23 Penumpang dalam Kecelakaan Kapal di Batam Berasal dari Lombok
Kecelakaan kapal pengangkut pekerja migran tanpa dokumen terjadi di Perairan Batam pada Kamis malam. Sebanyak 23 orang yang selamat merupakan warga Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·3 menit baca
PRAYA, KOMPAS — Sebanyak 23 warga Lombok, Nusa Tenggara Barat, menjadi penumpang dalam kapal yang mengalami kecelakaan di perairan Batam, Kepulauan Riau. Mereka diduga pekerja migran tanpa dokumen. Keluarga mereka di Lombok yang telah mendapat informasi kecelakaan itu tak kuasa menahan haru dan berharap kepastian kondisi para pekerja migran.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Indonesia (BP2MI) Nusa Tenggara Barat Abri Danar Prabawa dalam keterangan persnya di Mataram, Jumat (17/6/2022), mengatakan, berdasarkan informasi dari Direktorat Pelindungan dan Pemberdayaan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI, dan UPT BP2MI Tanjung Pinang, kecelakaan terjadi pada Kamis (16/6/2022), sekitar pukul 19.30 WIB di perairan Batam.
Menurut Abri, ada 30 pekerja migran yang turut dalam kecelakaan tersebut. Sebanyak 23 orang selamat dan 7 orang masih dalam pencarian. Seluruh korban yang berjenis kelamin laki-laki dan selamat itu merupakan warga Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Abri merinci 15 orang berasal dari Lombok Tengah, 6 orang dari Lombok Timur, dan 2 orang dari Lombok barat.
”Dari seluruh korban selamat, satu orang, yakni Ahmad, dibawa ke RS Budi Kemuliaan Kota Batam karena sesak napas akibat kebanyakan minum air laut. Saat ini, unsur SAR masih melaksanakan pencarian di lokasi kejadian serta pendalaman,” kata Abri.
Abri menambahkan, UPT BP2MI Provinsi NTB akan terus melakukan koordinasi dan menginformasikan perkembangan penanganan insiden kapal tenggelam di perairan Batam tersebut.
Harapan keluarga
Sementara itu, keluarga pekerja migran yang selamat telah mendapatkan informasi terkait kecelakaan tersebut. Termasuk keluarga lima pekerja migran yang berangkat bersama dari Dusun Mengiluk, Desa Batujai, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Rabu (8/6/2022). Mereka meliputi Ahmad atau Amat (korban dirawat), Yusuf, Muhammad Zohri Abbas, Arum, dan Muhammad Rahim.
Saat mendengar kabar kecelakaan tersebut pada Jumat siang, seluruh anggota keluarga langsung berkumpul. Setiap yang datang, terutama perempuan, menangis histeris, antara lain Jumisah (30), istri Muhammad Rahim yang tidak ada dalam data 23 korban selamat.
Ia terakhir berkomunikasi dengan suaminya beberapa saat sebelum berangkat sekitar pukul 19.00 Wita. ”Ia berkabar akan berangkat dan meminta doa, lalu tidak aktif lagi. Tahunya malah dapat informasi kecelakaan,” kata Jumisah.
Muhammad Rahim dan empat anggota keluarga lainnya berangkat menggunakan pesawat dari Bandara Lombok ke Batam pada Rabu minggu lalu. Sebelum kecelakaan, mereka telah coba berangkat ke Malaysia pada Rabu (15/6/2022).
”Tetapi mereka kembali karena pas sampai di tengah, ada patroli polisi,” kata Jumisah.
Jumisah membenarkan jika suaminya berangkat secara ilegal. Sebelumnya, Muhammad Rahim pernah ke Malaysia dua kali. Pertama secara legal, dan kedua kalinya ilegal.
”Tahun lalu dia pulang dan sekarang pergi lagi. Suami saya tidak bisa berangkat secara legal lagi karena pernah bermasalah di sana,” kata Jumisah sambil terisak.
Jumisah mengaku terkejut dan sedih. Apalagi sebelumnya, dia sudah mendapatkan jaminan dari tekong jika pemberangkatan secara aman.
”Tekongnya saat datang ke sini berjanji tidak akan angkut banyak orang. Hanya belasan dalam satu kapal. Tetapi ternyata sampai 30 orang,” kata Jumisah.
Jumisah kini berharap suaminya segera ditemukan. Ia juga meminta agar tekong yang memberangkatkan suaminya bertanggung jawab.
Geboh (50), ayah Muhammad Zuhir Abbas, juga berharap agar bisa segera berkomunikasi dengan anaknya. Hal itu akan membuatnya tenang. Menurut Geboh, Zuhir baru pertama kali ke Malaysia.
”Dia baru lulus SMA. Di sini, tidak ada yang bisa dikerjakan. Paling ikut ke sawah atau beternak,” kata Geboh.
Geboh, yang juga pernah ke Malaysia, berharap anaknya dalam kondisi sehat dan bisa dipulangkan segera ke Lombok.