IDI Unjuk Rasa ke PN Medan Minta Dokter Dibebaskan dari Dakwaan Vaksinasi Kosong
IDI berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Medan, meminta dokter yang didakwa dalam kasus vaksinasi kosong dibebaskan. Vaksinator Covid-19 dokter berinisial TGA didakwa menyuntikkan spuit kosong kepada anak SD.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Ikatan Dokter Indonesia berunjuk rasa di Pengadilan Negeri Medan, meminta dokter yang didakwa dalam kasus vaksinasi kosong dibebaskan. Vaksinator Covid-19 dokter berinisial TGA didakwa menyuntikkan spuit kosong kepada seorang anak SD. Kasus itu menjadi perhatian setelah video vaksinasi kosong beredar luas.
Unjuk rasa dihadiri sekitar 30 dokter dan perawat di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (14/6/2022). Mereka menyampaikan aspirasinya dengan membentangkan spanduk dan menggalang tanda tangan dukungan untuk dokter TGA. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan dijadwalkan pada Selasa siang, tetapi ditunda.
”Kami meminta dokter TGA dibebaskan dari segala dakwaan. Seharusnya dokter TGA menjalani sidang disiplin dan etik di induk organisasi profesi dokter. Ini yang tidak dijalankan,” kata Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria.
Beni mengatakan, proses hukum pidana terhadap dokter yang menjadi vaksinator Covid-19 bisa disebut sebagai kriminalisasi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, kata Beni, dokter TGA seharusnya menjalani sidang etik di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Namun, kepolisian langsung mengedepankan proses hukum pidana.
Unjuk rasa itu juga dihadiri dan didukung Perhimpunan Dokter Umum Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Selain itu juga Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia, Persatuan Ahli Farmasi Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Pengacara dokter TGA, Redyanto Sidi, mengatakan, sampai sekarang tidak terbukti ada yang dirugikan dari dugaan vaksinasi kosong itu. Anak SD yang diduga mendapat vaksinasi kosong kondisinya sehat. Dalam mediasi, anak itu juga ditawarkan agar mendapat vaksin ulang.
Menurut Redyanto, vaksinasi Covid-19 dilakukan dalam kondisi tanggap darurat menghadapi pandemi. Seorang dokter yang menurut aturan hanya bisa melakukan vaksinasi terhadap 70 orang dalam sehari pun bisa bertambah menjadi 450 orang.
Seorang dokter yang menurut aturan hanya bisa melakukan vaksinasi terhadap 70 orang dalam sehari pun bisa bertambah menjadi 450 orang. (Redyanto Sidi)
”Hal itu yang dialami dokter TGA. Ia kelelahan karena menyuntikkan vaksin terhadap lebih dari 400 siswa ketika itu. Proses hukum terhadap TGA menurut kami adalah kriminalisasi dokter,” kata Redyanto.
Redyanto mengatakan, dokter TGA melakukan vaksinasi atas undangan penyelenggara, yakni Kepolisian Resor Pelabuhan Belawan. Namun, setelah video vaksin kosong itu beredar, justru Polres Pelabuhan Belawan yang membuat laporan terhadap dugaan vaksin kosong itu. ”Padahal, seharusnya Polres Pelabuhan Belawan sebagai penyelenggara juga harus ikut bertanggung jawab,” kata Redyanto.
Dalam dakwaan yang dipublikasikan di situs resmi sipp.pn-medankota.go.id, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Medan menyebut, TGA menyuntikkan spuit kosong atau setidaknya kurang dari dosis terhadap siswa di SD Swasta Wahidin Sudirohusodo, Medan, 17 Januari 2022. Orangtua anak tersebut merekam proses vaksinasi.
Jaksa Penuntut Umum Yuliyati Ningsih menyebut, berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap video tersebut terlihat bahwa spuit suntik tidak terisi cairan vaksin. Hal itu diperkuat hasil pemeriksaan laboratorium klinik terhadap imuno serologi dengan hasil pemeriksaan nonreaktif yang berarti tidak ada respons tubuh anak terhadap vaksin.
“Dokter TGA selaku vaksinator memberikan vaksin kepada anak-anak tidak sesuai dengan dosisnya merupakan perbuatan yang tidak mendukung upaya penanggulangan wabah penyakit menular yang sedang berlangsung, yaitu wabah virus Covid-19,” kata Yuliyati.
Perbuatan terdakwa dokter TGA diatur dan diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Selama proses hukum, dokter TGA tidak ditahan.
Humas Pengadilan Negeri Medan Soniady Drajat Sadarisman mengatakan, pihaknya mempersilahkan unjuk rasa dilakukan oleh rekan profesi dokter dari TGA. Meski demikian, proses persidangan akan tetap dilakukan sesuai dengan prinsip dan prosedur hukum. “Kami persilahkan mereka menyampaikan aspirasinya, sebagai simpatisan sesama profesi,” kata Soniady. Sidang pun ditunda sampai Selasa pekan depan.