Pemerintah Diminta Buka Keran Impor Vaksin PMK Mandiri
Untuk mempercepat upaya antisipasi penularan penyakit mulut dan kuku, pemerintah diharapkan segera membuka keran impor vaksin penyakit itu.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seekor sapi tengah divaksinasi untuk menangkal penularan penyakit mulut dan kuku di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (28/6/2022). Pemerintah Sumsel mendapatkan kuota vaksin sebanyak 2.200 dosis. Saat PMK mewabah, peternak tidak bisa menjual sapi sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
MAGELANG, KOMPAS — Pemerintah diharapkan segera membuka keran impor vaksin penyakit mulut dan kuku atau PMK secara mandiri. Kebijakan ini dinilai menjadi solusi tepat dan cepat untuk mengatasi wabah PMK dibandingkan menunggu pemerintah untuk mengalokasikan vaksin gratis.
”Di tengah kekhawatiran akan bahaya penularan PMK ini, yang terpenting bagi peternak adalah mendapatkan kepastian bahwa stok vaksin itu ada dan tersedia, bukan semata-mata menunggu diberi vaksin gratis,” ujar anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam acara diskusi publik ”Penyakit Mulut dan Kuku dan Derita Peternak: Rakyat Harus Bagaimana” yang digelar oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah secara daring dan offline, Rabu (6/7/2022).
Berdasarkan hasil pengamatan dan pendekatan yang dilakukan di lapangan, Yeka mengatakan, rata-rata peternak mampu membiayai kebutuhan untuk mengantisipasi penularan virus. Oleh karena itu, saat vaksin dan desinfektan tersedia, mereka pun pasti akan turun tangan melakukan upaya pencegahan demi melindungi ternaknya.
Kebijakan membuka keran impor mandiri juga dinilai tepat dilakukan karena bisa mempercepat serta memperluas akses pengadaan vaksin dari negara mana pun.
”Tidak lagi perlu menunggu dari Perancis karena vaksin PMK sebenarnya juga tersedia di sejumlah negara lain, seperti Vietnam, Thailand, dan China,” ujarnya.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Petugas dari Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang mengenakan hazmat saat melakukan pemeriksaan sapi yang dijual pedagang sapi musiman di kawasan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Rabu (15/6/2022). PMK ditetapkan sebagai wabah oleh Menteri Pertanian pada 9 Mei 2022 dan kasusnya masih meluas.
Ombudsman RI menilai, pemerintah lambat mengatasi wabah PMK. Selain karena tidak bergerak cepat dengan membuka keran impor vaksin PMK secara mandiri, Yeka mengatakan, pihaknya pun sangat menyesalkan kelambanan pemerintah yang hingga saat ini belum menetapkan PMK sebagai wabah nasional.
”Padahal, pengumuman PMK sebagai wabah atau bencana nasional akan dapat mempermudah upaya untuk melakukan konsolidasi, penyatuan kekuatan dari berbagai elemen agar bersama-sama bersinergi mengatasi PMK,” ujarnya.
Pernyataan PMK sebagai wabah nasional nantinya bisa menggerakkan, membangkitkan semangat mulai dari kalangan dokter hewan hingga kalangan pengusaha untuk bersama-sama bekerja mengobati ternak yang sakit dan melakukan pengadaan vaksin.
Dia menuturkan, sebenarnya tidak lagi ada alasan untuk tidak menetapkan wabah ini sebagai wabah nasional karena kasus PMK sudah ditemukan di 21 provinsi, atau 62 persen dari total wilayah Indonesia.
Gagal pengawasan
Kasus PMK Indonesia pertama kali terjadi di era tahun 1980-an. Ombudsman juga menemukan indikasi PMK kembali terjadi di tahun 2015, pada ternak babi. Namun, ketika itu, kasus tersebut tidak diketahui publik karena hewan yang sakit langsung dipotong.
Mengacu pada kasus PMK yang terjadi di dua tahun tersebut dan kembali berulang di tahun ini, Ombudsman mempertanyakan kinerja Badan Karantina Pertanian, yang gagal melakukan pengawasan terhadap lalu lintas ternak.
Kepala Balai Besar Veteriner Wates drh Hendra Wibawa mengatakan, melihat apa yang sudah terjadi di tahun 2022, penularan PMK berlangsung sangat cepat. Jika di April 2022 baru ditemukan di Aceh dan Jawa Timur, saat ini kasus PMK terdata telah tersebar di 21 provinsi.
Penyakit yang ditularkan oleh virus, seperti PMK, menurut dia sebenarnya tidak bisa diobati. Upaya yang bisa dilakukan ialah dengan upaya pemulihan kondisi dengan cara penyuntikan antibiotik atau vitamin, serta meningkatkan kekebalan tubuh ternak dengan cara menyuntikkan vaksin.
Petugas dari Dinas Ketahanan Pangan Kota Tangerang mengenakan hazmat saat melakukan pemeriksaan sapi yang dijual pedagang sapi musiman di kawasan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Rabu (15/6/2022). Pemeriksaan dilakukan sebagai antisipasi penularan karena tingginya peredaran sapi dari sejumlah wilayah menjelang perayaan hari raya Idul Adha.
Namun, terkait upaya vaksinasi, dia mengakui, Balai Besar Veteriner Wates saat ini juga tidak bisa berbuat banyak. ”Saat ini, kami pun kehabisan vaksin,” ujarnya. Sekarang ini, Balai Besar Veteriner Wates hanya memiliki persediaan vitamin.
Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, hingga Senin (4/7/2022), kasus PMK terdata telah terjadi di 231 kota/kabupaten yang ada di 21 provinsi. Jumlah ternak yang sakit terdata mencapai 317.361 ekor, jumlah ternak yang mati mencapai 2.005 ekor, jumlah ternak yang terpaksa dipotong mencapai 3.476 ekor, dan jumlah ternak yang sembuh mencapai 106.687 ekor.
Hingga 4 Juli lalu, jumlah ternak yang sakit terdata masih mencapai 205.193 ekor. Indonesia saat ini telah menerima 800.000 dosis vaksin PMK. Jumlah vaksin yang telah terdistribusi dan disuntikkan ke ternak mencapai 338.513 dosis.