Ternak Tak Layak Dijual, Pengawasan Perdagangan Hewan Kurban di Sidoarjo Diperketat
Pengawasan perdagangan hewan kurban di daerah wabah ini mulai diperketat untuk menekan penularan penyakit mulut dan kuku. Sejumlah pedagang diingatkan untuk memenuhi prosedur standar yang ditetapkan pemerintah daerah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pedagang hewan kurban mulai memenuhi lapak penjualan yang disiapkan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengawasan perdagangan hewan kurban di daerah wabah ini mulai diperketat untuk menekan penularan penyakit mulut dan kuku. Sejumlah pedagang diingatkan untuk memenuhi prosedur standar yang ditetapkan pemerintah daerah.
Kepala Bidang Produksi Peternakan Dinas Pangan dan Pertanian Kabupaten Sidoarjo Tony Hartono mengatakan, pihaknya hanya menyediakan 29 lapak penjualan hewan kurban tahun ini. Lapak penjualan ini tersebar di 18 kecamatan sehingga di setiap kecamatan hanya terdapat dua lokasi. Di luar lokasi tersebut dianggap sebagai lapak ilegal dan akan ditindak.
Setiap lapak akan menjadi sentra penjualan hewan kurban yang melayani kebutuhan masyarakat di desa-desa sekitarnya. Lapak tersebut diisi pedagang dari sejumlah daerah di sekitar Sidoarjo, seperti Kabupaten Pasuruan, Lumajang, dan Jombang.
”Pemusatan tempat penjualan hewan kurban ini untuk memudahkan pengawasan lalu lintas ternak menjelang Idul Adha 1443 Hijriah. Selain itu, untuk mencegah penularan penyakit mulut dan kuku mengingat Sidoarjo merupakan daerah wabah,” ujar Tony, Rabu (29/6/2022).
Selain menyediakan lapak untuk berjualan, Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo juga telah menerjunkan tim kesehatan hewan guna memeriksa kondisi ternak yang diperdagangkan. Pemeriksaan ini dilakukan rutin setiap hari seperti di lapak Desa Gebang, Kecamatan Sidoarjo.
Tim kesehatan hewan mengamati kondisi fisik sapi yang dijual dan memeriksa gejala klinis yang muncul, terutama pada mulut, mata, dan bagian kaki. Selain itu, petugas memastikan hewan yang dijual telah memenuhi syarat untuk kurban, antara lain giginya sudah ada yang tanggal atau poel.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan. Misalnya, sejumlah sapi yang dijual ternyata masih belum cukup umur. Menyikapi temuan tersebut, petugas melarang ternak tersebut dijual untuk menjamin masyarakat mendapatkan hewan kurban berkualitas dan sesuai dengan syariat agama.
Setiap penjual hewan kurban wajib meminta rekomendasi ke Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo. Mereka juga wajib membawa surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal.
Temuan lain, belum terpenuhinya prosedur standar tempat penjualan hewan kurban. Contohnya, penjual wajib menyediakan pagar sebagai pembatas agar pembeli tidak langsung masuk dalam kandang. Lalu lintas pembeli berpotensi menjadi sumber penularan virus penyakit mulut dan kuku.
Tony mengatakan, setiap penjual hewan kurban wajib meminta rekomendasi ke Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo. Mereka juga wajib membawa surat keterangan kesehatan hewan dari daerah asal. Sampai pekan ini, lebih dari 3.000 hewan kurban baik sapi maupun kambing telah masuk Sidoarjo.
”Jumlah hewan kurban yang masuk Sidoarjo akan semakin banyak mendekati Idul Adha. Hal itu karena kebutuhan masyarakat cukup tinggi, yakni mencapai 6.000 sapi dan sekitar 15.000 kambing atau domba,” ucap Tony.
Meningkat
Dia memprediksi kebutuhan hewan kurban tahun ini meningkat hingga 1.000 ekor untuk sapi. Kebutuhan hewan kurban ini dipasok dari penjual musiman dan penjual tetap. Untuk mengawasi perdagangan hewan kurban, tim kesehatan hewan akan terus berkeliling memeriksa setiap lapak penjualan.
Optimisme peningkatan penjualan hewan kurban juga disampaikan para pedagang. Salah satunya Ahmadi (55), penjual hewan kurban di Kecamatan Buduran. Di tengah wabah PMK, permintaan hewan kurban dari luar daerah justru meningkat. Hal itu terjadi karena banyak ternak di Sidoarjo terpapar penyakit.
”Saya bawa 24 sapi dan sampai saat ini sudah 13 ekor terjual. Tersisa 11 sapi, beberapa ekor sudah dipesan pengurus masjid,” papar Ahmadi.
Selain menjajakan sapi untuk kurban, peternak asal Pasuruan ini juga membawa sapi bibit. Menurut dia, sapi bibit banyak diminati peternak sapi potong di Sidoarjo. Namun, kali ini Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo melarangnya menjual sapi bibit karena mewabahnya penyakit mulut dan kuku.
Pedagang lain, Sumulyono (60), juga optimistis penjualan hewan kurban bakal meningkat. Bahkan, dia mengaku sudah menerima pesanan hewan kurban jauh hari sebelum berangkat ke Sidoarjo. Mayoritas pemesan merupakan pelanggan lama dan pengurus masjid di sekitar tempatnya berjualan.
”Kalau tidak banyak pesanan, saya tidak berani buka lapak di sini karena khawatir banyak ternak yang tidak laku. Ternak yang dibawa pulang juga berisiko terpapar penyakit dan menularkan pada ternak lainnya di kandang,” kata Mulyono.
Ternak sapi milik Mulyono telah diperiksa tim kesehatan hewan Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo. Seluruh ternaknya dinyatakan sehat dan tidak menunjukkan gejala klinis terpapar penyakit tertentu. Meski demikian, pihaknya tetap waspada dengan rutin menyemprotkan disinfektan, membersihkan kandang, dan memberikan makanan bernutrisi.
Sementara itu, terkait pelaksanaan perayaan kurban 1443 Hijriah, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengimbau pemotongan hewan kurban dilakukan di rumah pemotongan hewan (RPH) untuk mencegah sebaran penyakit mulut dan kuku. Namun, apabila jumlah RPH tidak mencukupi, panitia kurban diminta bekerja sama dengan juru sembelih halal (juleha) yang telah tersertifikasi dan mendapat pelatihan keterampilan.
Menyikapi imbauan tersebut, Tony mengatakan, Sidoarjo hanya memiliki satu RPH dengan kapasitas pemotongan hewan maksimal 200 ekor setiap hari. Oleh karena itu, sulit rasanya jika pemotongan hewan kurban harus dilakukan di RPH. Panitia kurban diminta bekerja sama dengan para juleha dan menyiapkan tempat sesuai ketentuan pemerintah daerah.