Polemik Rencana Pembangunan Terminal LNG di Bali Terus Berlanjut
Rencana pembangunan terminal LNG di Bali disinyalir mencaplok kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai di Kota Denpasar. Pemprov Bali dan DPRD Bali didesak agar menghentikan rencana pembangunan terminal LNG.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Rencana pembangunan terminal gas alam cair (liquified natural gas/LNG) di Bali diduga mencaplok kawasan mangrove Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai, Kota Denpasar. Proyek itu juga disebut rawan mengancam eksistensi beberapa pura, tempat suci umat Hindu.
Hal itu mengemuka dalam aksi yang digelar warga Desa Adat Intaran bersama Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (Kekal) Bali, Front Demokrasi Perjuangan Rakyat (Frontier) Bali, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali di Wantilan (paviliun) DPRD Bali, Kota Denpasar, Selasa (21/6/2022). Mereka diterima Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Adhi Ardana.
Perwakilan pengunjuk rasa dari Kekal Bali I Wayan Suardana mengungkapkan, hasil riset menunjukkan lahan bakal lokasi terminal LNG berada di blok perlindungan Tahura Ngurah Rai. Area itu sudah berubah peruntukannya menjadi blok khusus.
Suardana menyatakan, perubahan peruntukan kawasan Tahura Ngurah Rai terjadi setelah ada izin prinsip. Adapun luasannya disebutkan mencapai lebih dari 7 hektar. ”Ada indikasi perubahannya untuk mengakomodasi proyek terminal LNG,” ujar Suardana.
Kelihan (Kepala) Banjar Adat Gilingan, Desa Adat Intaran, Agung Arya Teja menyebutkan, rencana pembangunan terminal LNG itu tidak hanya memakai lahan mangrove Tahura Ngurah Rai. Keberadaaanya juga akan berdampak terhadap wilayah pesisir, termasuk kawasan terumbu karang.
”Tidak hanya 7 hektar hutan mangrove yang rentan dihabiskan. Sekitar 5 hektar area terumbu karang di pesisir juga bakal terdampak,” ujar Arya Teja.
Kemandirian energi
Sebelumnya, terminal LNG dipersiapkan menjadi bagian transformasi ke energi bersih dan mendukung kemandirian energi listrik di Bali. Rencana ini mendapatkan izin prinsip Gubernur Bali tahun 2021 dan persetujuan Kementerian Agraria, Kementerian Kelautan dan Perikanan ataupun Kementerian Investasi.
Akan tetapi, rencana ini menimbulkan polemik. Alasannya, tapak rencana proyek terminal LNG berada di kawasan mangrove Tahura Ngurah Rai. Kawasan itu memiliki fungsi vital sebagai penyerap karbon, pengendalian abrasi, dan pereduksi ancaman tsunami di Bali.
Pemanfaatan kawasan pesisir di Selat Badung itu dinyatakan juga berdampak terhadap ekosistem terumbu karang. Selain itu, bakal lokasi proyek terminal LNG tersebut juga dinilai akan mengancam eksistensi kawasan tempat suci di wilayah Sanur. Beberapa di antaranya Pura Dalem Pengembak, Pura Mertasari, dan Pura Tirta Empul Mertasari, serta Pura Kayu Menengen.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Bali Anak Agung Ngurah Adhi Ardana menyatakan tidak setuju pembangunan yang merusak alam. DPRD Bali, katanya, sudah memanggil perusahaan daerah ataupun PLN di Bali terkait dengan latar belakang dan tujuan pembangunan fasilitas LNG.
”Gubernur Bali juga sudah menegaskan pembangunan di Bali tidak boleh melanggar visi ’Nangun Sat Kerthi Loka Bali’, yang menekankan kearifan lokal dan perlindungan alam,” katanya.
Sementara itu, dalam rangkaian Bulan Bung Karno Tahun Ke-4, Pemprov Bali mengadakan kegiatan kebersihan di estuari dam Suwung, Kota Denpasar, Selasa (21/6). Bertajuk ”Resik Pesisir Pantai dan Penebaran Benih Ikan dalam Rangka Bulan Bung Karno IV”, kegiatan ini diikuti aparatur sipil negara (ASN), masyarakat, dan pelajar.
Ketua Panitia Bulan Bung Karno Provinsi Bali Dewa Putu Mantera mengatakan, perayaan kali ini digelar selama satu bulan, mulai 1 Juni. Bulan Bung Karno tahun ke-4 ini mengangkat tema ”Adicitta Danu Kerthi” yang dimaknai sebagai memuliakan air di dalam diri.