Bupati Daerah Penghasil Sawit Minta Tata Kelola Perkebunan Diperbaiki
AKPSI yang diikuti 160 bupati dari daerah penghasil sawit di Indonesia memberikan 13 rekomendasi ke pemerintah pusat untuk memperbaiki tata kelola perkebunan sawit. Rekomendasi itu meliputi akses data hingga keuntungan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemimpin daerah penghasil sawit memberikan rekomendasi perbaikan tata kelola sawit ke Presiden RI. Rekomendasi itu disusun berdasarkan keluhan masyarakat khususnya para petani sawit swadaya ataupun yang bermitra dengan perusahaan. Salah satunya adalah soal keterbukaan data perizinan kelapa sawit.
Total terdapat 13 rekomendasi yang diberikan Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) ke pemerintah pusat. Rekomendasi itu disusun oleh 160 bupati seluruh Indonesia yang memimpin daerah penghasil sawit yang menjadi anggota AKPSI.
Ketua AKPSI Yulhaidir, yang juga Bupati Seruyan di Kalimantan Tengah, mengungkapkan, rekomendasi itu lahir dari Rapat Koordinasi yang sudah dilaksanakan bersama bupati lengkap dengan kepala dinas yang membidangi perkebunan, kepala dinas bidang kehutanan, dan perangkat daerah yang membidangi pemberdayaan masyarakat desa.
Dikatakan, rekomendasi tersebut direspons baik oleh pemerintah melalui Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pihaknya juga berharap Presiden RI Joko Widodo bisa langsung merealisasikan rekomendasi tersebut.
Selama ini kami minta data, memang diberikan tetapi tidak sepenuhnya, apalagi terkait data dokumen soal batas dan lainnya. (Yulhaidir)
”Ini aspirasi langsung masyarakat, kami bukan meminta yang mengada-ada, semua rekomendasi itu ada dasar hukumnya, yang kami nilai perlu bantuan pemerintah pusat perlu didorong lagi untuk memperbaiki tata kelola sawit,” ungkap Yulhaidir saat dihubungi dari Palangkaraya, Jumat (8/7/2022).
Rekomendasi
Rekomendasi itu berisi 13 poin, antara lain, AKPSI meminta pemerintah pusat melakukan normalisasi harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, mendukung audit sektor hulu dan hilir dan meminta KLHK menyampaikan salinan akta notaris tentang pernyataan perusahaan untuk pembangunan plasma sebesar 20 persen untuk masyarakat.
Hal lain adalah meminta Menteri ATR/BPN untuk tidak memproses HGU perusahaan sebelum menyampaikan kesanggupan pembangunan kebun plasma, meminta Menteri ATR/BPN untuk menyampaikan salinan dokumen HGU dan HGB kepada bupati, meminta pemerintah pusat menerbitkan peraturan pemerintah dan peraturan Menteri Keuangan terkait dana bagi hasil.
Poin lainnya, AKPSI meminta pemerintah pusat untuk memberikan wewenang kepada kabupaten untuk memungut retribusi produksi TBS minimal Rp 25 per kilogram.
Organisasi ini juga meminta Kementerian Pertanian merevisi kebijakan dengan memasukkan cangkang dan kernel dalam penghitungan penentuan harga TBS dan pemerintah pusat agar tata kelola sawit masuk prolegnas 2023. Pemerintah pun perlu mengeluarkan edaran kepada semua perusahaan untuk membuka akses data dan legalitas perizinan kepada kepala daerah.
AKPSI juga meminta KLHK untuk mencantumkan kewajiban perusahaan penerima izin pelepasan kawasan hutan dan mengurus HGU paling lambat 6 bulan setelah keluarnya izin pelepasan kawasan. Untuk itu, perusahaan segera merealisasikan plasma dengan membayar kewajiban paling lambat enam bulan, dan yang terakhir semua perusahaan kelapa sawit diharapkan bergabung di satu organisasi.
”Selama ini kami meminta data, memang diberikan, tetapi tidak sepenuhnya, apalagi terkait data dokumen soal batas dan lainnya,” ungkap Yulhaidir.
Yulhaidir menambahkan, selama ini konflik antara masyarakat dan perusahaan sawit itu dipicu banyak hal, mulai dari soal legalitas lahan, hingga persoalan plasma. Semua faktor konflik itu ada dalam rekomendasi.
”Tentunya kalau semua aturan itu dijalankan dengan baik konflik bisa dihindari, apalagi soal plasma, pemerintah daerah selama ini kesulitan untuk memaksa perusahaan merealisasikan plasma,” ungkap Yulhaidir.
Melihat hal itu, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Kalimantan Tengah Dwi Darmawan mengungkapkan, pihaknya mendukung semua program pemerintah termasuk dalam hal mengaudit perusahaan. Pihaknya juga mendukung rekomendasi tersebut namun berharap dilibatkan juga dalam penyusunannya.
”Apa pun program pemerintah kami dukung, kalau soal rekomendasi (AKPSI) sampai sekarang kami belum menerima salinannya,” kata Dwi.