Arca Dwarapala di Malang Bakal Diekskavasi untuk Pastikan Arah Hadapnya
Arca Dwarapala di Singosari, Kabupaten Malang, memiliki arah hadap yang aneh. BPCB Jawa Timur melakukan ekskavasi untuk memastikan arah hadapnya.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Tim arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur melakukan ekskavasi di area Situs Dwarapala di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (28/6/2022).
MALANG, KOMPAS — Ekskavasi di area Situs Dwarapala di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, bertujuan mencari tahu arah hadap yang sebenarnya dari dua arca penjaga tersebut. Hasil penelitian itu akan berpengaruh terhadap narasi yang akan dibuat terkait penafsiran yang baru.
Dua Dwarapala itu berbahan batu setinggi 3,7 meter, tebal 1,9 meter, dan lebar 2,2 meter. Dwarapala di sisi utara menghadap ke timur, sedangkan Dwarapala di sisi selatan menghadap ke utara. Jarak di antara keduanya sekitar 30 meter dan dipisahkan Jalan Kertanegara Barat, sekitar 230 meter di sisi barat Candi Singosari.
Wujud arca ini berupa raksasa yang duduk dengan membawa gada yang menghadap ke bawah. Matanya dibuat melotot memperlihatkan gigi taring. Di kepalanya terpasang mahkota dengan untaian permata dan naga. Rambut arca ini gimbal dan mengenakan anting tengkorak. Pada badan arca menempel tali kasta ular dan kain sebatas pinggang hingga lutut. Arca Dwarapala yang disebut sebagai yang terbesar di Indonesia itu memiliki gaya seni Singosari (Tumapel).
Pamong Budaya Ahli Madya Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim Andi Muhammad Said, Selasa (28/6/2022), mengatakan, selama ini posisi Dwarapala itu tidak mewakili konsep tertentu. Dalam konsepsi Buddha, posisi kedua Dwarapala biasanya menghadap searah. Sementara pada konsep Hindu, posisinya berhadapan.
”Tujuannya menjaga orang yang hendak masuk gapura. Sementara yang ini berbeda,” ujarnya di lokasi ekskavasi.
Tim arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur melakukan ekskavasi di area Situs Dwarapala di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (28/6/2022).
Menurut Said, sejauh ini Situs Dwarapala itu belum pernah diekskavasi. ”Namun, tahun 1982, arca di sisi selatan pernah diangkat. Tadinya dia tertimbun setengah badan. Jadi, ada landasan baru yang dibuat manusia,” ucapnya.
Jika melihat posisi Dwarapala saat ini, lanjut Said, kemungkinan keduanya menjaga pintu masuk menuju area tertentu. Pintu itu bukan dari barat ke timur, melainkan dari arah sebaliknya. ”Kalau ada yang menghubungkan Dwarapala ini dengan keraton (Singosari), kemungkinan keratonnya ada di sisi barat, bukan di dekat candi sekarang. Makanya kita pastikan dulu arah Dwarapala-nya,” katanya.
Said mengakui, ada potensi kendala dalam ekskavasi itu, yaitu jalan yang memisahkan kedua arca. Solusinya, yang dilihat adalah bagian ujung, baik di utara maupun selatan. Sejauh ini, dari hasil penggalian pada arca sisi selatan, tim BPCB menemukan fondasi gapura. Sementara pada arca di sisi utara terdapat struktur bangunan, tetapi kondisinya hancur.
”Kami ingin melakukan penggalian sedalam yang didata oleh Belanda. Siapa tahu di bawah ada landasan arcanya. Sebab, tidak mungkin arca itu berdiri begitu saja. Ada pedestal. Itu yang mau kami lihat,” ujar Said yang belum bisa memastikan apakah Dwarapala ini dibangun bersama Candi Singosari. Waktu pasti berdirinya Candi Singasari masih belum diketahui. Diperkirakan candi ini dibangun tahun 1300 Masehi.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Tim arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur melakukan ekskavasi di area Situs Dwarapala di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (28/6/2022).
Arkeolog dari Universitas Negeri Malang, Ismail Lutfi, mengatakan, publik tidak pernah tahu posisi asli Dwarapala itu. Arah hadapnya tidak menentu sehingga orang tidak mengetahui fungsi kedua arca tersebut. Melalui ekskavasi ini, menurut Lutfi, data yang diperoleh bisa lebih menguatkan hipotesis ke arah hadap arca yang sebenarnya.
”Sebab, ini akan berpengaruh besar terhadap narasi yang akan dibuat terkait penafsiran yang baru,” katanya.
Sejauh ini, menurut Lutfi, ada dua penafsiran terkait arca Dwarapala di tempat itu. Penafsiran pertama menghubungkan keberadaan Dwarapala dengan kompleks Candi Singosari. Latar belakangnya ada referensi yang menyebutkan bahwa di kawasan Candirenggo dan sekitarnya terdapat tujuh candi, tetapi sekarang tinggal menyisakan satu candi.
Penafsiran lainnya, Dwarapala tidak mengiringi candi, melainkan area lain di sebelah barat karena di sebelah barat banyak ditemukan struktur bata sampai sejumlah mata air. ”Memang ada beberapa sarjana yang menduga bahwa keberadaan sepasang Dwarapala itu mengarah ke bangunan suci atau keraton, tetapi membutuhkan pembuktian,” jelasnya.
Arca raksasa ini sendiri pernah diberitakan Nicolaus Engelhard pada 1803 bersama Candi Singosari. Gubernur Hindia Belanda Stamford Raffles sempat mengunjungi arca ini tahun 1855. Saat itu, posisinya masih di tengah hutan jati. Setelah itu, JLA Brandes bersama HI Leidie Melvilledan J Kneebel melakukan kajian terhadap situs ini pada 1909.