PTUN Jakarta: Kontrak Karya PT DPM dengan Pemerintah merupakan Informasi Terbuka
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan, kontrak karya pertambangan seng PT Dairi Prima Mineral dengan Kementerian ESDM adalah informasi terbuka. Informasi itu diminta segera dibuka ke publik.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta memutuskan, kontrak karya pertambangan seng PT Dairi Prima Mineral (DPM) dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) adalah informasi terbuka. Gugatan merupakan bagian penolakan warga terhadap tambang seng yang dinilai mengancam lingkungan hidup dan keselamatan warga di sekitarnya.
”Menguatkan putusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor 039/VIII/KIP-PS-A/2019 tanggal 20 Januari 2022,” demikian bunyi putusan PTUN Jakarta yang disampaikan secara elektronik court (e-court), yang dikirim melalui surat elektronik kepada para pihak, Selasa (5/7/2022).
Majelis Hakim PTUN Jakarta, yang diketuai I Dewa Gede Puja dengan anggota Mohamad Syaugie dan Nasrifal, menyatakan, menolak permohonan dari pemohon keberatan yang merupakan termohon informasi, yakni Kementerian ESDM.
”Menghukum pemohonan keberatan/dahulu termohon informasi untuk membayar biaya perkara,” kata Majelis Hakim dalam putusannya. Dalam putusan e-court itu juga disebutkan, salinan putusan belum tersedia.
Perwakilan warga, Serly Siahaan, sebelumnya memohon informasi Kontrak Karya Renegosiasi Nomor 272.K/30/D/DJB/2018 dan izin produksi PT DPM, pada Agustus 2019. Kontrak karya itu antara Kementerian ESDM dan PT DPM terkait pertambangan seng di Kabupaten Dairi. Komisi Informasi Pusat RI pada Januari 2022 dalam putusannya mewajibkan Kementerian ESDM membuka kontrak karya itu.
Namun, Kementerian ESDM mengajukan banding ke PTUN Jakarta. Banding yang diajukan oleh Kementerian ESDM pun ditolak oleh PTUN Jakarta sebagaimana dalam putusan yang disampaikan melalui e-court tersebut.
Hal ini penting karena menyangkut lingkungan hidup dan keselamatan ratusan ribu warga Dairi.
Roy Marsen Simarmata, kuasa Hukum Serly Siahaan dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), mengatakan, Kementerian ESDM seharusnya mematuhi dan melaksanakan putusan PTUN Jakarta tersebut. ”Hal ini penting karena menyangkut lingkungan hidup dan keselamatan ratusan ribu warga Dairi,” katanya.
Rohani Manalu, perwakilan masyarakat dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih, mengatakan, mereka mengapresiasi putusan PTUN Jakarta itu. Keterbukaan informasi kontrak karya tersebut dinilai penting untuk mengetahui aktivitas perusahaan ke depan.
”Pertambangan seng ditolak warga karena membuka kawasan hutan lindung, membangun gudang peledak dekat permukiman, dan bendungan limbah di hulu permukiman yang dikhawatirkan rentan jebol karena gempa,” kata Rohani. Selain dengan mengajukan gugatan publik, warga juga sudah berulang kali melakukan unjuk rasa di Dairi hingga Jakarta.
Rohani mengatakan, PT DPM sudah beraktivitas di lapangan, seperti membangun gudang bahan peledak, mulut terowongan, dan bendungan limbah pada 2021. Gudang bahan peledak dibangun hanya berjarak 50,64 meter dari permukiman dan perladangan warga. Sesuai rapat sosialisasi draf analisis masalah dampak lingkungan hidup (amdal) pada Mei 2021, gudang itu seharusnya dipindah.
Pembangunan tambang seng itu digagas sejak tahun 2005 dan langsung mendapat penolakan keras dari masyarakat. Pembangunannya kemudian berhenti total pada 2012 hingga 2017 karena penolakan warga. Namun, pembangunan tambang dilanjutkan pada 2017.
Pertambangan di dataran tinggi kawasan Danau Toba itu pun dilakukan karena diperkirakan memiliki 5 persen dari total cadangan seng dunia. Selain seng, diajukan juga izin untuk menambang timah dan perak.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik Kementerian ESDM Agung Pribadi tidak menerima permintaan wawancara Kompas terkait putusan PTUN Jakarta itu. Agung meminta Kompas menghubungi Humas Kementerian ESDM Arid Riza Abadi. Namun, Arid juga tidak menanggapi permintaan wawancara Kompas.
Head of HSE and Corporate Relations PT Bumi Resources Minerals, induk PT DPM, Achmad Zulkarnain, sebelumnya mengatakan, mereka menganggap dokumen kontrak karya sebagai rahasia sampai ada keputusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan.
Zulkarnain mengatakan, saat ini perusahaan berhenti beroperasi untuk sementara waktu karena ada penolakan-penolakan dari warga. ”Kami sedang menunggu persetujuan amdal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sebelumnya perusahaan sudah mendapat amdal pada 2005. Kemudian, dilakukan adendum amdal pada 2019,” katanya.