Terorisme di Jabar, Pelaku Bom hingga Pengumpulan Dana Kotak Amal
Jaringan terorisme di Jabar tersebar di Cirebon, Tasikmalaya, hingga Bandung. Seluruh pihak perlu bekerja sama mengantisipasi risiko.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Jawa Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia dengan tingkat kerawanan terorisme tinggi. Temuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Jabar merupakan tempat sejumlah pelaku bom berada dan jaringan pengumpulan dana melalui kotak amal. Pemerintah, aparat keamanan, hingga masyarakat perlu mengantisipasi ancaman itu.
”Jabar masih menjadi daerah dengan indeks risiko terorisme yang terbilang tinggi. Jumlahnya mencapai 11,5 (poin) dan menempati urutan ke-19 dari 32 provinsi di Indonesia,” ujar Direktur Pembina Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Wawan Ridwan dalam acara penguatan kapasitas penanggulangan terorisme di Kota Cirebon, Rabu (22/6/2022).
Jaringan terorisme di Jabar, lanjutnya, tersebar di Cirebon, Tasikmalaya, hingga Bandung. Maraknya kasus terorisme seiring dengan banyaknya jumlah pelaku teror. Wawan menjelaskan, 51 terduga terorisme yang ditangkap Densus Antiteror 88 hingga 2019 berasal dari Jabar. Bahkan, 10 orang di antaranya meninggal karena menjadi pelaku bom bunuh diri.
Pihaknya juga menemukan sejumlah pelaku teror yang berjejaring dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), termasuk penangkapan tujuh terduga teroris di Jabar. Bahkan, modus pengumpulan dana jaringan terorisme di Jabar melalui kotak amal. ”Tahun 2021, terungkap 1.540 kota amal digunakan untuk pengumpulan dana,” ucap Wawan.
Mengutip data Fahmina Institute, organisasi nirlaba yang fokus pada kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan, daerah Cirebon dan sekitarnya termasuk zona merah terorisme. Terduga pelaku teroris, lanjutnya, tersebar di 12 kecamatan di wilayah Cirebon bagian barat. Tiga kecamatan yang patut diperhatikan adalah Klangenan, Jamblang, dan Plered.
Pada 2017, misalnya, Densus 88 menangkap IM, pelaku teror, di sekitar Bandara Cakrabhuwana, Cirebon. Saat itu, IM merencanakan teror dengan menggunakan senjata tajam dan senjata rakitan kepada petugas keamanan Presiden Joko Widodo. Menurut Wawan, IM diduga berafiliasi dengan NIIS karena akan bertolak ke Filipina.
Menyadari tingginya ancaman terorisme, pihaknya mendorong pemerintah daerah dan masyarakat di Jabar meningkatkan kewaspadaan. Salah satu upaya BNPT adalah menggelar pelatihan peningkatan kapasitas Polri, TNI, dan instansi terkait untuk penanggulangan terorisme. ”Masalah ini tidak mungkin diselesaikan oleh BNPT saja,” ucapnya.
Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengatakan, Cirebon merupakan daerah yang menjunjung tinggi toleransi antarumat beragama. Akan tetapi, Cirebon juga termasuk rawan terorisme. Pada April 2011, misalnya, bom meledak di Masjid Adz-Zikro, Markas Kepolisian Resor Cirebon Kota. Sebanyak 29 anggota jemaah terluka terkena serpihan logam, baut, dan paku.
”Oknum yang ingin mengubah ideologi Pancasila di Cirebon itu jumlahnya sangat sedikit. Paling, (Cirebon) didatangi dari orang luar. Saya harap masyarakat dapat memberikan informasi soal ini. Jangan sampai kita menganggap terorisme ini hanya urusan BNPT dan Densus 88, jangan begitu,” ungkap Azis.