Kematian Siswa Kelas 7 di Kotamobagu karena ”Bullying" 9 Temannya Ditelusuri
Seorang siswa kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kotamobagu meninggal empat hari setelah dianiaya oleh sembilan siswa seangkatannya. Sembilan terduga pelaku diperiksa.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI
Beberapa bendi motor atau bentor melintas di muka Masjid Agung Baitul Makmur, Kotamobagu, Sulawesi Utara, jelang waktu berbuka puasa, Selasa (4/5/2021). Masjid itu selesai dibangun pada 2020 dengan dana Rp 2,4 miliar.
MANADO, KOMPAS — Siswa kelas 7 Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Kotamobagu, Sulawesi Utara, meninggal empat hari setelah dianiaya sembilan siswa seangkatannya. Kepolisian telah memeriksa para terduga pelaku, tetapi belum menetapkan mereka sebagai tersangka.
Siswa tersebut adalah BT (13) yang meninggal pada Minggu (12/6/2022) siang di Rumah Sakit Umum Pusat Prof dr RD Kandou, Manado. Penyebab kematiannya belum diketahui. Ia dimakamkan pada Senin (13/6/2022) sore di pekuburan umum di Desa Kopandakan, Kotamobagu Selatan, setelah keluarga mengadakan shalat jenazah yang dipadati ratusan pelayat.
Dihubungi dari Manado, Selasa (14/6/2022), Kepala Kepolisian Resor Kotamobagu Ajun Komisaris Besar Irham Halid mengatakan, keluarga BT telah mengajukan laporan penganiayaan. Kepolisian pun merespons dengan memanggil sembilan siswa yang disebut BT sebelum meninggal sebagai pelaku.
Kesembilan anak tersebut masih berstatus saksi dan tidak ditahan, sesuai sistem peradilan pidana anak. Proses hukum ini juga melibatkan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak Kotamobagu serta Badan Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Manado.
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Marsuti, guru Ekonomi dari SMA Negeri 11 Palembang, mengajar delapan siswa kelas XI di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas I Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (2/11/2018).
”Kami sudah panggil para ABH (anak berhadapan dengan hukum) ini untuk dimintai keterangan, sampai sekarang masih dalam tahap penyelidikan. Mereka didampingi oranagtua masing-masing. Guru-guru dan keluarga korban juga sudah kami mintai keterangan,” ujar Irham.
Visum telah dilaksanakan untuk mengetahui penyebab kematian BT, tetapi belum dapat dipublikasikan. Irham hanya mengatakan, BT sempat dianiaya teman-temannya, tepatnya dipukuli.
Selebihnya, Irham enggan memberikan informasi apa pun dari hasil sementara penyelidikan, seperti kronologi pada hari penganiayaan. Ia bahkan tidak mau mengonfirmasi jumlah terduga yang diperiksa. ”Intinya, Polres Kotamobagu menangani serius dugaan penganiayaan yang terjadi di lingkungan sekolah MTs Negeri 1 Kotamobagu,” ujarnya.
Sementara itu, dalam keterangan kepada beberapa wartawan di Kotamobagu, Senin, Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Kotamobagu Inspektur Satu I Dewa Dwi Adyana mengatakan, para terduga telah mengaku menganiaya korban. ”Korban diduga mengalami penganiayaan dengan cara dipukul dan ditendang,” kata Dewa.
KOMPSD/KHAERUL ANWAR
Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Mataram, Nusa Tenggara Barat, tengah konsentrasi menjawab soal UNBK. Senin (22/4/2019).
Informasi yang beredar di berbagai media lokal, penganiayaan terhadap BT terjadi pada Rabu (8/6/2022) siang selepas ujian sekolah. Ketika bersiap shalat Zuhur di masjid madrasah, tiba-tiba BT dihajar beberapa siswa hingga kesakitan di bagian perut.
Rasa sakit itu tidak kunjung hilang sehingga ia dibawa ke RSUD Kotamobagu. BT akhirnya dirujuk ke RSUP Kandou karena kerusakan pada organ-organ di dalam abdomennya tergolong parah. Nyawanya tak tertolong hingga ia meninggal pada Minggu siang.
Tunggu sidang khusus
Kepala Seksi Bimbingan Anak Bapas Kelas I Manado Vitje Rompis mengatakan, stafnya telah diutus ke Kotamobagu untuk melaksanakan penelitian kemasyarakatan seiring penyelidikan kepolisian. Jika terbukti, kesembilan terduga berpotensi dibawa ke meja hijau karena melanggar Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan menganiaya BT di tempat umum, bahkan hingga mengakibatkan kematian.
”Saya pikir besok hasil penelitian pasti sudah ada. Nanti kami akan menggelar sidang khusus bersama tim untuk menentukan langkah-langkah perlindungan untuk tersangka selama proses hukum berlangsung,” katanya.
Sementara itu, Kepala MTs Negeri 1 Kotamobagu Intan Safitri Mokodompit mengatakan, kesembilan terduga pelaku sama-sama duduk di kelas 7, tetapi bukan teman satu kelas BT. ”Mereka tidak saling akrab. BT ini anaknya juga pendiam,” katanya.
Intan pun menyatakan sangat menyesalkan penganiayaan terhadap BT. Tragedi itu sangat ironis karena madrasah tersebut telah dicanangkan sebagai madrasah ramah anak. Lebih-lebih, BT memiliki seorang bibi yang bekerja sebagai guru di sana. Oleh karena itu, Intan pun siap mengambil tanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di madrasah besutannya.
”Kepada orangtua BT, kami mohon maaf sebesar-besarnya karena sebagai tenaga pendidik, kami lalai, kami berada di luar kontrol. Kami memang tidak tahu karena hari itu tidak ada laporan tentang kejadian bullying (perundungan) atau perkelahian,” katanya.