Petani Bawang Merah di Cirebon Beralih Tanam Komoditas Lain, Harga Melonjak
Sebagian besar petani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, beralih menanam komoditas lain. Akibatnya, luas tanam bawang merah menurun, produksi berkurang, dan harga komoditas itu melonjak.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·4 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Tingginya biaya produksi, ketidakstabilan harga, hingga kemarau basah menyebabkan sebagian besar petani bawang merah di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, beralih ke komoditas lain. Akibatnya, luas tanam dan produksi bawang merah menurun. Kondisi ini pun memicu lonjakan harga bahan pangan tersebut.
Luas lahan bawang merah yang menyusut, antara lain, tampak di Kecamatan Gebang dan Kecamatan Babakan, Minggu (3/7/2022). Daerah sentra bawang merah di Cirebon itu kini didominasi tanaman jagung, tebu, dan padi. Sejumlah lahan bahkan dibiarkan menganggur. Area yang biasanya dijadikan tempat menjemur bawang kini berisi tumpukan sampah.
”Perkiraan saya hanya 40 persen petani di sini yang masih menanam bawang merah,” ucap Wasirudin (53), Ketua Kelompok Saka Tani di Babakan. Ia tidak tahu pasti berapa jumlah petani bawang merah di Cirebon karena belum ada data pasti. Akan tetapi, sebagian besar petani, termasuk dirinya, kini memilih menanam jagung dibandingkan dengan bawang merah.
Wasirudin terakhir memproduksi bawang merah awal 2022. Akan tetapi, saat panen, harga komoditas itu di tingkat petani berkisar Rp 8.000 per kilogram atau jauh di bawah harga acuan pemerintah, yakni Rp 15.000 per kg. Dengan harga tersebut, lahannya sekitar 1 hektar hanya ditawar Rp 80 juta. Padahal, modalnya lebih dari Rp 100 juta.
Anjloknya harga bawang merah itu terus berulang. Catatan Kompas, pada 2019, harga bawang merah di tingkat petani Gebang sekitar Rp 7.000 per kg. Bahkan, pada Oktober 2017, petani bawang berunjuk rasa di kantor Bupati Cirebon karena harga komoditas itu menyentuh Rp 6.000 per kg. Pada September 2018, harga bawang kembali turun hingga Rp 5.000 per kg.
”Lebih dari tiga tahun, harga bawang merah di tingkat petani turun terus. Petani takut, nanti harganya di bawah lagi. Akhirnya, enggak nanam bawang,” ucap Wasirudin.
Menurut dia, ketidakstabilan harga bawang merah, terutama saat panen raya, bisa merugikan petani hingga puluhan juta rupiah. Apalagi, ongkos tanam bawang merah bisa mencapai Rp 150 juta per hektar.
Perkiraan saya hanya 40 persen petani di sini yang masih menanam bawang merah.
Hal ini berbeda dengan tanaman jagung yang hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 10 juta per hektar. Meskipun harga jagung di tingkat petani juga tidak stabil, berkisar Rp 800–Rp 4.000 per kilogram, Wasirudin menyebutkan, risiko komoditas itu lebih kecil dibandingkan dengan bawang merah. Tenaga kerja yang dibutuhkan juga tidak sebanyak jika menanam bawang merah.
Di sisi lain, kata Wasirudin, kemarau basah juga membuat petani kian enggan menanam bawang merah. Hujan yang masih mengguyur, terutama pada sore dan malam hari, membuat daun bawang layu. Bentuk bawang juga menjadi lebih kecil. ”Biasanya bulan ini sudah enggak turun hujan. Tapi, ternyata masih ada,” ujarnya. Padahal, panen raya bawang merah diperkirakan terjadi akhir Juli.
Berbagai kondisi itu membuat petani bawang di Cirebon beralih menanam komoditas lain. Berdasarkan data Dinas Pertanian Cirebon, area tanam bawang merah tahun 2021 tercatat 3.384 hektar. Jumlah itu menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 3.470 hektar dan tahun 2017 dengan 4.303 hektar. Sentra bawang merah di Cirebon tersebar di Gebang, Babakan, Pabedilan, Pabuaran, dan Losari.
Berkurangnya area tanam berdampak pada penurunan produksi. Tahun lalu, produksi bawang merah di Cirebon tercatat 33.463 ton atau berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni 34.636 ton.
Padahal, pada 2017, petani di Cirebon mampu menghasilkan 38.737 ton bawang merah. Wasirudin memperkirakan, area tanam dan produksi bawang merah akan menurun tahun ini.
”Akhirnya, harga bawang merah sekarang naik. Di tingkat petani, harganya bisa Rp 30.000 per kg. Ini harga bagus, tetapi banyak petani enggak nanam. Kalau petani semua menanam, harganya malah jatuh,” kata Wasirudin. Di sejumlah pasar di Kota Cirebon, harga bahan pangan itu bahkan menyentuh sekitar Rp 58.000 per kg atau di atas harga acuan Rp 32.000 per kg.
Menurut Wasirudin, lonjakan harga itu tidak serta-merta meningkatkan minat petani menanam bawang merah. Alasannya, harga bibit komoditas tersebut melonjak.
”Sekarang, harga bibit sampai Rp 75.000 per kg. Padahal, beberapa bulan lalu harganya masih Rp 30.000 per kg. Jadi, petani juga masih mikir menanam bawang. Apalagi, tidak ada jaminan harga stabil,” katanya.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Durahman mengakui, sebagian besar petani bawang beralih ke tanaman yang ongkos produksinya lebih kecil. ”Hitungan pastinya (berapa petani yang beralih) belum kami cek. Tapi, efek harga bawang yang di bawah Rp 10.000 per kg beberapa tahun ini merugikan petani,” ujarnya.
Akhirnya, petani enggan menanam bawang merah. Meski demikian, Durahman menyebutkan, sebagian besar petani di beberapa wilayah Cirebon, misalnya Losari dan Waled, masih mengolah lahannya untuk menanam bawang merah. ”Kami berharap tingginya harga bawang di tingkat petani sampai tiga kali lipat ini membuat petani mau menanam lagi,” ujarnya.