Warga Desa Benua Riam di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, mengoptimalkan potensi Waduk Riam Kanan untuk perikanan budidaya. Kegiatan itu mampu mengubah kehidupan warga di desa terisolasi itu menjadi lebih sejahtera.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·5 menit baca
Hampir 70 persen warga Desa Benua Riam di Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, mengusahakan budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Mereka mengoptimalkan potensi Waduk Riam Kanan untuk perikanan budidaya. Kegiatan itu mampu mengubah kehidupan warga di desa terisolasi itu menjadi lebih sejahtera.
Dermaga Desa Benua Riam, sore itu, Sabtu (28/5/2022) berbalut keceriaan anak-anak yang sedang asyik mandi dan berenang. Mereka berteriak-teriak serta tertawa lepas saat memperebutkan sebuah botol bekas kemasan air mineral. Permainan mereka sore itu layaknya permainan polo air.
Anak-anak semakin girang saat ada kelotok (perahu bermotor) yang merapat ataupun meninggalkan dermaga. Gelombang yang ditimbulkan kelotok membuat permainan mereka semakin seru. Kelotok juga kerap hilir mudik dari dermaga menuju rumah lanting di tengah waduk pada sore hari.
Di tengah Waduk Riam Kanan, sekitar Desa Benua Riam terdapat puluhan rumah lanting. Dari kejauhan tampak seperti perkampungan terapung di atas air. Deretan rumah lanting itu rupanya adalah rumah jaga keramba jaring apung.
”Pencarian utama warga desa kami saat ini memang dari usaha perikanan. Sekitar 70 persen warga kami mengusahakan budidaya ikan dalam keramba jaring apung,” kata Kepala Desa Benua Riam Hasan Basri.
Benua Riam merupakan satu dari 12 desa di Kecamatan Aranio, yang kini ditempati 232 keluarga atau berpenduduk sekitar 780 jiwa. Letaknya persis di bibir Waduk Riam Kanan. Luas waduk itu sekitar 9.730 hektar (ha), sedangkan luas wilayah Benua Riam 5.946 ha atau 5,05 persen dari luas Kecamatan Aranio.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Banjar menyebutkan, jarak dari kantor desa Benua Riam ke ibu kota Kecamatan Aranio 15 kilometer (km), sedangkan jarak dari kantor desa ke ibu kota kabupaten adalah 42 km (Kecamatan Aranio dalam Angka 2019). Meskipun terbilang tidak terlalu jauh, dibutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit dari Aranio ke Benua Riam. Sebab, transportasi utamanya saat ini masih menggunakan kelotok melalui waduk.
Menurut Hasan, desanya termasuk desa terisolasi karena akses utama menuju desa masih melewati waduk. Meskipun berada di sumber energi air terbesar di Kalsel untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Ir Pangeran Muhammad Noor berkapasitas 3 x 10 megawatt (MW), warganya baru menikmati nyala listrik 24 jam pada akhir 2021. Jaringan internet juga baru masuk pada 2021. Namun, sampai saat ini belum ada jaringan telekomunikasi yang didukung menara base transceiver station (BTS).
”Meskipun masih banyak keterbatasan, desa kami punya potensi besar di bidang perikanan dan itu sangat mendukung perekonomian masyarakat,” ujarnya.
Hasan mengatakan, kegiatan budidaya ikan dalam keramba jaring apung mulai berkembang 3-4 tahun yang lalu meskipun sebagian warga sudah melakukannya lebih lama. Sejak tahun lalu, dengan dukungan infrastruktur yang mulai memadai, kegiatan perikanan budidaya berkembang pesat. ”Dari hanya puluhan keramba, sekarang ada sekitar 1.000 keramba,” ungkapnya.
Menjanjikan
Zaidin (60), warga Benua Riam, menuturkan, kegiatan budidaya ikan dalam keramba jaring apung sangat menjanjikan. Ia pun memulai usaha budidaya ikan nila dalam keramba jaring apung sejak 2019 setelah berhasil mengumpulkan modal dan mempelajari cara budidayanya.
”Ulun (saya) mulai usaha budidaya ikan nila dengan dua keramba. Setelah berjalan setahun dan beberapa kali panen, ulun menambah dua keramba lagi. Sekarang ini, ulun mengelola empat keramba untuk budidaya nila,” katanya.
Keramba milik Zaidin masing-masing berukuran 8 meter × 10 meter atau 80 meter persegi. Satu keramba biasanya ditaburi benih ikan nila sebanyak 40.000 ekor. Panen dilakukan enam bulan kemudian saat ikan nila sudah berbobot 250-350 gram per ekor dan dihargai Rp 28.000 per kilogram.
”Dari satu keramba, setidaknya dapat 2,5 ton setiap kali panen. Setelah dipotong biaya pakan dan perawatan, keuntungan bersihnya paling tidak Rp 10 juta,” ungkapnya.
Menurut Zaidin, panen tidaklah dilakukan sekaligus dari empat keramba, tetapi dilakukan secara bergiliran dari setiap keramba. Jarak panen antarkeramba biasanya 1-2 bulan. Dengan begitu, mereka memiliki pemasukan rutin dari usaha keramba ikan.
”Untuk menjual ikan, kami sama sekali tidak kesulitan karena ada bos (pengepul) yang datang langsung ke Benua Riam. Kalau mau panen, kami tinggal menelpon bos,” ujarnya.
Zainal Arifin (47), warga Benua Riam yang juga mengusahakan keramba ikan, mengatakan, usaha keramba ikan saat ini telah menggeser usaha perkebunan karet dalam masyarakat setempat. ”Usaha keramba kini jadi usaha utama, sedangkan karet jadi usaha sampingan,” katanya.
Meskipun masih banyak keterbatasan, desa kami punya potensi besar di bidang perikanan dan itu sangat mendukung perekonomian masyarakat.
Dalam usaha keramba jaring apung, mereka tak hanya membudidayakan ikan nila, tetapi juga membudidayakan ikan mas. ”Ikan dari Benua Riam dipasarkan sampai ke Tanjung, Batulicin, Kotabaru, dan Palangka Raya. Pokoknya sudah merambah ke sejumlah wilayah di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah,” tuturnya.
Berdasarkan data BPS Banjar, produksi ikan nila di Aranio adalah yang terbesar di Banjar, yakni mencapai 5.019,40 ton atau 44,99 persen dari total produksi ikan nila di Banjar pada 2021. Produksi ikan mas di Aranio juga menjadi yang terbesar, yakni 677,7 ton atau 53,29 persen dari total produksi ikan mas di Banjar pada 2021.
Menurut wadah budidaya, produksi perikanan budidaya dengan wadah jala apung atau keramba jaring apung di Aranio lagi-lagi menjadi yang terbesar di Banjar, yaitu mencapai 5.222,40 ton atau 54,64 persen dari total produksi ikan dalam wadah jala apung di Banjar pada 2021 (Kabupaten Banjar dalam Angka 2022).
Hasan Basri mengatakan, usaha budidaya ikan dalam keramba turut berkontribusi bagi pembangunan dan pendidikan di Benua Riam. Pemerintah desa bersama warga telah bersepakat untuk memungut Rp 2.000 setiap bulan dari satu keramba. ”Pungutan dari usaha keramba itu digunakan untuk menambah alokasi gaji bagi guru madrasah,” ujarnya.
Di Benua Riam terdapat madrasah diniyah dan madrasah tingkat wustha. Ada sembilan orang yang mengabdikan diri sebagai guru madrasah tersebut. ”Para guru madrasah itu digaji Rp 650.000 per bulan,” katanya.
Dengan potensi perikanan budidaya yang besar, Hasan optimistis desanya akan maju dan lepas dari keterbatasan seiring dengan pembangunan infrastruktur yang terus dilakukan. Perikanan budidaya diyakini akan membuat desanya berdaya dan masyarakatnya sejahtera.