Mengabadikan Warisan Kuliner Nusantara
Pendokumentasian resep makanan tradisional jadi opsi lain dalam menjaganya di tengah arus modernisasi.
Daerah-daerah di Nusantara kaya dengan warisan kuliner otentik. Walakin, eksistensinya terancam oleh generasi penerus yang perlahan menghilang. Pendokumentasian resep makanan jadi opsi lain dalam menjaganya di tengah arus modernisasi.
Nina Maharani (33) menggiling satu per satu bahan-bahan yang telah disediakan. Cabai merah digiling, disusul bawang merah dan putih, tomat, dan garam. Semua bahan itu bercampur. Ketumbar muda dan serutan tulang sapi kemudian juga digiling terpisah.
Nina hendak memasak samba lado tulang di rumah keluarganya di Nagari Parambahan, Kecamatan Lima Kaum, Tanah Datar, Sumatera Barat, Jumat (27/5/2022) siang. Kakak iparnya, Delna Karlinda (54), membantu menyiapkan bahan-bahan sambal, termasuk teri, rimbang, kucai, dan petai.
Sementara itu, tim Pusaka Rasa Nusantara, yang menyaksikan proses memasak menimbang satu-satu bahan-bahan menjelang digiling atau dimasukkan ke kuali. Bobot tiap-tiap bahan samba lado tulang dicatat. Pun halnya dengan tahapan memasak sambal khas Tanah Datar tersebut.
”Resep ini selalu diajarkan kepada anak-anak. Sambil bantu-bantu masak. Tidak pernah dicatat. Dari kepala saja. Sering lihat, coba rasanya, bantu, dan mulai membuat sendiri,” kata Delna, Jumat.
Sebagaimana umumnya keluarga lainnya di Minangkabau, keluarga Nina dan Delna tidak pernah mencatat resep masakan khas daerah asalnya, termasuk samba lado tulang. Semua bahan dan tahapan memasaknya hanya ”dicatat” di kepala. Begitu pula langkah pewarisan terhadap generasi selanjutnya.
Hal senada juga dikatakan Rasuhatni (69), warga Nagari Sulit Air, Kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok. Resep gulai ayam galundi khas Sulit Air yang telah diwariskan secara turun-temurun tak pernah dicatat. Warisan itu diteruskan melalui ingatan dan pengalaman saat memasak.
”Kami tidak pernah catat resep. Langsung belajar masak sama ibu. Ibu meninggal, kami meneruskan. Sekarang ada anak saya bisa masak (gulai ayam galundi) itu. Tidak pakai catatan, ingatan saja,” katanya.
Sebagian besar masakan tradisional Minangkabau masih diwariskan secara baik. Namun, di tengah arus modernisasi dan makanan instan sedang digandrungi, eksistensinya bisa saja terancam, terutama makanan jarang terekspos. Sebagian generasi muda mulai enggan memasak.
Rasuhatni mengakui, anak-anak zaman sekarang mulai enggan memasak gulai ayam galundi. Mereka cuma mau makan, tetapi tidak mau repot memasak. Kepada anak-anaknya sendiri, At, demikian sapaannya, menekankan untuk belajar memasak karena makanan itu warisan nenek moyang yang mesti dilestarikan.
Chef Ragil Imam Wibowo, tim ahli kuliner dari Pusaka Rasa Nusantara, mengatakan, keberlanjutan makanan tradisional di Indonesia, terutama yang kurang terekspos, agak mengkhawatirkan. Di beberapa daerah, tidak ada regenerasi ahli waris yang cukup solid. Walakin, untuk di Sumbar, secara umum, kondisinya relatif lebih baik.
”Dari nenek, anak, ke cucu, (pewarisan) masih terus bergulir. Mereka agak sedikit memaksakan bahwa si anak-anak ini harus mengerti makanan yang mereka makan sehari-hari. Juga kelestarian bahan-bahan yang mereka selalu jaga,” kata Chef Ragil.
Dokumentasi
Dalam menjawab kekhawatiran itu, Yayasan Nusa Gastronomi Indonesia melalui program Pusaka Rasa Nusantara sejak tahun lalu berupaya mendokumentasikan resep masakan tradisional di Indonesia yang kurang terekspos. Program itu merupakan kerja sama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat melalui hibah Ambassador Fund for Cultural Preservation.
Pendokumentasian ini penting untuk menjaga resep itu menghilang bersama para pendahulu. ”Setiap ke daerah, ada resep makanan daerah. Setiap kali ditanya, mereka gak ada catatannya. Pas kami tanya resepnya, nenek atau ibunya sudah tidak ada. Jadi, kami yakin resep tradisional Indonesia lama-lama menghilang bersama orangtua,” kata Meilati Murniani, Ketua Tim Pusaka Rasa Nusantara.
Selama 24-29 Mei 2022, Meilati dan kawan-kawan mendokumentasikan sejumlah resep makanan di enam nagari di Sumbar. Mereka mencatat bahan-bahan, takaran, dan proses memasak makanan, memfoto dan memvideokannya, hingga mengumpulkan berbagai informasi seputar masakan itu dari pemilik resep.
Makanan tersebut, antara lain, rendang lokan dan kue mangkuak badeta di Pasar Baru (Pesisir Selatan), rendang baluik dan pangek pisang di Kinari (Solok), gulai ayam galundi dan randang pucuk ubi di Sulit Air (Solok), samba lado tulang di Parambahan (Tanah Datar), nasi kapau di Kapau (Agam), dan rendang daun serta gulai ikan simauang di Batu Bulek (Tanah Datar).'
Sebelumnya, kata Meilati, tim Pusaka Rasa Nusantara telah mendokumentasikan sejumlah masakan di daerah lain, seperti Yogyakarta, Solo, Semarang, Ternate dan Kepulauan Sula, dan Jakarta. Tim ini mengupayakan mendokumentasikan makanan dari tiap-tiap provinsi hingga 2023.
Muara dari pendokumentasian ini berupa buku. Akan ada beberapa buku yang diterbitkan, salah satunya buku masak. Buku itu bakal disebar ke sekolah-sekolah masak di Indonesia sebagai referensi masakan tradisional Nusantara. Selain itu, hasilnya juga berupa video blog di akun Youtube.
Menurut Meilati, Ranah Minangkabau merupakan salah satu daerah paling penting untuk riset ini karena punya kekayaan resep masakan dan bahan yang unik-unik dibandingkan daerah lain. Itu mungkin karena ada pengaruh dari sejarah Sumbar sebagai pintu perdagangan rempah di pantai barat Sumatera pada masa lampau.
Budaya
Assistant Cultural Affairs Officer Kedutaan Besar Amerika Serikat Leo A Jilk mengatakan, program ini diharapkan menghasil dokumen dan publikasi signifikan dari kumpulan resep masakan tradisional dari seluruh Indonesia. Dokumentasi tidak hanya mencakup makanan, tetapi bagaimana makanan itu dan resepnya, serta tradisi lokal terkait tradisi keluarga, keagamaan, dan adat di Indonesia.
“Jadi, kami percaya bahwa publikasi dan penyebaran materi dan kesadaran akan materi ini sangat penting dan baik bagi kebudayaan Indonesia, keanekaragaman kebudayaan Indonesia, dan masyarakat,” kata Leo.
Meilati menjelaskan, esensi dari program mereka adalah mendokumentasikan budaya melalui makanan. Pihaknya merasa manusia dan makanan itu punya hubungan erat dan saling memengaruhi hingga membentuk suatu budaya. Ada nilai penting pada budaya ini yang perlu dipreservasi karena menuju hilang.
”Salah satu dari komponen kegiatan kami me-mainstreaming (mengarusutamakan) ini untuk generasi muda melalui media sosial. Masak masakan lama, yang hampir hilang, kami mainstreaming lagi melalui media digital supaya anak-anak muda melihat ini jadi keren, lho,” ujarnya.
Bahan dan bumbu masakan ada pula kaitannya dengan alam sekitar. Antara manusia dan makanan juga ada relasinya antara manusia dan lingkungan. Ketika hubungan manusia dan lingkungan mulai memudar keberadaan makanan pun terancam.
Sebagai contoh, berbagai jenis dedaunan untuk rendang daun di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, semakin sulit didapat karena alih fungsi lahan. Begitu pula dengan belut sawah di Nagari Kinari, Kecamatan Bukit Sundi, Solok, yang semakin sulit ditemukan, baik karena penggunaan pupuk kimia maupun alat tangkap tidak ramah lingkungan.
Oleh sebab itu, kata Meilati, dokumentasi, dan penyebaran resep masakanan tradisional ini diharapkan hubungan manusia dan lingkungan kembali terbangun. Dengan demikian, secara perlahan, alam akhirnya terjaga. ”Jadi, hubungan kembali pada hubungan saling menguntungkan,” ujarnya.