Polisi Dalami Peran Orangtua Penganiaya Bayi Penderita Gizi Buruk di Surabaya
Anak-anak terus menjadi korban tindak pidana, bahkan berujung kematian. Bayi gizi buruk berusia 5 bulan di Surabaya, Jawa Timur, meninggal akibat dianiaya sang ibu yang kesal karena anak tersebut sering menangis.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
RAUL ARBOLEDA
Seorang aktivis meletakkan boneka dalam aksi menentang pelecehan seksual pada anak di alun-alun Bolivar, Bogota, Senin (30/11/2020). Ribuan mainan lucu bertebaran di sekitar alun-alun utama Bogota sebagai pesan menolak kekerasan seksual yang mengancam 37 anak setiap harinya di Kolombia.
SURABAYA, KOMPAS — Orangtua dari ADO, anak balita yang tewas mengenaskan di Surabaya, Jawa Timur, diperiksa polisi. Namun, hanya ES (26), ibu korban, yang dijadikan tersangka dalam kasus itu. Ayah korban, RI, masih diperiksa sebagai saksi.
Tersangka ES bisa dijerat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 sebagai perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Ancaman hukumannya sampai 20 tahun penjara.
”Kami akan segera memeriksakan kondisi kejiwaan tersangka,” kata Kepala Kepolisian Sektor Wonocolo Komisaris Roycke Betaubun, Senin (27/6/2022).
Ayah korban, RI, juga diperiksa, tetapi statusnya masih saksi. Tim penyidik ingin mendalami dugaan keterlibatan dia dalam kasus tersebut. ”Apakah saksi (suami) mengetahui penganiayaan itu dan membiarkan atau adakah peran lainnya,” kata Roycke.
Dari penyelidikan, suami-istri itu adalah pasangan yang menikah siri. Usia pernikahan mereka telah berjalan lima tahun dan dikaruniai dua anak. Selain ADO yang berusia 5 bulan dan menderita gizi buruk, ada anak lainnya berusia 1,5 tahun. Pasangan ini tinggal di rumah dua lantai di Jalan Siwalankerto Tengah. RI bekerja di perusahaan pelayaran dan biasa pulang ke rumah pada akhir pekan.
ROI (16), anak yang mengalami kekerasan dalam rumahnya, dihubungi melalui telekonferensi dari Jakarta pada Rabu (8/7/2020).
Sebelumnya, polisi mendapat laporan dugaan tindak pidana penganiayaan pada Sabtu (25/6). Mereka mendatangi rumah tersangka dan mendapati bayi yang tewas. Menurut penuturan sejumlah saksi, bayi itu diduga korban penganiayaan ibunya.
Kepada tim penyidik, ES mengaku menganiaya ADO. Anak itu disebut kerap menangis ketika mendengar dia dan suaminya bertengkar. Pasangan itu tidak tahu apabila ADO mengalami gizi buruk.
Pengakuan tersangka, salah satu penganiayaan terjadi pada Selasa (21/6/2022) sekitar pukul 15.00. Saat itu, korban sedang dimandikan. Saat itu, korban terus menangis sehingga ES membantingnya ke tempat tidur. Akibatnya, ADO luka dan lebam di kepala dan punggung. Diduga, hari itu korban meninggal dunia.
Dua hari kemudian, Kamis (23/6), ES menitipkan ADO kepada ibunya, E (47). ES beralasan akan bepergian dengan suami dan anak pertama untuk menghadiri acara kantor di Yogyakarta.
E sudah mengingatkan tersangka tentang kondisi ADO yang tidak bergerak, seperti sudah meninggal. Namun, ES mengancamnya agar tidak menceritakan hal itu kepada tetangga. ”Tubuhnya sudah dingin dan tidak bergerak,” kata E kepada polisi.
Barang bukti berupa batu dan pecahan kaca dalam aksi kekerasan anak yang diungkap di Kepolisian Sektor Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (13/2/2019).
Akan tetapi, karena kasihan dan tidak tahan dengan perilaku anaknya, E melapor kepada tetangga yang menyampaikan kabar itu kepada polisi. Pada Sabtu, polisi datang dan memastikan korban sudah meninggal beberapa hari sebelumnya.
Roycke melanjutkan, jenazah korban dievakuasi dan dibawa ke rumah sakit untuk divisum dan diotopsi. Dari luka dan lebam di kepala mengeluarkan cairan. Pada tubuh juga terdapat luka dan lebam sehingga korban diyakini meninggal akibat penganiayaan.
Mashuri, ketua RT setempat, mengatakan, warga menerima pengaduan dari E tentang dugaan penganiayaan yang mengakibatkan ADO meninggal. Warga kemudian melapor kepada polisi. Pasangan ES dan RI ditangkap sepulang dari Yogyakarta pada Minggu (26/6) petang.
”Kami mengetahui bahwa nenek korban diancam oleh tersangka,” katanya.