Sulut Jadi Tuan Rumah Patroli Perbatasan Maritim Indonesia-Filipina
Sulawesi Utara menjadi tuan rumah penyelenggara Patroli Terkoordinasi Filipina-Indonesia ke-36. Patroli pengamanan tahap pertama akan dilaksanakan selama sepekan di perairan perbatasan kedua negara mulai 6 Juli.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MANADO, KOMPAS — Sulawesi Utara menjadi tuan rumah penyelenggara Patroli Terkoordinasi Filipina-Indonesia ke-36. Patroli pengamanan tahap pertama akan dilaksanakan selama sepekan di perairan perbatasan di antara kedua negara mulai Rabu (6/7/2022).
Patroli terkoordinasi TNI Angkatan Laut dengan AL Filipina, yang lebih dikenal dengan Corpat Philindo (Coordinated Patrols Philippines-Indonesia), ini diawali pembukaan seremonial di Manado, Selasa (5/7/2022). Indonesia diwakili Panglima Komando Armada II Laksamana Muda Tolhas Hutabarat, sedangkan Filipina direpresentasikan Komandan Eastern Mindanao Command Letnan Jenderal Greg T Almerol.
TNI AL menurunkan KRI Ajak-653 yang termasuk kapal cepat torpedo untuk patroli ini. Adapun Filipina mengerahkan BRP (Barko ng Republika ng Pilipinas/Kapal Republik Filipina) Ramon Alcaraz (P-16) yang sejak 2019 diturunkan statusnya dari kapal perang (fregat) menjadi kapal patroli.
Tolhas mengatakan, aktivitas militer ini merupakan pengejawantahan perjanjian patroli antara Indonesia dan Filipina yang disepakati pada 1975. Pada 1956, Indonesia dan Filipina juga telah menyepakati perjanjian lintas batas.
Perjanjian ini dibentuk untuk memberi landasan hukum bagi aktivitas maritim tradisional masyarakat yang telah lama berlangsung di perairan Nusa Utara dan wilayah selatan Mindanao, bahkan sebelum kedua negara berdiri. Di wilayah Sulut, pos pelintasan batas didirikan di Pulau Marore (Sangihe) dan Miangas (Talaud).
”Jadi Corpat Philindo ini memastikan terselenggaranya operasi patroli dan kegiatan lintas batas tradisional di willayah perbatasan kedua negara, serta mempercepat penyelesaian masalah yang timbul di area tersebut,” ujar Tolhas.
Patroli keamanan ini, lanjut Tolhas, diharapkan dapat mempertahankan stabilitas keamanan di area perbatasan maritim, sekaligus hubungan harmonis antara Filipina dan Indonesia. Untuk itu, kata Tolhas, AL kedua negara perlu memiliki persepsi yang sama akan ancaman pelanggaran hukum yang mungkin terjadi.
Di lain pihak, Almerol menyatakan, terdapat beberapa ancaman terhadap kedua negara di wilayah perbatasan, antara lain, terorisme, pembajakan kapal, serta perikanan ilegal, tidak terlapor, dan tidak teregulasi. Karena itu, patroli ini harus rutin dilakukan demi menciptakan koordinasi yang lebih dekat.
Untuk itu, kegiatan latihan militer bersama juga digelar di samping patroli, antara lain, latihan mobilisasi unsur patroli, latihan manuver kendaraan, dan latihan komunikasi dengan bendera. Latihan ini termasuk fase satu kegiatan Corpat Philindo yang digelar di darat, sedangkan patroli perbatasan sebagai fase dua di laut.
”Kami sangat senang karena latihan ini dapat diselenggarakan lagi tahun ini. Seharusnya ini dilaksanakan setiap tahun, tetapi selama dua tahun harus terhenti karena pandemi Covid-19. Latihan ini sangat penting bagi kami karena Filipina memiliki perbatasan yang sangat dekat dengan Indonesia,” kata Almerol.
Sekalipun latihan bersama ditiadakan, Tolhas menyatakan, kedua negara tetap melaksanakan patroli bersama. Corpat Philindo pun ia sebut menjadi semakin penting seiring pembukaan kembali perbatasan kedua negara.
”Karena itu, fase dermaga (latihan di darat) kembali dilaksanakan dan Indonesia menjadi tuan rumah,” ujarnya.
Meski begitu, hasil kajian Endra Kusuma dan Syaiful Anwar dari Program Studi Strategi Perang Semesta Universitas Pertahanan yang dimuat di Journal of Political Sciences terbitan Asian Institute of Research pada 2020, Corpat Philindo belum mampu memberikan dampak signifikan.
Selama 2016-2020, patroli hanya digelar di perairan sepanjang kepulauan Nusa Utara di Sulut hingga Pulau Balut di Mindanao, tidak pernah di batas antara Laut Sulawesi dan Laut Sulu. Padahal, di wilayah itulah kelompok teroris seperti Abu Sayyaf Group (ASG) melakukan pembajakan kapal, bahkan menculik sandera.
Hal itu disebabkan wilayah otoritas dan komando Armed Forces of the Philippines (AFP) di Mindanao terbagi dua, yaitu timur (Eastern Mindanao Command/Eastmincom) dan barat (Western Mindanao Command). Corpat Philindo selalu digelar bersama Eastmincom AFP.
Agar patroli keamanan itu bisa mencakup seluruh daerah perbatasan, Endra dan Syaiful menyarankan adanya minimal satu pesawat patroli. Di samping itu, perlu pelibatan lebih jauh pangkalan militer kedua negara untuk menopang kegiatan patroli.