Kasus perusakan sejumlah ruko dan penganiayaan di wilayah Babarsari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mesti diusut secara tuntas. Penegakan hukum harus dilakukan seadil-adilnya. Hindari kekerasan fisik.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus perusakan sejumlah ruko dan penganiayaan di wilayah Babarsari, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mesti diusut secara tuntas. Penegakan hukum harus dilakukan seadil-adilnya. Hindari kekerasan fisik dalam menyelesaikan persoalan. Dialog antarkelompok hendaknya dijalin semakin intensif guna mencegah kesalahpahaman.
Sekelompok orang melakukan aksi perusakan ruko tersebut di wilayah Babarsari, Desa Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (4/7/2022) siang. Tak hanya merusak, kelompok orang itu juga membakar sejumlah motor.
Diduga, pemicu aksi tersebut ialah dua kasus penganiayaan yang terjadi sebelumnya, di wilayah Jambusari dan Babarsari, Sabtu (2/7/2022). Terdapat enam korban luka dalam dua peristiwa tersebut.
”Kalau melakukan tindakan pidana yang tidak semestinya dan itu melanggar hukum, ya sudah tegakkan hukum. Itu saja. Harus tegas dan berani,” kata Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (5/7/2022).
Menurut Sultan, penegakan hukum yang tegas seharusnya dijadikan jalan utama dalam upaya penuntasan perkara tersebut. Diharapkan penindakan hukum akan membuka mata pihak-pihak yang berseteru dalam kasus ini. Lebih-lebih bisa memberikan efek jera. Terlebih lagi, ada sejumlah orang yang menjadi korban luka. Tanpa langkah hukum tegas, dikhawatirkan persoalan itu berulang di kemudian hari.
Kalau melakukan tindakan pidana yang tidak semestinya dan itu melanggar hukum, ya sudah tegakkan hukum. Itu saja. Harus tegas dan berani.
Selanjutnya, Sultan menyampaikan, sebenarnya konflik antarkelompok tak hanya sekali ini terjadi. Dalam beberapa kesempatan, ia menyempatkan diri untuk menemui kelompok tersebut. Pihaknya meminta agar kelompok yang berbeda-beda tersebut saling memahami satu sama lain. Penyelesaian masalah dengan kekerasan fisik harus dihindari.
”Kesalahpahaman itu bisa diselesaikan dengan dialog. Bukan dengan kekerasan fisik. Tindak saja. Tidak usah punya pertimbangan lain. Melanggar hukum, sudah lakukan (penindakan hukumnya),” kata Sultan.
Selalu terjaga
Sultan mengharapkan agar kerukunan antarwarga bisa selalu terjaga. Pihaknya tidak ingin membeda-bedakan kelompok yang tinggal di Yogyakarta. Semua kelompok mempunyai hak yang sama. Kuncinya adalah saling menghargai satu sama lain.
”Kita harus menyesuaikan di mana kita tinggal. Kita masyarakat yang menghargai orang lain. Semuanya harus bisa rukun. Saya berharap mereka juga bisa begitu,” kata Sultan.
Secara terpisah, Sekretaris Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sleman Abu Bakar mengatakan, pemerintah daerah akan membiayai pengobatan korban dari kasus Babarsari.
Dari informasi yang diterimanya, sejumlah korban sudah membaik kondisi kesehatannya. Tinggal satu orang saja yang masih harus menjalani rawat inap.
”Untuk kerugian ekonomi, akan kami bicarakan lebih lanjut. Sementara (yang akan ditanggung) baru dari sisi kesehatan,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, kata Abu, pihaknya juga akan segera mengumpulkan segenap mahasiswa dari sejumlah daerah. Hendaknya lewat pertemuan itu potensi-potensi konflik yang muncul bisa dicegah. Gerak cepat diperlukan supaya persoalan yang terjadi tidak berlarut-larut dan semakin pelik.
”Kami kumpulkan seluruh elemen dari teman-teman mahasiswa Papua, NTT, dan Maluku. Bareng-bareng lah biar lebih damai lagi. Mungkin dalam 10 hari ke depan. Kita akan gerak cepat untuk persoalan ini,” tutur Abu.