Jaga Pasokan Sapi Jelang Idul Adha, Pemprov Kalteng Tangkal PMK
Pemprov Kalteng menyiapkan sejumlah langkah untuk menangkal penyebaran PMK lebih meluas lagi jelang Idul Adha. Di sisi lain, pemerintah juga mengklaim sudah memenuhi kebutuhan daging.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah daerah di Kalimantan Tengah mengambil sejumlah langkah untuk memenuhi kebutuhan daging sapi jelang Idul Adha di tengah menyebarnya penyakit mulut dan kuku. Beberapa daerah sudah menyiapkan pasokan sapi yang dipastikan tidak terpapar penyakit hewan tersebut.
Pemerintah daerah pun mulai mendistribusikan vaksin untuk mencegah penyakit mulut dan kuku (PMK). Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Provinsi Kalteng Riza Rahmadi menyampaikan, pemerintah pusat sudah mendistribusikan lebih kurang 800.000 dosis vaksin darurat tahap pertama ke seluruh Indonesia. Provinsi Kalteng mendapatkan 2.700 dosis dengan rentang waktu distribusi di daerah mulai 25 Juni sampai 2 Juli.
”Pelaksanaan dosis tahap pertama sudah dan sedang dilaksanakan di berbagai daerah. Kami juga koordinasi dengan pemerintah kabupaten yang sudah mendapatkan dosis vaksin harus segera diberikan,” ungkap Riza, Selasa (28/6/2022).
Sebelumnya, Staf Ahli Gubernur Kalteng Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Yuas Elko menjelaskan, menjelang Idul Adha, permintaan hewan kurban meningkat. Pihaknya mengambil langkah strategis dan pengawasan ketat untuk memastikan kebutuhan terpenuhi dan hewan kurban tidak terjangkit penyakit.
”Faktor penyebaran itu salah satunya karena lalu lintas hewan ternak yang keluar dan masuk dari wilayah tertular. Jadi, sudah ada langkah antisipatif (mencegah) hewan dari wilayah terpapar,” kata Yuas.
Yuas menambahkan, strategi utama menangani penyebaran PMK adalah dengan penerapan biosekuriti kandang, pengetatan lalu lintas hewan ternak, dan pengebalan hewan ternak melalui vaksinasi.
Dari data yang dikumpulkan Kompas, di Kota Palangkaraya terdapat 48 hewan ternak kambing dan sapi yang terpapar PMK. Kambing dan sapi tersebut diduga terpapar dari hewan lain milik pedagang di Kota Palangkaraya.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Palangkaraya Sumardi mengatakan, kasus sapi yang terjangkit PMK itu hanya terjadi di kandang milik peternak yang mendatangkan sapi dari luar daerah.
Walakin, Pemerintah Kota Palangkaraya sampai saat ini mencatat terdapat stok sapi kurban 250 ekor dan kambing 100 ekor. Jumlah itu dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan di ”Kota Cantik” tersebut.
Bahan baku saat ini diambil dari peternak lokal di Bali dan Sulawesi.
Di Kotawaringin Timur, pemerintah daerah sudah memastikan kasus PMK nihil. Sebelumnya, dari 18 sampel yang diuji klinis terhadap sapi di Kecamatan Telawang, 17 ekor positif PMK. Dari 17 ekor itu kemudian dilakukan pemotongan paksa sebanyak 4 ekor. Adapun sisa 13 ekor dinyatakan sembuh, bahkan 12 sapi yang sembuh itu telah disembelih. ”Di Kotawaringin Timur sudah tidak ada PMK,” kata Kepala Dinas Pertanian Kotawaringin Timur Sepnita, pekan lalu.
Selain itu, di Kabupaten Kotawaringin Barat sampai saat ini jumlah hewan yang terpapar mencapai 203 ekor dan sudah dinyatakan sembuh sebanyak 115 ekor. Lalu, di Kabupaten Sukamara jumlah hewan terpapar sebanyak 25 ekor dan sembuh 10 ekor.
Akibat kasus PMK yang merebak, saat ini harga jual hewan kurban mengalami kenaikan. Kenaikan harga jual hewan kurban, seperti sapi, berada di kisaran Rp 2 juta-Rp 3 juta per ekor. Merebaknya PMK di Kalteng juga dinilai menjadi salah satu penyebab naiknya harga daging sapi. Saat ini, harga daging sapi di Kota Palangkaraya berkisar Rp 150.000-Rp 170.000 per kilogram.
Kepala UPTD Pusat Kesehatan Hewan Kota Palangkaraya drh Eko Hari Yuwono menjelaskan, kenaikan harga sapi disebabkan oleh adanya PMK, juga proses panjang pengiriman sapi. ”Karena memang stok sapi kita yang biasanya paling besar dipotong itu banyak dari Jawa Timur, lalu ditutup. Jadi, bahan baku saat ini diambil dari peternak lokal di Bali dan Sulawesi,” ungkapnya.
Eko menambahkan, pengiriman dari daerah membuat pemerintah mengeluarkan anggaran besar karena perlu menambah biaya karantina 14 hari di pelabuhan sebelum menyeberang ke Kalimantan. ”Proses karantina 14 hari membutuhkan biaya tambahan pakan, operasional, dan penyusutan sehingga ternaknya susut selama di karantina,” katanya.