Lonjakan Harga ”Barito” Bayangi Manado Menjelang Idul Adha
Warga Manado dibayangi kemungkinan lonjakan harga komoditas penting, seperti cabai rawit, bawang merah, dan tomat, menjelang perayaan Idul Adha. Kendati begitu, pemerintah menyatakan pasokan sudah cukup dan harga stabil.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Warga membeli cabai rawit, Rabu (6/7/2022), di Pasar Bersehati, Manado, Sulawesi Utara.
MANADO, KOMPAS — Warga Manado, Sulawesi Utara, dibayangi kemungkinan lonjakan harga komoditas penting, seperti cabai rawit, bawang merah, dan tomat, menjelang perayaan Idul Adha. Kendati begitu, Tim Pengendali Inflasi Daerah Sulut menyatakan pasokan sudah cukup untuk menjaga stabilitas harga.
Upaya ini diawali dengan inspeksi mendadak di Pasar Bersehati Manado yang dilaksanakan Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Sulut bersama Dinas Pangan dan Biro Perekonomian Sulut, Rabu (6/7/2022). Bahan-bahan pembuat sambal yang dikenal sebagai barito (bawang, rica atau cabai rawit, dan tomat) di Sulut menjadi fokus utama pemantauan.
Imran Gani (58), salah satu pedagang tiga bahan itu, mengatakan, harga jual cabai rawit sudah turun ke angka Rp 68.000 per kilogram dari Rp 100.000 per kg empat hari sebelumnya. ”Stok sudah banyak sekali. Tiap pagi ada orang dari dinas (pangan) yang datang pantau harga,” ujarnya.
Harga bawang merah pun telah merosot ke Rp 68.000 per kg dari Rp 90.000 per kg beberapa hari sebelumnya. Imran mengatakan, stok bawang merah yang ia jual didatangkan dari Bima, Nusa Tenggara Barat, dengan kualitas lebih bagus ketimbang yang berasal dari Enrekang, Sulawesi Selatan. Harga saat ini pun ia sebut sudah cukup murah.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Seorang pedagang dikunjungi tim gabungan Bank Indonesia dan Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Sulut saat inspeksi, Rabu (6/7/2022), di Pasar Bersehati, Manado, Sulawesi Utara.
Ismail Pakaya (48), pedagang lainnya, menetapkan harga jual yang lebih tinggi, yaitu Rp 80.000 per kg untuk masing-masing cabai rawit dan bawang merah. ”Pasokan lancar, enggak pernah kehabisan. Rica saya beli Rp 75.000 per kg dari Gorontalo, kalau bawang merah yang kotor Rp 65.000 per kg,” katanya.
Sementara itu, tomat produksi Langowan, Kabupaten Minahasa, dibanderol Rp 18.000-Rp 20.000 per kg, sedangkan harga bawang putih sekitar Rp 28.000 per kg. Muhammad Patute (49), pedagang lain, menyebut harga itu sudah murah, tetapi penjualannya cenderung menurun semasa revitalisasi Pasar Bersehati, pasar induk di Manado itu.
BI mencatat, barito menjadi pendorong kuat peningkatan inflasi bulanan sepanjang Juni 2022, yaitu 0,85 persen di Manado dan 1,47 persen di Kotamobagu. Meski harga sudah mulai menurun, BI memprediksi kenaikan harga akan terus berlanjut pada Juli 2022, termasuk pada barito.
Deputi Kepala Perwakilan BI Sulut Divisi Perumusan dan Implementasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Daerah Fernando Butarbutar mengatakan, faktor pertama yang menyebabkan fluktuasi harga barito ialah fenomena La Nina. Hujan yang masih kerap turun sepanjang Juni hingga awal Juli 2022 menyebabkan gagal panen di sejumlah daerah.
Akibatnya, kebutuhan Sulut akan cabai rawit dari Jawa Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah sebesar 6-8 ton per hari hanya dapat terpenuhi setengahnya. Adapun kebutuhan bawang merah sebesar 36 ton per hari dari Enrekang dan Bima hanya terpenuhi hingga 12 ton per hari.
”Faktor yang kedua adalah harga pupuk yang sejak 2021 harganya sudah mulai naik. Per 1 Juli, pemerintah juga akan mengurangi kuota pupuk bersubsidi. Memang ini faktor global (pasokan berkurang karena invasi Rusia di Ukraina), tetapi berpengaruh pada harga di tingkat konsumen,” kata Fernando.
Faktor ketiga yang menyebabkan inflasi adalah tingginya harga barito di sejumlah provinsi di timur Sulut. Hal ini mendorong para pedagang menjual komoditas-komoditas itu ke daerah, seperti Maluku dan Papua.
Produksi di dalam daerah juga perlu didongkrak sehingga pasokan melimpah dan harga menurun.
Menurut data BI, Sulut sebenarnya dapat memenuhi kebutuhan tomat di Manado saja yang sebesar 22-24 ton per hari dengan produksi di dalam daerah. Namun, para pedagang lebih suka menjual tomat ke daerah lain sehingga pasokan tomat dari dalam daerah hanya berkisar 8-14 ton per hari. Hal yang sama terjadi pada cabai rawit.
Kepala Dinas Pangan Sulut Sandra Moniaga mengatakan, para pedagang perantara biasanya telah mengijon panen petani dengan harga tertentu. Akibatnya, petani tidak bisa memetik keuntungan maksimal, sedangkan konsumen terbebani oleh tingginya harga.
Karena itu, Sandra menyatakan, pihaknya akan terus berupaya memangkas rantai pedagang perantara antara petani dan konsumen. Di samping itu, produksi di dalam daerah juga perlu didongkrak sehingga pasokan melimpah dan harga menurun.
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Suasana Pasar Bersehati, Manado, Sulawesi Utara, Rabu (6/7/2022).
”Kita tidak bisa melarang pedagang menjual ke luar daerah. Jadi harus produksi secara besar-besaran supaya pedagang tetap bisa jual ke daerah lain, tetapi stok yang ada di dalam daerah tetap cukup. Otomatis, harganya tidak akan naik. Jadi, petani dan konsumen tetap untung, sedangkan akses pedagang ke komoditas tetap baik,” tuturnya.
Upaya ini akan dimulai dengan dialog antara pemprov dan pemimpin asosiasi pedagang tiap-tiap komoditas di Sulut. Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Sulut Lukman Lapadengan mengatakan, pihaknya akan memberikan imbauan untuk mengurangi penjualan ke luar daerah.
Sementara itu, Badan Urusan Logistik (Bulog) Kantor Wilayah Sulut dan Gorontalo menyatakan, stok sejumlah komoditas lain, seperti beras dan gula, sudah cukup hingga perayaan Idul Adha. Khusus minyak goreng curah, pihaknya telah menyediakan 12 ton per hari dengan harga stabil di kisaran Rp 12.800 per liter.