Adaptasi Rendang, dari Lokan hingga Dedaunan
Rendang beradaptasi terhadap kondisi geografis daerah sekitarnya. Rendang, masakan khas Minangkabau nan legendaris, tidak melulu disajikan berbahan utama daging.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2F923742df-b8f0-4ead-a1f1-d1e22ef59c52_jpg.jpg)
Jusdahniar (57) memasak rendang daun di rumahnya di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (28/5/2022). Rendang khas Lintau ini menggunakan bahan-bahan 50-an hingga 100-an jenis dedaunan dan belut sawah.
Rendang, masakan khas Minangkabau nan legendaris, tidak melulu disajikan berbahan utama daging. Belut, lokan, hingga dedaunan pun bisa disajikan menjadi rendang. Rendang beradaptasi terhadap kondisi geografis daerah sekitarnya.
Kalio berisi potongan belut kering menggelegak di dalam kuali. Lidah api dari kayu bakar menjulur-julur menjilat dari bawah. Harum aroma santan menguar dari makanan yang tengah dimasak di tungku besi sekitar garasi rumah.
Jusdahniar (57) dengan sewajan dedaunan menghampiri tungku itu. Perlahan-lahan berbagai jenis daun yang masih segar itu ia masukkan ke kalio. Seusai diratakan, daun-daun segera tergoreng oleh minyak yang terbit dari santan. Lambat laun menghitam jadi rendang.
”Ada 55 jenis daun yang digunakan untuk rendang daun hari ini,” kata Jusdahniar atau karib disapa Jus, di rumahnya, Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (28/5/2022). Jus memasak bersama iparnya, Nur Asyura (57), dalam rangka pendokumentasian oleh tim Pusaka Rasa Nusantara.
Rendang daun merupakan varian rendang khas Lintau. Bahan utamanya adalah beragam jenis daun yang didapat di sekitar rumah hingga hutan. Selain dedaunan, rendang ini juga menggunakan belut kering.
Baca juga: Ranah Minang, Surga Makanan Nusantara
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2F879b9a4e-994d-4037-b0b8-39ff736a11d0_jpg.jpg)
Beberapa dedaunan yang digunakan untuk membuat rendang daun di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (28/5/2022). Rendang khas Lintau ini menggunakan bahan-bahan 50-an hingga 100-an jenis dedaunan dan belut sawah.
Rendang atau randang dalam bahasa Minangkabau adalah hasil proses memasak makanan hingga kering. Proses memasaknya disebut marandang. Secara garis besar, ada tiga fase makanan itu menjadi rendang, yaitu gulai, kalio, dan rendang.
Menurut Jus, 55 jenis daun yang mereka gunakan siang itu dalam bahasa lokal antara lain daun surian, daun asam jati, daun lidah kucing, daun tunjang loncek, daun asam merah, daun tapak leman, daun sibusuak, daun sungkai, daun puluik-puluik, dan daun pudiang hitam.
Nur menambahkan, sebenarnya ada 120 jenis daun yang bisa dirandang. Namun, karena keterbatasan waktu, cuma sehari, mereka cuma bisa mengumpulkan 55 jenis daun. ”Untuk dapat 120 daun, butuh dua hari. Harus jauh masuk hutan, naik bukit. Kemarin, cuma sampai pinggir hutan,” katanya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2Fa353ab72-b722-4ed4-a1e0-35d8ac215009_jpg.jpg)
Jusdahniar (57) memasak rendang daun di rumahnya di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (28/5/2022). Rendang khas Lintau ini menggunakan bahan-bahan 50-an hingga 100-an jenis dedaunan dan belut sawah.
Resep rendang daun, kata Jus, diwariskan turun-temurun. Varian rendang ini muncul karena kesulitan ekonomi pada masa lampau. Akhirnya, warga mencari daun-daun ke hutan untuk dimasak jadi rendang. Sementara itu, belut bisa dicari di sawah.
Proses memasak rendang daun hampir sama dengan rendang daging. Walakin, rendang daun punya tekstur yang lebih kaya. Dedaunan dan belut yang berpadu dengan dedak rendang menciptakan tekstur renyah, basah, dan lembut. Aromanya juga lebih harum.
Selain enak dijadikan rendang, beberapa daun tersebut juga punya manfaat kesehatan. Daun tersebut, kata Jus, misalnya, daun sibusuak untuk obat maag, daun sungkai untuk demam, daun puluik-puluik obat panas dalam, dan daun pudiang hitam jadi obat pelancar haid.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2Fd1b5cbce-28d1-4d54-8650-c5c2a4e03976_jpg.jpg)
Rendang daun seusai dimasak warga di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (28/5/2022). Rendang khas Lintau ini menggunakan bahan-bahan 50-an hingga 100-an jenis dedaunan dan belut sawah.
Di Pesisir Selatan, ada pula rendang lokan. Lokan sejenis kerang yang hidup di lumpur sekitar hutan nipah di muara sungai. Okvina Juita (38) tengah memasak di rumah sekaligus tempat usahanya Rumah Pantai Lokana di Nagari Pasar Baru, Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan, Rabu (25/5/2022).
Bahan-bahan rendang lokan mirip dengan rendang pada umumnya. Bedanya daging sapi atau kerbau diganti dengan lokan. Daging kerang yang telah direbus dan dibersihkan lalu dimasukkan ke gulai menggelegak. Gulai tersebut secara berkala terus diaduk berjam-jam kemudian, hingga jadi kalio, kemudian kering menjadi rendang.
Rendang lokan buatan Vina, demikian sapaannya, terasa kenyal dan lembut. Enaknya daging lokan berpadu dengan dedak rendang yang manis dan relatif pedas. Rasa begitu menggugah selera makan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F05%2F26%2F762c1acc-0e39-4d36-aa5e-36ce48368b9f_jpg.jpg)
Lokan yang dikumpulkan warga di lumpur sekitar tumbuhan nipah di kawasan muara Sungai Bayang, Nagari Pasar Baru, Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Rabu (25/5/2022). Daging hewan sejenis kerang ini yang sudah direbus dan dikeluarkan dari cangkang dijual sekitar Rp 75.000 per kilogram. Lokan sering dijadikan bahan baku rendang, sate, ataupun gulai.
Vina menjelaskan, rendang lokan istimewa karena tidak semua daerah di Sumbar ada lokan. Penghasil utama lokan di Sumatera Barat adalah Pesisir Selatan dan Pasaman Barat. ”Pesisir Selatan sejak dulu terkenal sebagai produsen rendang lokan yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang,” katanya.
Menurut Vina, rendang lokan bentuk adaptasi rendang di kawasan pasisia (pesisir) yang merupakan daerah rantau. Orang darek (darat/pedalaman) yang biasa memasak rendang daging merantau ke pasisia. Di perantauan, ia menemukan lokan, bahan baku lain, yang bisa dijadikan rendang.
”Sebenarnya, (rendang lokan) ini turunan saja (dari rendang daging). Kondisi alam sekitar berpengaruh pada ketersediaan bahan baku. Kalau di darek banyak lokan, sudah lama juga orang darek bikin rendang lokan,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2Fafb7bd0e-bd49-47ab-9c14-161a868f3dda_jpg.jpg)
Rendang lokan seusai dimasak di Rumah Pantai Lokana, Nagari Pasar Baru, Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Rabu (25/5/2022). Rendang khas Pesisir Selatan ini menggunakan bahan baku lokan, sejenis kerang yang hidup di lumpur sekitar hutan nipah di muara sungai.
Sementara itu, di Kabupaten Solok, salah satu daerah penghasil beras di Sumbar, ada rendang belut. Ibu-ibu anggota Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Kinari Rancak, Nagari Kinari, Kecamatan Bukit Sundi, tengah memasak rendang belut, Kamis (26/5/2022).
Di Kinari, rendang belut dimasak dengan potongan daging buah pala dan irisan daun tapak leman. Asniarti (54), yang memasak rendang belut itu, mengatakan, daging buah pala yang asam bisa menetralisasi amis dan kolestrol tinggi pada belut.
”Randang baluik (rendang belut) ini khas Kinari. Masakan warisan turun-temurun sejak dulu,” ujar Asniarti, yang juga koordinator pengembangan usaha Pokdarwis Kinari Rancak, di sela-sela memasak rendang belut. Rendang belut biasanya dimasak untuk makanan rumah tangga.
Menurut Asniarti, Kinari dan sekitarnya merupakan kawasan agraris. Banyak areal persawahan di sini sehingga banyak belut. Belut yang mudah didapat di sawah akhirnya menjadi alternatif lain dalam membuat rendang karena daging susah didapat karena mesti potong ternak dulu. ”Nutrisi belut tidak jauh beda dibanding daging,” ujarnya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2F82c911cf-4b94-4846-b867-d62b4a45907c_jpg.jpg)
Asniarti (54) memasak rendang belut di Nagari Kinari, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Kamis (26/5/2022). Rendang khas Kinari ini menggunakan bahan-bahan belut sawah, daun tapak leman, dan daging buah pala.
Tiga jenis rendang hanya segelintir variasi rendang yang ada di Sumbar. Selain itu, ada banyak variasi lainnya, seperti rendang ayam, rendang ayam pucuk ubi, rendang itik, rendang telur, rendang pakis, dan sebagainya. Beragam rendang tersebut bentuk adaptasi rendang terhadap tempat makanan itu dibuat.
”Yang memengaruhi sudah pasti daerah tempat rendang itu dibuat. Protein apa yang di situ banyak, itu yang biasanya menjadi bahan utama buat itu (dijadikan rendang). Bahannya sesuai daerah geografis,” kata chef Ragil Imam Wibowo, tim ahli kuliner dari Pusaka Rasa Nusantara.
Akan tetapi, eksistensi beragam varian rendang itu berangsur terancam. Salah satu pemicu adalah kondisi alam yang terus berubah dan membuat ketersediaan bahan baku semakin menipis. Selain itu, peralihan profesi masyarakat juga memengaruhi.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2F64d1069f-091f-4611-8db1-e1cbca629b06_jpg.jpg)
Jusdahniar (57) memetik daun-daun di sekitar permukiman untuk membuat rendang daun di Nagari Batu Bulek, Kecamatan Lintau Buo Utara, Tanah Datar, Sumatera Barat, Sabtu (28/5/2022). Rendang khas Lintau ini menggunakan bahan-bahan 50-an hingga 100-an jenis dedaunan dan belut sawah.
Nur mengatakan, beberapa tahun terakhir semakin sulit mencari dedaunan yang biasa dijadikan rendang. Sebagian hutan sudah beralih menjadi kebun. Pembabatan tumbuhan pun tak terhindarkan.
”Paling sulit sekarang mencari daun kambuik-kambuik. Kemarin cuma dapat sebatang, sudah sampai ke hutan kami cari. Dulu banyak,” ujarnya.
Menurut Atrial, cara menangkap belut yang tidak ramah membuat populasi belut di sawah jauh berkurang. Begitu pula penggunaan pupuk kimia dan mesin bajak yang bahan bakarnya mencemari sawah.
”Sekarang banyak orang menangkap belut di sawah dengan alat setrum. Anak belut banyak mati. Ada yang diracun juga. Cara tangkap tersebut paling cepat, tapi menghabiskan,” kata Atrial, yang juga seorang montir ini.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F26%2F8bbd0c5b-50fc-464a-acc7-5661929642a9_jpg.jpg)
Pemuda memasang lukah, alat menangkap belut sawah, untuk membuat rendang belut di Nagari Kinari, Kecamatan Bukit Sundi, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Kamis (26/5/2022). Rendang khas Kinari ini menggunakan bahan-bahan belut sawah, daun tapak leman, dan daging buah pala.
Sementara itu, menurut Vina, keberadaan pencari lokan semakin berkurang. Banyak pencari lokan beralih ke pekerjaan yang minim risiko. Mencari lokan memang punya risiko tinggi. Kawasan muara sungai tempat lokan berada merupakan sarang buaya muara.
”Makin ke sini, generasinya melihat sumber kehidupan lain yang tidak riskan seperti ini. Sejauh ini, selagi ada profesi pengganti, mereka akan beralih,” katanya.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F05%2F26%2F9390c9f0-cc07-4d49-b60c-f0a15b386d17_jpg.jpg)
Warga menunjukkan lokan yang ia dapat di lumpur sekitar tumbuhan nipah di kawasan muara Sungai Bayang, Nagari Pasar Baru, Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat, Rabu (25/5/2022). Mencari lokan termasuk pekerjaan riskan karena pencari mesti menyelam dan kadang-kadang bertemu buaya muara. Karena berisiko tinggi, warga pencari lokan cenderung berkurang.
Baca juga: Rendang, Makanan Sarat Tradisi