Merdang Merdem Kota Medan, Simbol Persahabatan Karo-Melayu
Kerja Tahun Merdang Merdem menjadi simbol persahabatan etnis Karo dan Melayu yang sudah lama terjalin di Kota Medan. Pesta syukuran dalam tradisi Karo itu dilaksanakan di halaman Istana Maimun, istana Kesultanan Deli.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Kerja Tahun Merdang Merdem menjadi simbol persahabatan etnis Karo dan Melayu yang sudah lama terjalin di Kota Medan. Pesta syukuran usai musim tanam padi dalam tradisi Karo itu dilaksanakan di halaman Istana Maimun yang merupakan Istana Kesultanan Deli, di Medan, Sumatera Utara, Rabu (29/6/2022).
“Merdang Merdem ini menjadi salah satu bentuk hubungan masyarakat Karo dan Melayu yang sudah lama terjalin di Kota Medan,” kata Wali Kota Medan Bobby Afif Nasution saat memberikan sambutan pada acara tersebut.
Beberapa tahun ini, Merdang Merdem pun mulai dilakukan di Kota Medan dan baru pertama kali dilaksanakan di Istana Maimun. Bobby menyebut, Merdang Merdem sekarang dilakukan dengan makna lebih luas. “Kerja Tahun ini menjadi doa untuk membawa kesejahteraan bagi Kota Medan,” kata Bobby yang tampil dengan bulang-bulang dan uis, perangkat pakaian adat Karo.
Kerja Tahun Merdang Merdem merupakan tradisi Karo yang biasanya dilakukan di Tanah Karo setelah musim tanam padi selesai. Perayaan itu merupakan bentuk syukur kepada Sang Pencipta atas hasil dari musim panen padi sebelumnya dan doa agar musim tanam baru mendapat hasil yang melimpah.
Acara Merdang Merdem itu pun dimulai dengan penampilan kesenian perkolong-kolong yang dilakukan sepasang penyanyi laki-laki dan perempuan di atas panggung dengan latar belakang kemegahan Istana Maimun. Lagu Karo berjudul “Menjuah-Juah Kita Kerina” yang dibawakan dalam perkolong-kolong itu langsung memeriahkan suasana.
Para peserta yang sebagian besar hadir dengan pakaian adat Karo pun spontan berdiri dari tempat duduknya dan ikut menari.
Acara itu juga diisi makan bersama penganan tradisional Karo, yakni cimpa. Makanan itu terbuat dari beras ketan dengan gula merah di tengah dan dibungkus daun pisang. Tarian massal Karo pun ditampilkan di halaman Istana Maimun.
Bobby mengatakan, masyarakat Karo adalah bagian dari cikal-bakal terbentuknya Kota Medan. Guru Patimpus Sembiring Pelawi mendirikan kampung di antara Sungai Deli dan Sungai Babura pada 1 Juli 1590. Tanggal itu pun menjadi Hari Jadi Kota Medan.
Bupati Karo Corry Sebayang mengatakan, masyarakat Karo sangat bersyukur Merdang Merdem bisa dirayakan di Kota Medan. “Ini pertama kali Merdang Merdem dirayakan dengan sangat besar di Kota Medan. Acara ini tidak hanya dihadiri masyarakat Karo di Medan, tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia,” kata dia.
Corry mengatakan, Merdang Merdem itu juga menjadi simbol Kota Medan dan Sumut sebagai daerah multikultur yang sudah hidup rukun dan bersahabat sejak dulu. Masyarakat Karo dan Melayu sudah lama hidup berdampingan sebagai penduduk tempatan di Kota Medan.
Penduduk tempatan pun membaur dengan etnis pendatang lainnya dalam membangun Kota Medan sebagai kota yang sangat beragam.
Maria Karo-Karo (22), warga Kota Medan, mengatakan, ia sangat senang bisa merayakan Merdang Merdem di kotanya. “Biasanya kami harus pulang ke kampung halaman di Karo agar bisa mengikuti Merdang Merdem,” kata Maria.
Maria yang merupakan mahasiswa itu pun mengisi acara dengan ikut dalam tarian massal Menjuah-Juah. Ia datang bersama teman-teman mahasiswa lainnya.