Memahami Perjalanan Lengger Banyumas melalui Jagad Lengger Festival
Jagad Lengger Festival 2022 digelar selama tiga hari untuk melestarikan sekaligus memetakan perjalanan lengger Banyumas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
Kesenian
PURWOKERTO, KOMPAS — Jagad Lengger Festival 2022 digelar mulai Sabtu (25/6/2022) hingga Senin (27/6/2022) di Pendopo Duplikan Sipanji, Banyumas, Jawa Tengah. Selain untuk melestarikan kesenian lengger, acara ini juga diselenggarakan untuk memetakan perjalanan panjang kesenian lengger yang terkategorisasi mulai dari tradisi, kreasi, dan kontemporer.
”Ini untuk melihat perjalanan lengger di masa lalu, masa sekarang, dan masa depan sekaligus bagaimana persepektif lengger ke depannya apalagi dengan era sekarang yang sudah digital,” kata Direktur Jagad Lengger Festival Otniel Tasman di Banyumas, Minggu (26/6/2022).
Otniel, yang juga penari lengger, menyatakan, kesenian ini bukan hanya sekadar bentuk pertunjukan, melainkan juga mengandung pemikiran dan nilai tertentu. ”Ketika menjadi lengger, seseorang harus bisa menjadi manusia seutuhnya, unik, otentik, dan menyadari kemanusiaannya sehingga dia tidak bisa tergantikan,” ujarnya.
Otniel juga memaknai lengger sebagai singkatan dari ”geleng-geleng gawe geger” atau geleng-geleng kepala bisa membuat orang geger atau bergetar. Dalam pemaknaan itu, seorang lengger itu dapat menggetarkan atau menginspirasi orang lain.
”Lengger Banyumas itu sederhana. Dari katanya saja geleng-geleng gawe geger. Ini sesuatu yang simple atau sederhana tetapi bisa membuat orang lain bergetar. Ini jadi poin penting di mana lengger hidup sederhana dengan hidupnya tetapi bisa membuat orang lain terinspirasi dan ingin tahu dengan penarinya,” ujarnya.
Kurator Jagad Lengger Festival 2022 Abdul Aziz Rasjid menyebutkan, pelacakan dilakukan terhadap arsip Rene Lysloff, seorang etnomusikolog dari University of California, yang mengadakan riset seni tradisi di Banyumas tahun 1985-1987. Arsip terkait lengger yang ditemukan adalah tahun 1976.
”Kami mengolah itu, arsip kami digitalisasi kemudian diaktivasi dalam pameran lalu membuat pola programnya. Di situ ada diskusi, pemutaran film, dan pertunjukan. Itu sebenarnya bagian dari simbolisasi rute-rute perjalanan lengger,” kata Aziz.
Rute-rute perjalanan lengger itu, kata Aziz, terkategorisasi dalam tiga bagian, yaitu tradisi, kreasi, dan kontemporer. Pada hari pertama festival disajikan grup lengger Langen Sari yang mewakili lengger sebagai seni tradisi.
”Ini mewakili sebuah grup yang ada di wilayah desa tetapi kemudian mereka main dari satu undangan, panen. Kemudian ada juga Pak Kendar dan Bu Narsih di mana Pak Kendar bermain kendang dan Bu Narsih menari,” tuturnya.
Pada hari kedua menampilkan kategori lengger kreasi. Di situ ditampilkan acara serta pertunjukan terkait lengger yang lebih variatif.
”Pada hari kedua ini ditampilkan bagaimana lengger memengaruhi sastra, film, sehingga kami mengajak Mas Garin Nugroho dan Pak Ahmad Tohari untuk membicarakan bagaimana lengger itu berpengaruh pada proses kreatif mereka. Lalu untuk pertunjukannya ditampilkan Calengsai (calung, lengger, barongsai) sebagai bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Banyumas,” ujarnya.
Selanjutnya, pada hari ketiga menampilkan kategori kontemporer. Salah satu pembicara yang akan hadir adalah politisi Budiman Sudjatmiko yang membahas tantangan lengger di masa mendatang.
”Tentang arsip tadi yang kami aktivasi dengan teknologi terkini, salah satunya kami mengaktivasi video tertua dengan virtual reality. Kami juga mereproduksi lagi kaset-kaset agar dapat didengar oleh penonton supaya ada pengalaman baru,” katanya.
Pada hari ketiga akan diputarkan pula film karya sutradara Zen Al Ansory, yang mana produknya hibrida antara sinema dan panggung yang dijadikan satu. ”Di pertunjukan akan diangkat lengger laut dan pertunjukan dari komunitas kesenian Seblaka Susutane untuk mewakili lengger yang sifatnya kontemporer,” kata Aziz.
Pada Minggu sore, ratusan penonton memadati kompleks pendopo di Kecamatan Banyumas untuk menyaksikan Calengsai. Pertunjukan dimulai pukul 16.15 dan berlangsung meriah meski hujan lebat mengguyur Banyumas.
Pertunjukan karya koreografer Randhi Haryaningtyastomo ini merupakan kolaborasi Paguyuban Asimihoa dengan Sanggar Sekar Budaya. Tabuhan calung dan tembang-tembang berbahasa Banyumasan mengawali pertunjukan ini, disusul sajian tari lengger serta atraksi barongsai yang memukau.
Annisa Fasya (27), salah satu pengunjung asli Bekasi dan sedang menyelesaikan kuliah di Purwokerto, mengaku senang berkunjung ke Jagad Lengger Festival ini. ”Menurut aku, tarian lengger ini unik sekali,” kata Annisa yang sejak pagi mengikuti rangkaian acara di Banyumas tersebut.