Pengawasan Tak Ketat, Bombana Rawan Jadi Pintu Masuk Penyebaran PMK
Wilayah Bombana, Sulawesi Tenggara, menjadi salah satu pintu masuk utama pengiriman sapi ilegal dari daerah lain di Indonesia timur. Pengawasan yang tidak berjalan membuat penyakit mulut dan kuku rentan masuk ke Sultra.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Wilayah Bombana, Sulawesi Tenggara, menjadi salah satu pintu masuk utama pengiriman sapi ilegal dari daerah lain di Indonesia Timur. Pengawasan yang tidak berjalan membuat penyakit mulut dan kuku rentan masuk ke daerah ini. Terakhir, pengiriman 90 ekor sapi dari Maluku ke Sulawesi Selatan transit dahulu di wilayah ini.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian dan Peternakan Bombana Suryanto Wedda menyampaikan, Bombana memang menjadi lokasi transit pengiriman sapi dari sejumlah wilayah di Sultra dan Indonesia timur. Wilayah ini juga menjadi tempat persinggahan sementara sebelum dikirim ke tempat lain, baik ke daratan Sultra, maupun ke wilayah regional Sulawesi lainnya.
Pekan lalu, misalnya, pihaknya dilapori adanya pengiriman sapi dari Maluku. Sebanyak 90 sapi dikirim dengan tujuan Bone, Sulawesi Selatan, dan 17 ekor di antaranya mati dalam perjalanan.
”Setelah mendapat laporan, saya memerintahkan tim untuk melakukan pengecekan di lapangan. Menurut pengirim, sapi-sapi ini disegarkan dulu di Bombana karena ada 17 ekor yang mati akibat pengaruh ombak dan cuaca dalam perjalanan,” kata Suryanto yang dihubungi dari Kendari, Minggu (3/7/2022).
Pengiriman sapi ini, ia melanjutkan, sebelumnya tidak dilaporkan karena bukan tujuan ke Bombana. Pihak pengirim beralasan hanya singgah sementara sebelum kembali mengirim sapi ini ke wilayah Sulawesi Selatan. Berdasarkan laporan awal, sapi ini memiliki dokumen yang diperlukan untuk dikirim.
”Saat tim cek, semua dokumennya lengkap.Dokumen karantina dari Maluku, SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan), dan laporan pemeriksaan darahnya lengkap, tetapi dokumennya tidak sempat difoto,” katanya.
Sejumlah pelabuhan yang ada di Bombana, ia melanjutkan, memang belum dipantau ketat. Ia beralasan dengan sumber daya terbatas, pihaknya tidak bisa melakukan pengawasan penuh di pelabuhan yang ada di wilayah ini.
Meski begitu, sejak kasus PMK merebak di banyak wilayah di Indonesia, tim reaksi cepat telah dibentuk untuk mengantisipasi adanya kasus ini di masyarakat. Saat ada laporan sapi yang sakit, petugas segera turun untuk memeriksa dan memastikan penyakit yang diderita.
”Saat ini sedang dibentuk gugus tugas yang melibatkan instansi lain. Semoga kalau ini jalan, bisa bersama-sama melakukan pemantauan, khususnya di pintu masuk pengiriman sapi. Untuk arus keluar, kami juga telah memeriksa dan selama sebulan sekitar 500 ekor sapi telah dikirim dari wilayah ini,” ucapnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Bombana Ajun Komisaris Nur Sultran yang dihubungi tidak merespons panggilan telepon. Pertanyaan yang dikirimkan melalui pesan pendek juga tidak dibalas.
Sebelumnya, Subkoordinator Keswan, Kesmavet, dan Pascapanen Distanak Sultra drh Sangia Muldjabar menyampaikan, di wilayah Sultra, memang ada beberapa pelabuhan ”tikus” yang rawan menjadi lokasi masuknya pengiriman sapi dari daerah lain. Pelabuhan ini ada di wilayah daratan dan sebagian besar di wilayah kepulauan.
”Untuk di daratan, sepengetahuan kami itu memang informasinya ada di Bombana. Beberapa waktu lalu, kami dapat informasi ada pengiriman sapi dari Maluku yang masuk melalui wilayah ini. Tetapi ketika ke sana, kami tidak bisa menelusuri keberadaan sapi tersebut dan jumlahnya,” kata Sangia yang dihubungi dari Kendari, Sabtu (2/7/2022).
Menurut Sangia, pengiriman sapi melalui pelabuhan tidak resmi memang berbahaya. Sebab, sapi dari daerah lain datang tanpa dokumen pemeriksaan kesehatan sebelumnya. Hal ini berpotensi membawa kasus PMK ke Sultra. ”Ini ilegal dan, yang paling penting, tidak ada pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat atau ketika tiba di sini,” ucapnya.
Selain di Bombana, kata Sangia, sejumlah wilayah kepulauan di Sultra juga rentan menjadi pintu masuk pengiriman sapi. Sebab, sebagian besar wilayah kepulauan memiliki perairan yang luas di berbagai lokasi.
Untuk pemantauan, ia berharap setiap daerah melakukan pengawasan terkait pengiriman sapi secara tidak resmi dari luar. Sebab, pihaknya tidak bisa menjangkau semua daerah untuk mengawasi setiap waktu.
Sejauh ini, ia melanjutkan, di Sultra memang belum ada temuan kasus PMK. Sejak merebaknya kasus ini di sejumlah daerah, gugus tugas di tingkat provinsi dan daerah telah dibentuk untuk melakukan pemantauan dan pengawasan. Berdasarkan laporan rutin, gejala penyakit ini belum ditemukan di 17 kabupaten dan kota di wilayah ini.
”Sejak awal Pemprov Sultra telah mengeluarkan aturan tidak menerima dahulu pengiriman sapi dari daerah merah yang ditemukan kasus PMK. Terkecuali daging sapi, dengan aturan yang ketat,” katanya.