FR menembak korban dari jarak dekat menggunakan M16. Dia dijanjikan sejumlah uang dan pekerjaan jika berhasil menghabisi target.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — FR, tersangka eksekutor penembakan yang menewaskan dua warga Kabupaten Aceh Besar, Aceh, ditangkap. Korban adalah Maimun dan Ridwan yang ditembak dari jarak dekat menggunakan senjata serbu jenis M16.
Kabid Humas Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Winardy, Senin (20/6/2022), mengatakan, tersangka FR ditangkap pada 16 Juni 2022 di sebuah rumah di Desa Pinto Rimba, Kecamatan Peudada, Kabupaten Bireuen.
”Dia mengaku senjata yang dipakai M16. Namun, keberadaan senjata itu masih kami cari,” katanya.
FR menjadi tersangka ketujuh yang ditangkap terkait kasus penembakan yang menewaskan Maimun dan Ridwan. Peristiwa penembakan terjadi pada Kamis (12/5/2022) malam. Keduanya tewas meski sempat dirawat satu hari di rumah sakit.
Sebenarnya sasaran utama adalah Ridwan, tetapi untuk menghilangkan saksi, Maimun juga ikut ditembak.
Sebelumnya polisi menangkap TM, DW, NZ, ZD, dan MY. Mereka berperan berbeda, seperti memantau keadaan, mengumpulkan informasi keberadaan korban, dan menentukan eksekutor penembakan. Seminggu kemudian polisi menangkap AB, orang yang menyuruh dan mendanai penembakan itu.
Winardy mengatakan, dari keterangan FR, usai digunakan untuk menambak korban, senjata itu disembunyikan di semak-semak sekitar lokasi. FR memberitahukan lokasi senjata kepada AB. Saat polisi menyisir lokasi tersebut, senjata tidak ditemukan. Kemungkinan telah dipindahkan oleh seseorang.
”Kami akan terus mencari keberadaan senjata tersebut,” kata Winardy.
Tidak dikaitkan
Winardy belum mengetahui senjata itu diperoleh dari mana. Dia berharap terkait senjata tidak dikaitkan dengan kelompok tertentu, termasuk eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka.
Meski demikian, salah seorang korban, yakni Ridwan, adalah eks kombatan GAM dan AB yang mendanai penembakan juga eks kombatan GAM. AB juga pengusaha kilang kayu dan tokoh politik partai lokal.
FR dijanjikan sejumlah uang oleh AB jika berhasil membunuh Ridwan. Namun, belum diketahui berapa nominalnya. FR juga dijanjikan pekerjaan.
Polisi menutupi latar belakang FR, termasuk dari mana FR belajar menggunakan senjata api laras panjang.
”Keterangan pelaku berubah-ubah terkait senjata yang digunakan. Namun, kita akan terus melakukan pencarian dan pendalaman terkait asal dan keberadaan senjata,” ujarnya.
M16 adalah senjata tempur yang jamak digunakan oleh satuan kepolisian atau tentara. Pada masa konflik Aceh, senjata ini banyak digunakan oleh para kombatan.
Kalau senjata itu tidak ditemukan, ada potensi dipakai lagi untuk kejahatan. (Khairil Arista)
Namun, setelah perdamaian antara Pemerintah RI dan GAM, pada 15 Agustus 2005, senjata api milik GAM dimusnahkan.
”Otak pelaku dari penembakan dan bukan dari kelompok tertentu. Jadi, tolong jangan dikait kaitkan,” ujarnya.
Winardy mengatakan, kasus itu kriminal murni dan pihaknya akan mengungkap tuntas.
Direktur Koalisi NGO Hak Asasi Manusia Khairil Arista menuturkan, dalam konteks Aceh, kriminal bersenjata jangan dipandang sebagai kasus biasa. Sebab, dapat memicu trauma pada korban konflik.
Khairil berharap polisi menyisir keberadaan senjata api yang dipakai untuk menembak korban smapai dapat. ”Kalau senjata itu tidak ditemukan, ada potensi dipakai lagi untuk kejahatan,” ujarnya.
Khairil mengatakan, kondisi damai Aceh akan terusik dengan kriminal bersenjata api. Dia mengajak para pihak untuk merawat perdamaian Aceh agar pembangunan dapat berjalan baik.
Sebelumnya, dosen antropologi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Al Chaidar, berpendapat, kekerasan bersenjata tidak dapat dipandang sebagai kriminal biasa. Sebab, penggunaan senjata api oleh sipil dapat mengganggu keamanan dan perdamaian.
Beberapa kasus kriminal bersenjata di Aceh yang dilakukan sipil melibatkan eks kombatan. Menurut Al Chaidar, kondisi ini menunjukkan kultur kekerasan yang kerap dilakukan saat konflik belum mampu ditanggalkan. Dia berharap pendidikan perdamaian dan sosialisasi hidup berkenegaraan diperkuat.