Kasada dan "Hong Ulun Basuki Langgeng", Menang Atas Pandemi
Yadnya Kasada 2022, seolah menjadi simbol kemenangan melawan pandemi. Selebihnya, menjadi pengingat bahwa manusia tak sepatutnya menyombongkan diri di muka bumi ini.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Beramai-ramai sambil membawa obor, warga Tengger mengantar ongkek berisi hasil bumi untuk dilarung ke Kawah Gunung Bromo saat pelaksanaan Yadnya Kasada di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022).
Tahun ini, Yadnya Kasada bagi masyarakat Tengger menjadi lebih bermakna khusus. Upacara adat kali ini seolah menjadi simbol kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (kejahatan). Salah satunya, kemenangan melawan pandemi. Selebihnya, menjadi pengingat bahwa manusia tak ada apa-apanya di muka bumi ini, sehingga tak layak menyombongkan diri.
Sebenarnya, selain pandemi, Kasada juga pernah digelar terbatas pada erupsi Bromo tahun 2004 dan 2016. Pembatasan dilakukan demi keselamatan, dan sebagaimana kawruh buda (pandangan hidupnya), masyarakat Tengger adalah masyarakat pranata. Artinya, senantiasa patuh pada raja, pemerintah atau pimpinan. Maka dari itu, mereka patuh saat perayaan digelar terbatas atau dengan aturan lebih ketat.
Sebagaimana dialami manusia modern, dua tahun pandemi ini meluluhlantakkan segala sendi kehidupan, termasuk perekonomian. Sektor wisata, salah satu sumber kehidupan masyarakat Tengger misalnya, sungguh amat terdampak. Wisata ditutup, pemasukan dari sewa jip, kuda, dan penginapan lenyap. Banyak kendaraan jip dijual karena si empunya tak sanggup membiayai perawatan.
Kawah Gunung Bromo saat pelaksanaan Yadnya Kasada di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022). Perayaan dilakukan setahun sekali pada hari ke-14 Bulan Kasada sesuai penanggalan tradisonal Tengger. Yadnya Kasada sendiri merupakan ritual warga Suku Tengger untuk menghormati leluhur dan rasa syukur kepada Tuhan.
Selama itu, dan seperti bencana sebelum-sebelumnya, masyarakat Tengger menjalaninya sebagai bagian dari liku-liku hidup. Jika dijalani dengan baik, maka dharma (kebenaran) akan menang melawan adharma (kejahatan). Warga Tengger tak berkeberatan bahwa untuk sekadar beribadah pada saat Kasada sebelumnya, mereka harus menjalani swab antigen, bermasker, dan mengurangi jumlah orang agar tidak berkerumun.
Justru, selama proses itu, rasa syukur mereka semakin kuat. Bahwa di setiap peristiwa, seperti pandemi maupun erupsi, mereka seakan selalu diingatkan kembali untuk teguh memegang ajaran Tri Hita Karana, yaitu ajaran harmonis antara manusia dan Tuhan, manusia dan alam, serta manusia dengan sesama manusia.
“Dan, pada Kasada 2022 ini semacam kemenangan atas pandemi. Ini menjadi pengingat bahwa leluhur mengingatkan masyarakat maupun umat, agar kembali ke jati diri., yaitu ke jalan budi pekerti. Agar manusia tidak takabur, menghormati seisi alam, dan berbagi pada alam. Jangan sombong. Itu semua demi keseimbangan alam sehingga damai dan sejahtera,” kata Dukun Tengger asal Tosari Pasuruan, Romo Pandita Sukarji.
Warga Tengger membawa ongkek berisi hasil bumi untuk dilarung ke Kawah Gunung Bromo saat pelaksanaan Yadnya Kasada di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022). Perayaan dilakukan setahun sekali pada hari ke-14 Bulan Kasada sesaui penanggalan tradisonal Tengger.
Berbagi
Upacara Kasada 2022 digelar Rabu (15/6/2022) hingga Kamis (16/6/2022) di Pura Poten Luhur di kawasan laut pasir Bromo. Pelaksanaannya bertepatan dengan tanggal 14,15, dan 16 bulan Kasada, tepatnya kala bulan purnama.
Masyarakat Tengger dari empat wilayah, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Malang, datang bersama-sama dalam ritual Yadnya Kasada di Pura Poten. Di sana, warga Tengger datang dengan membawa ongkek (sesajen) yang akan dilabuh ke kawah Bromo.
Ongkek berbentuk hasil bumi seperti sayuran dan buah. Seluruh ongkek didoakan sebelum dilabuh. Ada juga warga Tengger yang melarung hewan ternak, seperti ayam dan kambing. Prosesi labuh ongkek dilakukan bertahap, namun sebagian besar dilakukan sekitar pukul 04.00 WIB, bersama-sama seluruh perwakilan empat daerah, dilanjutkan secara individu oleh keluarga-keluarga Tengger hingga Kamis siang.
“Sebagaimana leluhur dahulu mengajarkan, maka setiap Kasada kami melabuh hasil bumi, makanan, ternak, atau uang. Jadi yang kami mau makan, maka itu yang dilabuh. Semacam berbagi rezeki agar rezeki kami selalu mengalir,” kata Sujianto, warga Tengger asal Sumber, Kabupaten Probolinggo saat datang bersama puluhan orang dari desanya.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI
Keindahan Gunung Bromo dan Gunung Batok, Kamis (16/6/2022).
Bagi Sujianto dan warga desa lain, Kasada 2022 menjadi lebih bermakna. Sebab, usai pandemi, perayaan menjadi lebih semarak. “Dahulu ada erupsi Bromo, dan sekarang kita baru saja lepas dari pandemi. Semua hal itu mengajarkan kita untuk sabar dalam menghadapinya. Sebab, dengan kesabaran dan pengorbanan yang kita lakukan, maka akan datang kedamaian dan kebahagiaan. Seperti datangnya Kasada kali ini,” katanya.
Kepercayaan melarung hasil bumi dan harta benda yang dimiliki tersebut dianggap warga Tengger sebagai syukur dan pengorbanan, layaknya legenda kisah pengorbanan Raden/Dewata Kusuma. Kusuma adalah anak ke-25 dari Joko Seger-Roro Anteng. Ia memilih terjun ke kawah Bromo dan moksa (bersatu) dengan Sang Hyang Widhi Wasa, meninggalkan orangtua dan 24 saudaranya, agar gunung tak terus mengamuk sehingga kehidupan di sana menjadi lebih baik.
Kisah pengorbanan Kusuma bukan sekadar ketaatan manusia kepada Sang Maha Kuasa. Lebih dari itu, pilihan untuk moksa adalah karena cinta. Cinta pada keluarga dan pada generasi berikutnya.
Warga Tengger meletakkan sesaji berupa kue di Kawah Gunung Bromo saat pelaksanaan Yadnya Kasada di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022).
Rasa cinta pula yang menjadikan hasil bumi yang dilarung, dibiarkan diambil orang lain. Mereka yang mengambil labuhan tersebut disebut sedang marit atau mengambil hasil labuhan di kawah Bromo.
“Hasil bumi dan barang-barang ini sudah dilabuh, jadi daripada tidak bermanfaat maka kami ambil agar lebih bermanfaat,” kata Susiana (39), perempuan asal Desa Sariwani, Sukapura, Probolinggo.
Susiana saat itu marit bersama dua anaknya. Mereka datang ke sana sehari sebelum ritual dan menginap persis di bibir kawah Bromo yang suhunya seolah membeku. Saat itu, Susiana mengambil sejumlah sayuran seperti daun bawang dan kubis. “Hasilnya nanti akan kami gunakan sendiri,” katanya.
Demikianlah, Kasada dihayati dan dinikmati bukan hanya oleh mereka yang melabuh, namun juga oleh siapa saja yang mengambil labuhan. Simbol keseimbangan alam yang terus dijaga dan dilestarikan. Hong Ulun Basuki Langgeng… semoga Tuhan memberikan keselamatan untuk kita semua.
Warga berebut ayam yang dilempar warga Tengger di Kawah Gunung Bromo saat pelaksanaan Yadnya Kasada di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis (16/6/2022).