.
Roberto menambahkan, dalam pengungkapan kasus tersebut, Ditreskrimsus Polda DIY akan bekerja sama dengan sejumlah pihak, termasuk agen penegakan hukum internasional, seperti Interpol dan FBI. Kerja sama itu dibutuhkan untuk menyelidiki apakah ada pelaku dari negara lain yang terlibat dalam kasus tersebut.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Ajun Komisaris Besar FX Endriadi mengatakan, kasus kejahatan siber yang menyasar anak-anak sebagai korban itu bisa terjadi kepada siapa saja dan di mana saja. Oleh karena itu, dia mengimbau para orangtua terus mengawasi anak-anak mereka saat melakukan komunikasi melalui medsos dan aplikasi percakapan.
”Jangan pernah memberikan sarana komunikasi kepada anak-anak tanpa pengawasan yang baik,” ujar Endriadi. Masyarakat yang mengetahui terjadinya kejahatan siber terhadap anak juga diimbau segera melapor ke polisi agar pelaku bisa segera ditangkap.