Menko PMK: Peternak Terdampak PMK Mendapat Perlindungan
Kemenko PMK berkoordinasi dengan kementerian lain terkait penanganan wabah penyakit mulut dan kuku.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sedang berkoordinasi dengan kementerian lain terkait penanganan wabah penyakit mulut dan kuku. Kemenko PMK mengusulkan bagaimana agar peternak kecil yang terdampak, baik langsung maupun tidak, bisa mendapatkan perlindungan.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy menjawab pertanyaan awak media soal penanganan wabah PMK. Muhadjir mengatakan hal itu seusai menghadiri pelantikan Rektor Universitas Brawijaya di Malang, Jawa Timur, Senin (27/6/2022).
Menurut Muhadjir, bentuk perlindungannya sedang dikaji, mulai dari kemungkinan memberikan ganti rugi bagi warga yang ternaknya mati hingga kemungkinan relaksasi untuk peternak kecil yang punya pinjaman di perbankan. ”Terutama pinjaman yang digunakan untuk investasi pada ternak,” ujarnya.
Dia menambahkan, pihaknya memiliki perhatian terhadap masalah ini karena sebagian besar pihak yang terdampak PMK adalah peternak kecil. Mereka memiliki ternak dengan jumlah tidak terlalu banyak, tetapi merugi dan pupus harapan lantaran ternaknya mati atau dipotong dengan harga murah.
”Padahal, peternak kecil semula sedang berbunga menyambut Idul Adha dengan harga tinggi. Ternak bagian dari tabungan. Tetapi, begitu kena wabah PMK harapan itu pupus,” ujarnya. Untuk itu, Kemenko PMK sedang berkoordinasi dengan kementerian lain, dengan mengusulkan agar peternak kecil yang terdampak mendapatkan perlindungan dan diprioritaskan.
Kekebalan
Pemerintah juga berusaha mendatangkan vaksin secepatnya. Melihat populasi ternak yang mencapai 18 juta ekor, menurut Muhadjir setidaknya diperlukan 12-13 juta dosis vaksin atau sekitar 70 persen guna menciptakan kekebalan komunitas.
Jika diperlukan tiga dosis per ekor, maka jumlahnya tinggal dikalikan atau menjadi 36 juta-39 juta dosis vaksin yang diperlukan.
Sementara itu, Wakil Bupati Malang yang juga Ketua Satuan Tugas Penanganan PMK setempat, Didik Gatot Subroto, mengatakan, wabah PMK telah berdampak terhadap produksi susu di wilayahnya. Penurunan produksi susu di wilayah ini hampir mencapai 50 persen.
Terutama pinjaman yang digunakan untuk investasi di ternaknya. (Muhadjir Effendy)
Dalam kondisi normal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik produksi susu di Kabupaten Malang mencapai 160.643,46 ton (2020). Malang menjadi daerah penghasil susu terbesar kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Pasuruan (166.405 ton). Sementara tetangganya, Kota Batu mencapai 24.500,35 ton. Total produksi susu di Jawa Timur tahun 2020 sebanyak 542.860,27 ton.
”Kondisi ini tentu saja menurunkan perekonomian masyarakat yang selama ini bergantung pada susu. Selama ini sapi perah menjadi pendukung ekonomi sehari-hari dan tabungan warga,” ucapnya.
Hingga kini jumlah sapi yang terpapar PMK di Kabupaten Malang mencapai 14.000-an ekor, sebagian besar merupakan sapi perah yang ada di wilayah Kecamatan Pujon dan Ngantang. Adapun angka kematian mencapai 800-an ekor.
Selain mengandalkan vaksinasi, pemerintah daerah juga tengah menggeser anggaran dari Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk menangani PMK. Namun, menurut Didik, pemanfaatan dana BTT masih terganjal oleh Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 51 Tahun 2022 tentang Penanganan Wabah PMK serta kesiapan hewan kurban menjelang Idul Adha.
”Banyak yang mendorong Inmendagri 31 Tahun 2022 diselesaikan. Besar harapan kami, kalau itu terselesaikan, clear Pemkab bisa berbuat. Karena sejatinya BTT dipergunakan untuk kedaduratan. Namun di lapangan ini harus masuk program. Kalau masuk program agak susah karena ada perencanaan dan lainnya,” ucapnya.