Pemerintah Kota Surabaya menyiapkan rumah susun sederhana milik bagi warga prasejahtera atau bukan masyarakat berpenghasilan rendah tetapi kesulitan mengakses kepemilikan tempat tinggal.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, berencana membangun rumah susun sederhana milik atau rusunami bagi warga prasejahtera atau baru keluar dari kategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan belum bertempat tinggal.
Pembangunan rusunami bertujuan membantu warga prasejahtera berkesempatan berhunian dengan harga terjangkau. Program ini akan diwujudkan secara kolaboratif dengan badan usaha milik negara dan atau milik daerah, swasta, sekaligus memaksimalkan pemanfaatan aset pemerintah daerah.
”Selama ini masyarakat berpenghasilan rendah dibantu dengan diperkenankan tinggal di rusunawa (rumah susun sederhana sewa),” kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya Irvan Wahyudrajad, Minggu (3/7/2022).
Seiring waktu, pemerintah juga mendorong perbaikan kehidupan MBR dengan pelbagai program pemberdayaan ekonomi guna perbaikan kesejahteraan. Kalangan warga yang tidak lagi berpenghasilan rendah diminta untuk tidak lagi menempati rusunawa.
Namun, mereka yang baru saja keluar dari kategori MBR ada yang kesulitan untuk memiliki tempat tinggal. Jika terus menyewa, misalnya, pemondokan, ada risiko kalangan warga prasejahtera kesulitan mendapat hunian.
Irvan melanjutkan, untuk mengakomodasi warga prasejahtera yang kesulitan bertempat tinggal, perlu didorong dengan program pengadaan hunian. Rusunami menjadi salah satu pilihan tepat mengingat kebutuhan hunian di metropolitan sudah seharusnya vertikal.
Dengan rumah susun, penghuni yang bekerja di dalam wilayah ibu kota Jatim tersebut tidak boros waktu dan biaya transportasi ke lokasi pekerjaan. Dengan mengadakan hunian di dalam Surabaya meski secara vertikal, warga diharapkan lebih produktif yang linier dengan harapan peningkatan kesejahteraan.
Program rusunawi di Surabaya telah mendapat atensi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Program ini akan melibatkan BUMN, BUMD, swasta, dan perbankan dengan tujuan diakses warga prasejahtera secara kredit berbunga rendah dan berjangka waktu lama.
Sertifikat kepemilikan bangunan gedung direncanakan berlaku sampai 60 tahun. Skema kredit diupayakan sampai 30 tahun, misalnya dengan cicilan Rp 500.000 per bulan yang dianggap rasional dan terjangkau bagi warga prasejahtera.
Irvan mengungkapkan, lokasi pembangunan rusunami akan berada di lahan aset pemerintah. Sementara ini yang telah diusulkan ialah tanah pemerintah di Tambak Wedi, Menanggal, Kedung Cowek, Bulak Banteng, Gunung Anyar, dan Medokan Ayu. Jika seluruh lokasi itu akan dibangun, rusunami yang bisa diwujudkan sebanyak 31 blok atau menara.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengungkapkan, ada lebih dari 4.000 keluarga yang tercatat dalam daftar antrean menghuni rusunawa. Pengantre adalah MBR yang sedang dalam proses verifikasi. Pemerintah tidak ingin rusunawa disalahgunakan seperti beberapa waktu lalu kedapatan dimanfaatkan oleh aparatur atau kelompok masyarakat mampu (sejahtera).
”MBR itu secara sederhana tidak terjamin berpendapatan rutin dan atau jauh di bawah upah minimum (Rp 4,375 juta per bulan) untuk menanggung keluarga,” kata Eri. MBR mendapat perhatian khusus dengan diizinkan menempati rusunawa di 20 lokasi. Di 20 lokasi itu berdiri 105 blok atau menara dengan ketersediaan 5.157 unit hunian untuk menampung 25.000-26.000 jiwa.
Berdasarkan laman resmi dari pemutakhiran data Surabaya, di Surabaya tercatat 329.145 keluarga berkategori MBR. Jumlah itu setara dengan 935.322 jiwa. Dari data ini terlihat jelas bahwa ketersediaan rusunawa di Surabaya masih jauh untuk menampung seluruh MBR. Namun, dalam kenyataan, tidak semua MBR berpikiran ingin dibantu terutama menempati rusunawa.
Ada MBR yang malah tidak ingin masuk kategori tersebut dan tinggal di pemondokan sederhana serta berpenghasilan dari pekerjaan informal misalnya pengasong makanan minuman, buah, sayur mayur, busana, dan perlengkapan rumah tangga di pasar tradisional atau berkeliling.
Eri mengatakan, pemerintah sementara ini baru dapat mendorong pelatihan pemberdayaan ekonomi bagi 35.000 keluarga MBR. Pelatihan diharapkan dapat membantu mereka mendapatkan pekerjaan formal atau berpenghasilan lebih baik sehingga terentaskan dari kategori MBR.